04. 𝐤𝐞𝐦𝐚𝐥𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧

308 50 1
                                    

thank you buat yang udah suka sama cerita ini❤️

banyak typo, nanti dibenerin



Selamat membaca...

Panglima kerajaan Atlanta, sebut saja namanya Martino kini tengah menarik paksa sang pangeran, siapa lagi kalau bukan Mada? Tentu kalian masih ingat kan kalau tadi pagi ia kabur bersama Janne? Nah akibatnya ia ditarik paksa kembali ke istana oleh Martino si panglima rasa ayah kedua. Si Janne panik karena tiba-tiba prajurit istana datang membawa teman barunya. Mereka tak membawa Janne seperti Mada. Selain tamu mereka juga tahu kalau Janne akan ikut Mada kemana saja.

Mada agak kesal sebenarnya karena mengakhiri waktunya dengan si rambut pirang vampir, begitu Mada menyebutnya. Karena Mada sangat penasaran betul siapa dia.

"Kaivan."

"Siapa?"

"Gak tahu."

Martino mendengus kesal. Jelas ia mendengar sebuah nama digumamkan oleh sang pangeran.

"Saya denger, pangeran. Nama itu orang yang ngobrol sama pangeran tadi?"

"Bukan."

"Lalu siapa?"

"Ck. Kan aku bilang gak tahu."

Sang panglima mendengus, melepaskan lengan baju sang pangeran yang tadi ia cengkram. Prajurit yang si panglima bawa turut berjalan mengelilingi mereka. Janne yang sebelumnya berada dibelakang Mada dengan panglima kini ia menyetarakan langkahnya dengan Mada.

"Tadi kamu ngomong sama siapa?" Tanya Janne saat ia sudah tepat disamping Mada.

"Bukan siapa-siapa."

"Beneran?"

"Iya, Janne."






































"Awww! Ayah! Aduh sakit!"

"Siapa suruh bandel? Kakak kamu kan udah bilang jangan kemana-mana."

Sesampainya di istana, Mada yang awalnya menerima sambutan ramah sang ayah kini harus merelakan telinga kirinya ditarik. Sifat penasaran dan pantang takut sang bungsu yang masih melekat pasti sukses membuatnya panik sekaligus khawatir.

Lantas dengan dramatisnya Mada hendak menangis yang membuat sahabatnya ingin meledek sekarang juga. Bagaimana bisa ia menolak takdir sebagai omega jika dirinya saja mengundang banyak orang untuk menyimpannya dalam saku? Parasnya yang cantik sedari dulu memang senantiasa membuat mata si pemandang tertarik.

"Jangan imut gitu dong, Mada! Nanti aku jadi suka kamu sebelum ketemu mate aku sendiri." Celetuk Janne.

Membuat Mada ingin mengumpat sekaligus tenggelam dalam kebimbangan. Jangan tanya mengapa, tentu karena kata "imut" dan "mate".

"Sekali lagi kamu melanggar, nanti ayah kurung kamu di kamar!"

Keesokan harinya ia dan Janne benar-benar tidak diizinkan keluar. Namun Mada bersyukur karena Carel masih bisa menemaninya di istana. Karena kalau hanya dengan Janne ia akan pusing sebab alpha female itu banyak bertanya. Kalau ada Carel kan bisa membantu menjawab pertanyaannya.

Taman istana belakang menjadi opsi mereka untuk menghabiskan waktu seharian. Mulai dari Mada yang berlatih menggunakan pedang, Janne menulis semua yang dipelajari saat di Atlanta dan terakhir Carel mengobrol dengan burung peliharaannya.

"Dua hari lagi kamu pulang Janne?" Tanya Mada karena tampak bosan melihat putri kerajaan Laruzen itu terus berkutat dengan buku dan pensil.

"Iya. Rasanya cepet banget."

"Padahal kamu belum akrab sama Roy." Balas Carel. Roy adalah nama burung peliharaannya.

Janne menginap di Atlanta tak hanya untuk bermain saja. Ia ingin meneliti seluruh wilayah di dunia werewolf termasuk Atlanta. Tapi karena sinyal kemanan ia jadi tidak bisa pergi terlalu jauh.

"Apa cuman ini tempat-tempat populer di Atlanta?" Tanya Janne sembari mengamati tulisan di bukunya.

"Masih banyak." Carel yang menjawab sebab sang sahabat sibuk berkutat dengan benda tajam kesayangannya. "Semua itu cuman yang di sekitar istana. Tempat-tempat di pelosok kerajaan malah lebih bagus lagi."

"Sayang kita gak bisa kesana."

"Arkhh!" Baik Janne maupun Carel sama-sama menoleh kearah sumber pekikan itu yang tak lain dari Mada. Pedangnya pun ia lempar asal.

"Mada! Kamu kenapa?"

"Aku panggilkan tabib istana ya?"

"Sshhh, gak usah Janne. Aku gak sengaja kena pedang, biar aku sendiri yang nyari tabib istana sekalian ganti baju."

"Kamu yakin? Bisa sendiri?" Sorot mata Carel masih terlihat sangat khawatir. Karena untuk pertama kalinya Mada ceroboh hingga terluka oleh pedangnya sendiri.

"Bisa-bisa. Aku ke ruang kesehatan dulu ya!"

Dengan langkah panjangnya, Mada meninggalkan taman istana untuk pergi ke ruang kesehatan. Luka ditangannya tidak bisa dibilang hanya luka kecil sebab darahnya turut berjatuhan dengan banyak.

Awal ia mengayunkan pedang memang tak mengira jika nanti akan melukainya. Hanya saja setelah bertanya kepada Janne tak lama kemudian ia memikirkan sesuatu. Kaivan.

"Oh iya, mate. Namaku Kaivan, senang bertemu denganmu."

Setelah kalimat itu terucap kembali di pikirannya ada terbesit keinginan untuk membunuh sang mate hingga tak sengaja melukai tangan kirinya. Karena ia sangat yakin kalau Kaivan itu bukan satu jenis makhluk yang sama dengannya.

"Pangeran? Pangeran terluka?" Tanya salah satu pelayan istana yang lewat.

"Iya, tabib ada?"

"Semua tabib istana keluar untuk membantu warga yang terluka, Pangeran."

"Aduh gimana nih? Tangan aku makin sakit."

"Pangeran tunggu disini, saya ambilkan obat."

Mada menurut. Rasanya ia lemas untuk berjalan lebih jauh karena lukanya akan terasa semakin perih. Ia tak habis meruntuki kecerobohannya sendiri. Terluka karena pedang sendiri terasa sangat sakit.

Ditengah ia menahan air matanya agar tidak jatuh ia dikejutkan oleh sesuatu.

--S A N D Y A K A L A--


kalau ada pertanyaan boleh ditanyakan. besok aku up lagi, see u

jangan lupa feedbacknya ya

eza❤️

𝐒𝐀𝐍𝐃𝐘𝐀𝐊𝐀𝐋𝐀 (mildangz)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang