lima

180 11 1
                                    

Gadis itu segera beranjak setelah telfon yang dia teima membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Maniknya yang lelah dan mengantuk sekarang terganti dengan rasa khawatir. Terlebih Junkyu tidak mengangkat panggilannya saat Hana sedang diperjalanan keluar apartemen.

"Oh ayolah" jarinya terburu buru menekan tombol lift.

"Maaf"

Hana mendongak, setetes air mata jatuh saat pria bermasker putih itu menepuk lengannya pelan.

"Maaf tapi kamu bisa buat liftnya gagal bekerja"

Hana menghela napas, tangannya mengusap kedua pipinya yang berair sebelum mengangkat ponselnya yang tiba tiba berbunyi.

Hanya satu yang dia dengar, suara Isak tangis, dan serak dari seorang Kim Junkyu.

"Semuanya akan baik baik saja, saya lagi diperjalanan" Hana berusaha semaksimal mungkin untuk menahan suaranya agar tidak bergetar.

"Saya takut"

"Jangan takut, saya kesana sekarang ya?" Hana bergegas kelar lift saat pintunya terbuka. Beranjak ke arah parkiran dengan panik.

"Saya bisa bantu, kamu mau kemana?"

Hana berbalik, menatap pria berambut merah muda itu dengan binar kesedihan.

"Kamu buru buru"

"Tidak perlu, terima kasih atas bantuannya"

"Saya bisa jamin kalau saya bukan orang jahat" pria itu menyerahkan kartu identitasnya. Hana menunduk, mengusap air matanya sebentar sebelum menghela napas resah.

Dia panik. Bagaimana tidak? Anak itu sedang ada di ambang antara hidup dan mati, bagaimana Hana bisa tidak khawatir?

"Saya antar"

Hana mengikuti pria itu dengan kondisi yang tak karuan. Berbeda dengannya yang tetap tenang walau dengan kecepatan mobil cukup tinggi membelah jalanan kota.

"Saya sampai sini saja"

Hana mengangguk sambil melepaskan sabuk pengaman, "terima kasih, Yoshi"

Pria berambut merah muda itu menoleh, cepat sekali Hana mengingat namanya? Bahkan dikondisi yang cukup panik.

"Saya akan balas Budi nanti"

"Tak papa" Yoshi mengangguk.

Hana segera keluar mobil dan mencari ruangan tempat Arjun di periksa. Hanya ada satu yang dia temukan, Junkyu yang tengah menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Jun" suara lirih Hana memecah kesepian lorong ruang UGD. Tubuh mungilnya berlari memeluk Junkyu yang tengah diselimuti rasa takut.

"Saya disini"

"Saya takut, Han"

Baru kali ini ucapan Junkyu benar benar membuat hatinya tersayat, rasanya menyedihkan, dan menderita. Hana hanya bisa berusaha menenangkan dirinya saat Junkyu justru terlalu larut menahan kesedihan. Dia harus melakukan itu kan untuk menghibur Junkyu?

"Harusnya saya ada disana lebih awal"

Hana mengusap punggung Junkyu, "bukan salah kamu"

"Enggak, kalau saya lebih cepat jemput Arjun pasti semuanya ngga akan seperti ini" Junkyu melepas pelukannya, menatap Hana dengan wajah yang penuh dengan air mata.

"Jangan seperti ini" Hana menggeleng, mengusap kedua pipi Junkyu.

"Arjun, Han" lirihnya.

Hana mengangguk pelan, lantas memberi senyuman tipis, "percaya sama saya kalau semua akan baik baik saja"

Junkyu kembali memeluk Hana. Mengeratkan pelukannya untuk menenangkan diri.

"Kalau sampai Arjun kenapa napa, saya ngga akan maafin diri saya sendiri, Han"

"Jangan bicara seperti itu" Hana mengusap punggung Junkyu dengan lembut.

"Dengan keluarga pasien?"

Hana dan Junkyu bergegas berdiri saat seorang dokter keluar bersama suster dibelakangnya.

"Saya ayahnya, dok"

"Anak bapak baik baik saja, mungkin butuh pemulihan beberapa hari disini"

"Terima kasih, dok"

"Kalau begitu saya permisi dulu"

"Iya, dok" Hana tersenyum saat Junkyu sudah lebih dulu masuk ke kamar Arjun. Gadis itu bisa melihat bagaimana kesedihan itu berubah jadi kegembiraan saat Junkyu dapat memeluk anaknya dengan erat.

"Maafin ayah ya?"

"Emang ayah salah apa?"

Hana terkekeh saat Arjun yang masih diperlukan Junkyu menatap ke arahnya.

"Ga tau tuh, emang suka nyalah nyalahin diri sendiri" sindir Hana.

"Ayah kenapa nangis?"

Junkyu terkekeh, "ayah takut kamu kenapa napa" lantas mengusap rambut Arjun.

"Ajun baik baik aja, tapi pengen peluk Mama juga"

Junkyu melepas pelukannya, menatap Arjun dengan senyuman lebarnya.

"Mama mana?"

"Besok mama kesini ya"

"Engga sekarang aja?"

Hana mendekat, mengusap punggung tangan Arjun, "hari ini Mamah sibuk, gimana kalau Arjun istirahat dulu sama Tante?"

Arjun menggeleng.

Ini kali pertama Arjun menolak Hana, bukan karena alasan mendalam. Pria mungil itu hanya merindukan sang ibu.

"Ayah telfon mamah ya?"

"Iya"

Hana tersenyum, mengusap rambut Arjun saat Junkyu melangkah sedikit jauh.

"Kamu mau cerita ngga kenapa kok bisa begini? Atau Arjun yang ngga lihat dulu ya waktu nyebrang?" Hana duduk disebelah Arjun.

"Kata Tante harus liat kanan kiri, tapi tadi Ajun lihat mamah"

Junkyu yang mendengar itu lantas berbalik menatap Arjun, tepat saat telfonnya diangkat oleh sang pemilik nomor.

"Jadinya Ajun lari karena Mamah mau pergi"

"Maksudnya buru buru pergi?"

"Iya"

"Lain kali jangan gitu ya, sayang?"

Arjun mengangguk.

"Atau besok kalau mau nyebrang tunggu ayah sampai dulu, atau mulai besok mau Tante yang jemput?"

Arjun mengangguk dengan senyuman lebar, "kata ayah, Tante sibuk tapi sekarang engga kan?"

Junkyu lantas membalas telfon yang dia awali. Menghiraukan kedua manusia yang tengah larut dalam percakapan mereka.

"Ayah bohong, Tante ngga sibuk kok. Pasti Tante jemput, oke?"

"Oke!"

Hana terkekeh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐷𝑢𝑑𝑎 - Junkyu (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang