02. 𝐩𝐞𝐫𝐛𝐚𝐭𝐚𝐬𝐚𝐧

407 55 2
                                    

Selamat membaca...

Walaupun omega kini status yang disandangnya tentu tak menghalangi kegigihan seorang Mada untuk tidak berlatih pedang seperti biasa. Pangeran bersurai emas itu mengayunkan pedangnya dengan lihai dan memfokuskan targetnya. Sang panglima kerajaan kini yang melatihnya

Kemampuan Mada memang tak sehebat si panglima. Namun ia sudah cukup hebat untuk ukuran omega di umurnya. Mungkin jika dibandingkan sang kakak lebih dari setengahnya.

Keduanya mulai adu pedang dan menyerang. Menjadi omega menjadikan Mada merasa tubuhnya lebih ringan. Sedikit menguntungkan. Walaupun diawal ia merasa tubuhnya menjadi pendek.

Bruk!

"Arkhh!"

Mada terjatuh akibat kurang gesit menghindari serangan tinju dari pelatih. Ia memegangi perutnya karena merasakan sakit lebih dari biasanya. Aneh.

"Pangeran! Anda baik-baik saja?" Sang panglima sekaligus pelatih tentu panik dan langsung menolong Mada. Ia hanya melakukan serangan seperti biasanya mereka berlatih. Sang pangeran juga terbiasa terjatuh dan luka. Tapi kali ini ia tampak, lemah.

"Astaga, omega kok bisa-bisanya main pedang." Keduanya menoleh mendapati salah satu saudara sepupunya berdiri menatap mereka. Ia juga seorang omega male seperti Mada.

"Sakit kan? Fisik kita itu gak sebagus alpha, jadi percuma latihan kayak gitu." Celetuknya sebelum pergi menjauhi area latihan sang pangeran.

Tak tahunya perkataan orang itu tadi menyebabkan matanya memerah juga rahangnya mengeras. Tak terima tentunya. Jika sebelum mendapatkan second gender pikirannya yang akan kacau dan menimbulkan emosi kini lubuk hatinya yang kacau dan membuatnya sedih, hendak menangis.

"Jangan nangis! Gak usah cengeng! Latihan lagi sana!" Sang raja mengeluarkan suaranya dari jarak 10 meter dari posisi mereka. Entah sejak kapan ia disana, mungkin diam-diam mengawasi adiknya berlatih.

"Kakak bisanya ngomong doang." Balas Mada sembari merapikan pakaiannya.

"Ya karena kakak bisanya ngomong doang kakak suruh kamu gitu. Kakak gak biasa lihat kamu sedih apalagi sampai nangis. Kalau capek latihan istirahat, kalau pikiran kamu gelisah tenangin dulu. Intinya jangan maksain diri sendiri."

Bukannya membaik, pikiran Mada semakin berkecamuk dan berhasil menyentuh hatinya. Tentu membuat tangisnya semakin ingin pecah namun ia masih kuat menahannya. Keluarganya terutama sang kakak sangat menyayanginya.

Ia jadi mengingat dimana ia berjanji kepada sang kakak untuk menjadi pangeran terhebat yang akan melindungi raja. Kini, bisakah?

"Ayo ke hutan! Kalau gak mau kakak buang kucing-kucing kamu." Ajak sang raja lalu pergi terlebih dahulu.

"CICI! KOKO! MIMI!" Itu adalah nama-nama kucing milik si pangeran.





























Disinilah sepasang saudara itu berada. Disebuah hutan yang biasa disebut hutan perbatasan. Tidak hanya antar sesama makhluk immortal, bahkan bisa juga menuju ke dunia manusia. Tempat ini belum pernah Mada kunjungi sama sekali.

Mereka hanya berkelana berdua seperti saat dimana gelar raja belum sang kakak dapatkan. Memang mereka merupakan bagian dari kerajaan, namun baik Mada dan sang kakak tidak suka jika harus didampingi penjaga saat pergi kemanapun. Selain menyehatkan, menaiki kuda sendiri juga dapat memacu adrenalin.

"Ngapain kesini?"

"Mau nunjukin aja."

Mada mengerutkan keningnya tanda ia penasaran dengan apa yang sang kakak tunjukkan padanya. Hingga sang raja turun dari kuda lalu berdiri menatap pohon-pohon yang menjulang tinggi didepan mereka. Menikmati alam mungkin?

𝐒𝐀𝐍𝐃𝐘𝐀𝐊𝐀𝐋𝐀 (mildangz)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang