Renjun mematut dirinya sangat lama di depan cermin, mengindahkan racauan Haechan yang sedari tadi berusaha menghiburnya.
Pernikahan yang tak ia inginkan itu ternyata berlangsung lebih cepat dari yang Renjun duga. Dua minggu setelah kedatangan Grand Duke ke kediamannya, kini ia sudah berdiri disini mengenakan jas pengantin serba putih dan beberapa waktu ke depan, ia akan melangsungkan upacara pernikahannya dengan sang duke.
Selain hari itu, Renjun sama sekali tak pernah bertemu lagi dengan sang duke. Jangankan bertemu lagi, di hari pertemuan itu saja, selain memberi salam, ia tak sekalipun berbicara dengan sang duke karna si penguasa wilayah Promiam tersebut sudah bergegas kembali ke istana Promiam karna harus mempersiapkan berbagai hal.
Dan selama itu pula, Haechan yang hampir setiap hari berkunjung ke kediamannya memberikan berbagai macam informasi yang belum tentu jelas kebenarannya tentang siapa itu Grand duke. Namun satu hal yang pasti. Grand duke yang sudah yatim piatu sejak bayi itu di besarkan di istana dan di angkat menjadi grand duke ketika masih belia.
Selebihnya hanya kabar-kabar burung seputar sisi gelap sang grand duke yang Renjun sendiri pernah beberapa kali pernah mendengarnya. Itupun hanya saat pesta-pesta yang di langsungkan di istana. Ada atau tanpa kehadiran Grand Duke, ia tetap akan menjadi topik terpanas tiap pesta di seantaro kerajaan. Siapa yang tak tertarik membicarakan calon penerus kerajaan urutan ketiga yang misterius itu.
Renjunpun bisa menghitung dengan jari pertemuannya dengan sang Grand Duke. Tunggu... Bahkan sudah di hitung dengan jaripun, hanya terhitung tiga kali Renjun pernah bertemu dengan sang duke. Dan itupun sapaan pertamanya hanya di balas tatapan dingin membuat Renjun yang memang tak begitu suka berinteraksi dengan siapapun itu memilih mengabaikannya.
Secara garis besar, Renjun sama sekali tak mengenal calon suaminya itu. Tak pula pernah menjejakkan kakinya di istana Promian karna tidak pernah ada terselenggaranya pesta disana. Bahkan pesta pernikahannya pun di selenggarakan di Mansion Huang dengan para pekerja yang di kirimkan Grand Duke yang berasal dari istana kerajaan. Renjun mendengarnya, di istana Promiam bahkan tak ada satupun pelayan. Istana besar itu hanya di huni sang duke beserta para pengawalnya.
" Renjun!"
Renjun tersadar dari lamunannya. Dengan gerakan lambat, ia menoleh ke Haechan yang sudah merah padam mukanya karna terus-terusan di acuhkan.
" Kau ini benar-benar.." Decaknya kesal.
" Apalagi?" Tanya Renjun malas.
" Sudah saatnya kita keluar, Renjun. Calon suamimu telah menunggu." Ujar Haechan berusaha bersabar.
Renjun mematut dirinya sekali lagi di depan cermin, menghela nafas panjang lalu bangkit dari kursi tempat sebelumnya ia di rias. Berjalan dengan langkah tegap di ikuti oleh Haechan di belakangnya.
Sesampainya di depan pintu kamarnya, Duke Na yang sedari tadi menunggunya itu menatapnya cukup lama. Grand Duke terlihat sangat tampan mengenakan seragam putih yang senada dengan warna rambutnya itu. Para pengawal yang bertugas sebagai pengiring keduanya pun menatap Renjun dengan tatapan kagum. Renjun boleh menyombongkan diri, di antara bangsawan lain, parasnya di kagumi dan seringkali di kaitkan dengan paras sang dewi kecantikan.
Dan tanpa mengucapkan apapun, Duke Na meraih tangannya lalu keduanya berjalan berdampingan menuju aula utama pernikahan.
Keduanya berjalan dalam keheningan hingga memasuki aula pernikahan. Keduanya berjalan di karpet merah menuju pendeta agung yang sudah menunggu keduanya. Sepanjang perjalanan yang di taburi bunga-bunga itu, hanya ada bisik-bisik keheranan tamu undangan yang membicarakan pernikahan mendadak keduanya. Namun Renjun memilih abai, sedari semalam, ia hanya bertekad untuk menjalani semuanya seperti air mengalir. Ia tak punya kuasa untuk menolak dan tak punya kekuatan untuk memberontak. Meskipun pahlawan, tapi citra grand duke di seluruh kerajaan hanyalah sebagai orang kejam yang haus darah. Renjun tak khawatir keselamatan dirinya, tapi keluarganya bisa di hancurkan dalam satu malam jika ia bersikap keras kepala.
" Fokuslah, Renjun."
Renjun kembali tersadar ketika suara rendah itu terdengar persis di telinganya. Renjun menoleh cepat dan mendapati Grand duke Na sudah kembali bersikap dingin seperti biasa mendengar petuah-petuah yang pendeta agung sampaikan.
Renjun kembali tenggelam dalam lamunannya hingga sentakan pelan di lengannya kembali menyadarkan si pemuda Huang.
" Apakah Huang Renjun dari keluarga Marquess bersedia menerima Grand Duke Na Jaemin sebagai pendamping seumur hidup?"
Renjun seketika merasa gugup hingga ia tak langsung menjawab pertanyaan dari pendeta agung membuat semua orang yang berada di aula pernikahan itu kembali berbisik.
" Huang Renjun? Apakah anda mendengar saya?" Pendeta agung menatap Renjun dengan tersenyum membuat Renjun mengeratkan genggamannya.
" Saya bersedia." Jawabnya. Sang pendeta agung kembali tersenyum lalu beralih menatap Grand Duke.
" Grand Duke Na Jaemin, apakah anda bersedia menerima Huang Renjun sebagai pendamping anda seumur hidup?"
" Saya bersedia." Jawab sang Duke.
" Kedua pengantin telah menyatakan kesediaannya. Silahkan keduanya berciuman untuk meresmikan status baru kalian sebagai pasangan." Titah sang pendeta agung.
Keduanya kini saling berhadapan. Renjun menghela nafas pelan kala sang duke meraih pinggangnya lalu mendekatkan dirinya.
Sorak soray dari para tamu kini menghantarkan ciuman keduanya. Renjun memejamkan matanya kala bibir tipis dari sang duke kini menempel di bibirnya.
Ciuman yang berlangsung kurang dari tiga detik itu kini telah berakhir, menandakan berakhir pula status melajang Renjun.
*
*
*" Tidak perlu menghampiri mereka. Merekalah yang seharusnya menghampiri kita, Renjun."
Renjun yang hendak berdiri mendatangi para bangsawan tinggi yang baru saja hadir itu menghentikan gerakannya kala mendengar ucapan sang duke.
" Kamu adalah istriku. Hanya kepada keluarga kerajaanlah kepalamu boleh tertunduk." Ujarnya lagi. Renjun mengangguk, lalu kembali berdiam diri di sebelah sang duke. Dan benar saja, para pejabat tinggi dan juga para bangsawan itu menghampiri keduanya, menundukkan kepala dengan dalam sembari mengucapkan selamat dan memberikan doa-doanya untuk kebahagiaan pengantin baru.
Selepas para bangsawan dan juga pejabat kerajaan itu berlalu, seseorang dengan seragam pengawal istana Promiam itu menghampiri Duke Na dengan wajah resah. Sang pengawal membisikkan sesuatu ke telinga sang Duke lalu setelahnya kembali berdiri tegap menunggu perintah yang akan sang duke berikan.
Renjun yang sedari awal memperhatikan semuanya kini menatap Duke Na yang kini menatapnya.
" Renjun." Panggilnya. Renjun masih menatapnya menunggu ucapan selanjutnya dari sang duke.
" Aku tau ini sungguh tak pantas ku lakukan di hari pernikahan kita. Tapi baru saja prajuritku membawa berita dari selatan Promian. Karna sebab yang tak di ketahui, bendungan selatan telah di rusak menyebabkan banjir bandang menghabisi beberapa desa. Aku harus segera kesana untuk mencegah kerusakan lebih banyak, Renjun. Apakah kamu mengizinkannya?"
Itu kalimat terpanjang yang pernah Renjun dengar dari sang duke. Namun tak berlarut dengan pemikirannya, Renjun lantas segera mengangguk.
" Tentu saja. Rakyat lebih membutuhkanmu." Jawabnya.
Sang duke mengangguk lalu beranjak berdiri dari singgasananya di ikuti oleh Renjun.
" Aku tidak bisa mengumumkan musibah ini di tengah pesta kita. Jadi aku akan pergi diam-diam. Tolong sampaikan maafku kepada Marquess dan juga Lady Huang."
Renjun kembali mengangguk membuat sang duke segera bergerak di ikuti prajuritnya yang kini menyampirkan jubah hitam ke pundak sang duke agar tak terlihat mencolok ketika bergerak meninggalkan aula pesta.
Renjun menatap kepergian sang suami yang sudah di tunggu oleh para prajuritnya itu dengan helaan nafas pendek.
" Permulaan yang buruk." Gumamnya. Pemuda itu segera berbalik, dan tanpa di ketahui orang-orang, ia juga meninggalkan pesta untuk kembali ke kamar pribadinya.
Tbc..