11. how painful is this?

709 47 5
                                    

Helooo
Aku kembali
Selamat membaca...




Vincent buru-buru keluar dari kantor setelah menyelesaikan semua pekerjaannya. Dia baru saja mendapatkan kabar dari salah satu anak buahnya bahwa Cherly berada di halte sendirian. Langit sore yang biasanya terlihat indah kini tampak seperti langit malam. Angin hitam dengan jutaan air hujan membasahi kota Jakarta.

Tanpa berpikir panjang Vincent langsung menuju ke tempat di mana Cherly terjebak hujan sendirian. Dia membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi agar segera sampai di tempat tunangannya. Bahkan Vincent menerobos lampu merah karena tidak mau menunggu terlalu lama. Dia sangat khawatir pada Cherly yang kehujanan di halte yang pastinya sepi. Mungkin ia akan menerima konsekuensinya nanti, yang terpenting baginya sekarang untuk menjemput Cherly.

Ketika sampai di halte yang dimaksud oleh anak buahnya, Vincent mencengkram erat setir mobilnya. Di depan sana, dia melihat Cherly yang tengah dipeluk oleh Devan. Keduanya masuk ke dalam mobil berwarna putih, yang pastinya milik Devan.

Vincent tetap tidak meninggalkan tempat, bahkan dia masih menatap lurus ke depan meskipun mobil depan yang membawa Cherly sudah tidak terlihat. Dadanya terasa sangat sakit melihat gadis yang dicintainya terlihat begitu nyaman dengan pria lain. Melihat bagaimana wajah Cherly yang selalu tersenyum ketika bersama Devan, tentu itu membuat pukulan keras untuk Vincent.

"Apa rasa sakit seperti ini? yang kamu rasakan selama aku tidak menyadari betapa besar cinta yang kamu miliki buat aku?" Vincent memegang dadanya yang semakin terasa nyeri. Ia teringat masa-masa di mana dirinya yang selalu memperlakukan Cherly tidak baik.

Sekarang dirinya sadar, mengapa dulu Cherly bisa sangat mudah menghapus perasaan pada dirinya. Padahal gadis itu menyukai dirinya cukup lama.

"Mungkin rasa sakit yang aku terima saat ini belum seberapa, dari yang kamu rasakan dulu." Gumamnya, matanya memerah seakan siap untuk menangis.

Ini kali pertama Vincent merasakan patah hati, sebelumnya dia tidak pernah merasakan hal yang sangat menyakitkan seperti sekarang ini.

"Apa aku masih pantas untuk menjadi pasangan kamu di masa depan?" Membuang nafas pelan, untuk sedikit menghilangkan rasa sakit yang dirasakan.

"Sedangkan dulu Aku adalah salah satu orang yang memberikan penderitaan dan rasa sakit yang sangat besar buat kamu. Mungkin aku bisa disebut sebagai orang tidak tahu diri, karena memaksa untuk tetap mendapatkan kamu sebagai pasangan. Aku akan berusaha untuk kamu kembali mengingat status kita, tapi kalau semua itu gagal. Aku akan menyerah dan membiarkan kamu mencari kebahagiaan untuk masa depan yang lebih baik."

Malam ini Vincent memilih untuk tidak pulang ke rumah, apartemen tempat di mana dirinya bisa melepaskan kerinduannya pada Cherly. Sejak Cherly suka datang ke apartemen miliknya, tempat itu menjadi tempat favoritnya. Karena di sana ada begitu banyak kenangan di mana ia dan Cherly menghabiskan waktu bersama.

"Bebek karet kamu masih setia menunggu pemiliknya," Vincent meraih bebek kuning yang selalu ia letakkan di nakas samping tempat tidur.

Hadiah sederhana yang dulu ia berikan pada Cherly, yang ternyata sangat disukai oleh gadis itu. Bahkan ia sangat ingat dulu saat bebek karet pemberiannya hilang, Cherly terus mencari hadiah itu hingga hampir menangis.

Vincent berjalan menuju balkok kamarnya, duduk di kursi yang sering Cherly duduki dulu, saat gadis itu menginap di apartemen miliknya. Dulu Cherly juga sering mengajak dirinya makan camilan di balkon dan bermain ular tangga, hingga jam 03.00 pagi. Hanya hal-hal sederhana seperti itu yang Cherly lakukan, namun sangat membekas untuk Vincent. Bahkan dia suka juga lebih suka hal yang sederhana sejak dekat dengan Cherly.

"Apa mungkin kita memang tidak berjodoh?" Gumamnya pelan, ada rasa sesak didadanya saat menginat Cherly yang sekarang melupakan dirinya. Bahkan sekaarang Cherly enggan menatap dirinya.

****

Devan sengaja pergi ke Jakarta hari ini karena dia sudah berjanji akan menemui Cherly. Selama beberapa Minggu ini mereka memang sering bertukar kabar dan semakin dekat. Alhasil, Devan sering pergi ke Jakarta untuk menemui Cherly. Niatnya datang ke jakarta siang hari namun, karena iya harus menghadiri acara keluarga. Jadi Devan berangkat ke jakarta jam 06.00 sore. Ternyata dirinya menghubungi Cherly, gadis itu terjebak hujan di halte. Sekarang mereka sudah sampai di rumah Cherly, dan sedang berbincang. Karena di luar masih hujan, jadi Cherly memaksa agar Devan mampir.

"Oh, iya, besok kita jadi pergi kan?" Tanya Devan, sebelumnya mereka memang janjian akan pergi untuk menonton.

"Jadi dong, lo udah jauh-jauh dari Bandung ke sini, masa kita nggak jadi pergi." Cherly tampak senang ketika akan pergi bersama dengan Vincent.

Dari kejauhan kedua orang tua Cherly melihat interaksi keduanya. Selama beberapa hari ini mereka tahu jika putrinya dekat dengan pemuda yang tak lain teman masa sekolah. Bukannya tidak suka dengan kedekatan mereka berdua, namun ada rasa sungkan pada Vincent dan keluarganya. Apalagi Cherly dan Vincent sudah resmi bertunangan.

"Mama suruh pemuda itu pulang sana, masa sudah malam begini masih belum mau pulang." Suruh sang suami.

"Ish, Papa saja yang nyuruh. Masa Mama sih, kan kepala keluarganya di sini Papa." Tolak Indi, ia tidak mau jika nanti Cherly salah paham dan akan kembali memusuhi dirinya.

Sedangkan Chalondra yang sejak tadi berdiri dibelakang kedua orang tuanya menggelengkan kepalanya pelan. Benar-benar tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang tidak berani menegur teman laki-laki sang adik. Padahal dulu saat di Amerika, ia tidak boleh membiarkan pacarnya bertamu lebih dari jam sembilan malam. Dan itu hal wajar bagi orang Amerika, apalagi jika pacar anaknya menginap.

Tanpa mengeluarkan kata-kata, Chalondra melewati kedua orang tuanya begitu saja. Berjalan menuju ruang tamu di mana Cherly yang masih asik bercanda dengan Devan.

"Cher, sudah malam. Nggak baik menerima laki-laki disaat sudah waktunya semua orang istirahat." Setelah mengatakan hal itu, Chalondra segera pergi ke arah dapur untuk mengambil minum.

Devan yang mendengar pengusiran secara tidak langsung, jadi merasa tidak enak pada Cherly. Ini juga sudah hampir jam tengah malam, tapi mereka masih terlalu asik berbicara hal yang tidak penting.

"Ya udah, Cher, aku pamit dulu ya. Maaf udah mengganggu waktu istirahat kamu." Pamit Devan.

"Oh, iya, nggak masalah. Makasih ya, sudah mau nganterin aku pulang." Ucap Cherly, ia menepuk pelan pundak Devan.

Setelah kepergian Devan, Cherly langsung pergi ke kamarnya yang ada di lantai dua. Ketika akan masuk, dia melihat sang kakak yang sedang sibuk dengan laptop.

"Makasih, udah di ingatin." Ucapnya, lalu segera masuk ke dalam kamar.

Ya, dia sadar jika yang dia lakukan barusan bukan hal baik. Untungnya ada sang kakak yang mau mengingatkan. Sehingga mereka bisa menghentikannya perbincangan yang kurang berbobot seperti tadi.

Chalondra menatap pintu kamar adiknya, dia memang merasa kecewa pada apa yang terjadi. Tapi dia lebih merasa bersalah pada Vincent atas semua perubahan Cherly. Karena dia sangat tahu, jika selama ini yang selalu ada untuk Cherly adalah Vincent. Bahkan Vincent juga yang membuat Cherly bisa mendapatkan nilai mendekati sempurna. Begitu banyak pengorbanan yang dulu Vincent tunjukkan untuk kesungguhannya. Tapi semuanya sia-sia , karena sebuah kecelakaan.






Jangan lupa untuk vote dan komen setiap bab yang kalian baca yaaahhhh sampai jumpa di bab selanjutnya..
Baiii Baiii

Forgive me, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang