Extra Part 1

1.6K 87 6
                                    

"Muahh!!" Aku mencium pipi suamiku ketika baru masuk mobil.

[Whohoho, bab awal aja sudah gemes gini yah? Apakah tandanya akan baik-baik saja atau badainya datang setelah kegemasan ini?]

[Maaf mengganggu fokus kalian, mari ulangi lagi adegannya yaaa 😊]





[Maaf mengganggu fokus kalian, mari ulangi lagi adegannya yaaa 😊]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kaget mereka, ada pemirsa ternyata ...
(Visual Zoya - Demas)

🤍🤍🤍


"Muahh!!" Aku mencium pipi suamiku ketika baru masuk mobil. "Love you," kataku selanjutnya. Kata itu akan terus kuucapkan walau kami bukan lagi pengantin baru, itulah janjiku pada diriku sendiri. Entah mengapa, setiap kali mengatakan "love" aku merasa lega sekaligus bahagia, apalagi kalau Demas membalas dengan kata yang sama. Ugh! Rasanya jiwa ini seperti melayang ke langit tertinggi.

Ya, perempuan selalu butuh pengakuan cinta dari laki-laki di sampingnya. Namun, tidak semua laki-laki paham soal ini. Sebut saja Demas, dia belum juga sadar bahwa istrinya sangat butuh "pengakuan".

Ya Tuhan, Ya Tuhan ... sabar!

Aku melirik Demas yang terlihat stay cool di balik kemudi, sementara tangannya sibuk memasang sabuk pengaman. Aneh ya laki-laki, ketika istrinya meluapkan segala perasaannya dengan ucapan cinta dan ciuman, dia malah tetap tetang dan duduk manis seolah barusan hanya iklan!

Hah. Apa-apaan ini? Terkadang aku berpikir kalau aku terlalu bucin, atau memang suamiku saja yang tidak bisa berubah menjadi manusia aktif dalam mengungkapkan perasaan? Setiap kali melihat hal semacam ini aku berusaha bersabar, walau begitu tetap saja mulutku ingin mengatakan sesuatu a.k.a mengomel.

"Suami kurang peka!" sindirku keras. Bosan melihat tingkahnya yang selalu cool. Dia bukan orang yang bisa romantis dalam waktu yang lama atau sering, bukan sosok yang gemar mengumbar kata-kata cinta apalagi bucin. "Padahal sudah nikah, kamu malah enggak berubah," rongrongku lagi. Kesal bukan main. Sekadar membalas "loye you too" saja susahnya setengah mati.

Demas baru menoleh setelah mendengar napasku yang berembus keras. "Kamu mau aku berubah jadi apa memangnya?"

"Lebih manis kan enggak masalah, Mas. Aku enggak bakal diabet juga," sahutku ketus. Aku menoleh ke sisi jendela dan melepas napas panjang. "Aw!" Aku menoleh dengan cepat setelah Demas mengecup pipiku. Benar, dia baru saja menciumku. Mau tidak mau aku luluh juga.

"Cukup?"

Kugelengkan kepala, tersenyum meledek.

Kami resmi menikah beberapa bulan lalu. Tapi oleh orang kantor kami masih disebut sebagai pengantin baru. Kami mendengar omongan seperti itu dari semua orang, termasuk atasan kami. Menurutku sebutan "pengantin baru" terasa menganggu dan berlebihan.

ENCHANTED | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang