23. Melepaskan

3.3K 372 12
                                    

Alma masih ada di ruangannya saat jam menunjuk pukul delapan malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alma masih ada di ruangannya saat jam menunjuk pukul delapan malam. Ruangan di depannya sudah kosong. Rekan kerjanya sudah pulang lima belas menit yang lalu. Sebuah lagu yang berasal dari speaker di samping laptopnya mengalun pelan hingga ruangan itu tak terlalu hening.

Alma masih berkutat dengan dokumen-dokumen PO. Jam istirahatnya mulai berantakan seminggu ke belakang. Yang ia tahu, ia harus sibuk agar tidak terus-menerus memikirkan Bara. Dan bekerja adalah salah satu caranya.

Tangannya masih menari di atas papan ketik saat pintu ruangannya terdengar di ketuk pelan. Ia menengadah, melihat pintu ruangannya terbuka pelan dan menampakkan sosok Bara.

Lelaki itu masuk. Langkah terlihat ragu. Tatapannya sulit terbaca. Dia berdiri di tengah ruangan.

Melihat raut wajah itu, Alma sepertinya tahu kalau sesuatu yang buruk akan ia dengar sebentar lagi. Ia menarik napas dalam-dalam dan menunjukkan seraut wajah dingin.

Ia menatap Bara yang masih terdiam. Mulut lelaki itu terbuka, tapi tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.

Alma sudah tak punya harapan lagi. Ia meluruhkan semuanya.

"Al... aku..." Suara Bara terdengar nyaring di ruangan yang tiba-tiba hening. Lelaki itu menelan ludah, "aku kayaknya nggak bisa..."

Dunia Alma runtuh lagi. Ia menarik napas kuat-kuat untuk menghalau sesak yang mulai menyelimutinya. Dilihatnya Bara yang menatapnya dengan tatapan terluka.

"Kenapa kamu nggak bilang sejak awal, Bar? Kenapa?" Alma berdiri dari duduknya. Ia mengepalkan jari tangannya kuat-kuat. "aku tuh benar-benar nggak berharga, ya, buat kamu?"

"Al, aku cinta sama kamu. Setelah semua yang aku lakukan, kenapa aku aja nggak cukup buat kamu?"

Alma tersenyum sinis, "oh, jadi selama ini semua effort kamu ada maksudnya? Supaya aku cinta mati sama kamu. Supaya aku merasa sama kamu aja cukup. Supaya aku bisa ngalah lagi dalam hal ini." Alma menggigit bibir bawahnya. Ia melihat Bara menggeleng pelan.

"Bukan gitu..." Bara melirih.

"Kamu licik, Bar. Kamu sadar kamu jahat banget?" Alma tidak ingin menangis di depan lelaki itu kendati matanya sudah berkaca-kaca. Ia benci terlihat lemah. "sekarang kamu puas, buang aku gitu aja kayak sampah."

"Nggak, Al... Nggak gitu..." Bara maju. Tapi langkahnya langsung berhenti saat Alma memberi isyarat untuk tidak mendekat.

"Kamu bilang kamu akan bertahan selama masalahnya bukan perselingkuhan. Kenapa sekarang kamu nyerah gitu aja?" Alma tahu seharusnya ia berhenti sampai di sini. Ia seharusnya meminta lelaki itu keluar dari ruangannya dan berharap mereka tidak pernah bertemu lagi.

Semakin lama ia menatap Bara, semakin ia merasakan sakit. Hubungan mereka mungkin baru beberapa bulan, tapi sudah meninggalkan begitu banyak kenangan manis. Ia tahu seberapa besar ia menyukai lelaki itu. Ia tahu seberapa besar ia berharap bahwa lelaki itu akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Bagaimana ia harus melewati hari esok dan seterusnya?

Deep Talk Before Married [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang