TIGA

63 34 27
                                    

BERTAMU DI MALAM ITU

Mengawali pagi yang sepatutnya menjadi hal normal yaitu bangun dalam keadaan sedang mengulet di kasur untuk mempersiapkan diri pergi ke kamar mandi dan berlama-lama di dalamnya hingga ada suara peringatan dari luar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mengawali pagi yang sepatutnya menjadi hal normal yaitu bangun dalam keadaan sedang mengulet di kasur untuk mempersiapkan diri pergi ke kamar mandi dan berlama-lama di dalamnya hingga ada suara peringatan dari luar. Pemandangan itu menjadi begitu sempurna, mendambakan saja kini sudah terlalu jauh oleh keadaan dirinya hadapi sekarang.

Bulu mata tebal serta letik itu menyikap sinar matahari dari bawah jendela dengan gamang. Seharusnya menjadi hal tercantik untuk ditekankan, tetapi itu semua menyimpan banyak pertentangan. Bingung, bagaimana menentukan indahnya mata oval teduh di dalam lingkaran berkecampuk di sana.

Biasanya akan hanya ada lintasan tajam di marwah keteduhan untuk menyeimbangkan khasanah di hamparan wajah seputih lara untuk menghiasi hari-harinya selama ini. Itu semua berubah dalam sekali kelopak matanya terbuka.

Aroma tak pernah ia rasakan adalah sinyal yang menghampirinya untuk meyakinkan dia tidak salah. Dia tidak berada di tempat kesukaannya atau vila semalam ia inap. Matanya menerawang jauh ke langit. Beberapa waktu lalu, ia berusaha untuk bangkit tetapi entah sisi lainnya menyuruh ia untuk diam sejenak ketika mendengar hal di luar sana.

Ada suara tertawa, mengejek, menangis malu-malu dan banyak hal menyenangkan di sana.

Dari itu semua, tak ada hal asing di telinganya. Ia mendengarkannya seperti sedang mengenang masa itu kembali. Menyenangkan untuk didengar bersama dalam pikirannya berusaha menerka-nerka akan hal terjadi padanya. Keadaan itu sudah benar-benar memberatkan tubuhnya sekarang. "Hey, udah bangun rupanya? " Ia melirik ke sisi suara. "Hmm, ya, kepalaku pusing."

Pemandangannya sekarang adalah atap dari lantai bawah. Di sana begitu ramai akan suara yang mengisi lantai bawah, juga kepalanya.

Dia mempertajam netranya untuk menelaah setiap kata-kata dari sudut sana. "Ah, Gya, jangan rekam aku terus. Aku mau mandi!" Pindar matanya semakin hanyut dalam suara cekikian tengah menggodainya di belakang pintu kamar mandi, begitu pikirnya.

Ia yakin, sosok itu sedang berusaha mengerjainya. Dan dia ingat kejadian itu di mana.

Sayang, ia tak sempat meninjaunya lebih jauh seiring suara itu terus berganti haluan. Menciptakan fase-fase bisa menjadi refleksinya selama ini, lalu mengutipnya dalam kepalan akan hubungan mereka semakin tumbuh kian segar, meramunya. "Halo, perkenalkan kostum itu apa, cantik!" Dia mengetahui secara baik panggilan cantik itu merupakan sindiran untuk kostum pementasaannya.

Terus terang, dia sama sekali tidak tersinggung. Karena bagaimanapun Gya mengusilnya, dia akan selalu mendukungnya. Dia akan selalu menjadi sosok di ujung panggung untuk menyaksikan improvisasinya. Dan membantunya membersihkan segala lelah di wajahnya. Maka, ia kebingungan untuk mengapresiasinya bagaimana lagi selain mengejeknya kembali.

Seputih Kapas yang MengabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang