"Apa kamu tidak ingat siapa namamu?"
Gadis itu menggeleng pelan, membuat dokter menghembuskan nafas pelan. Dari jawaban Cherly mereka sudah tau apa yang terjadi pada gadis itu.
"Dokter apa putri kami kehilangan ingatan?" Tanya Indi, dokter menatap ibu Cherly lalu mengangguk.
Indi langsung menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang ia dengar sekarang. Setiap hari ia selalu berdoa pada Tuhan meminta agar putrinya bisa kembali sadar dan berkumpul dengan keluarga seperti sebelumnya. Namun sekarang ia harus menerima kenyataan bahwa sang Putri mengalami lupa ingatan. Indi berjalan pelan mendekati putrinya yang terlihat tidak menoleh padanya sedikitpun. Tangannya terangkat hendak menyentuh kepala sang Putri, namun segera ditahan oleh gadis itu.
"Jangan sentuh saya, saya tidak suka disentuh oleh orang asing!" Cherly berkata dengan suara tegas, tatapan matanya dingin dengan wajah datar sungguh membuat Indi merasa sangat sedih.
"Sayang ini mama, mama kandung kamu. Kamu sedang mengalami lupa ingatan jadi mungkin kamu lupa sama mama, tapi Mama akan berusaha untuk membantu kamu agar segera bisa kembali ingat lagi." Kata Indi, air matanya tak bisa ia bendung. Melihat tatapan dari putrinya yang begitu dingin membuatnya benar-benar merasa sakit.
Putri yang selama ini ia abaikan karena terlalu sibuk pada Putri pertamanya, kini telah melupakan dirinya sebagai sang ibu. Putri kecilnya yang selalu merengek manja agar dirinya selalu menemani saat hari libur, tapi ia selalu menolak karena sibuk dengan pekerjaan atau dengan Putri pertamanya.
"Bisa tinggalkan saya sendirian di sini?" Pinta Cherly dengan datar.
Semua orang yang ada di dalam ruangan itu terdiam melihat perubahan besar pada diri Cherly. Gadis yang dulu selalu tampak ceria dengan mata berbinar dan senyum indah di bibirnya kini telah sirna. Hanya ada tatapan datar dengan syarat mata dingin yang ada pada Cherly saat ini.
"Sayang, kamu baru aja sadar. Biar mama temani kamu di sini ya? Nanti kalau kamu butuh apa-apa biar bisa langsung Mama ambilkan untuk kamu." Kata Indi, ya tidak ingin keluar dari ruangan putrinya karena masih sangat merindukan sang Putri.
Cherly menggeleng, lalu memberikan kode dari tatapan matanya agar semua orang segera keluar dari dalam ruang inapnya. Dokter yang melihat itu segera memberikan kode agar semua orang keluar dari ruangan Cherly. Semua ini demi kebaikan gadis itu sendiri, karena Cherly pasti membutuhkan ketenangan untuk saat ini.
"Ayo Ma, kita keluar dulu biar Cherly istirahat." Ajak Papa Cherly, sembari merangkul pundak istrinya agar segera keluar dari ruangan Putri mereka.
"Tapi tapi mama mau nemenin Cherly Pa, gimana nanti kalau Cherly butuh sesuatu, dan nggak ada yang nemenin dia pasti akan kesusahan. Biar Mama di sini aja nemenin Cherly." Kata Indi, menolak ajakan suaminya untuk meninggalkan ruang rawat sang Putri.
"Saya mohon ada segera keluar, saya ingin istirahat dan tidak ingin diganggu oleh siapapun." Kata Cherly dengan suara tegas lalu mengubah posisi tidurnya membumi sang ibu.
Melihat hal itu, tentu kedua orang tua Cherly sangat merasakan sakit yang luar biasa. Putri kecil mereka tidak bisa mengenali kedua orang tuanya. Bukankah rasanya sangat menyakitkan saat anak kita sendiri tidak kenal pada kedua orang tua yang sudah membesarkan sejak kecil.
"Ayo ma, kita beri waktu untuk Cherly istirahat dulu." Mau tidak mau akhirnya Indy ikut keluar dari ruangan putrinya bersama sang suami. Meskipun dengan sangat berat hati ia meninggalkan sang Putri namun ia tidak memiliki pilihan lain selain menuruti apa yang diinginkan Putri keduanya itu.
***
Di sisi lain Vincent terus berlari dengan tergesa-gesa saat mendengar bahwa tunangannya sudah sadar dari koma. Diikuti oleh Peter dan Alina di belakangnya yang juga ikut datang ke rumah sakit. Saat sampai di depan ruang rawat Cherly Vincent menghentikan langkahnya karena melihat kedua orang tua Cherly yang duduk di luar sambil berpelukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive me, please!
Teen Fiction"Jangan bersikap seperti ini, lo boleh hukum gue tapi jangan tinggalin gue. Gue Mohon kembali!" Vincent menatap tubuh kaku tunangannya dengan tatapan memohon.