┏━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━┓
HOW TO LOVE THE KING
┗━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━┛
.
.
."Yang Mulia, semua sudah siap." Jiel memberi penghormatan singkat. Membawakan berita kecil akan keberangkatan mereka yang sebentar lagi. Ruden mengangguk kecil, mengalihkan atensinya sejenak. Meski setelahnya kembali fokus duduk di sebuah bangku kecil dengan sebuah buku bersampul cokelat gelap, sesekali memandangi Shei yang masih terlelap damai, tanpa menghiraukan apa pun.
Ruden tersenyum kecil. Malam kemarin sangat mengesankan. Dia sudah akan menyerah kalau saja Shei menolaknya. Ternyata, sikapnya cukup baik hati. Berwawasan luas dan cukup polos, dengan pembawaan manis yang menyenangkan. Mereka membicarakan banyak hal semalam. Masa kecil yang tak terlupakan, peraturan istana sejak dahulu kala yang menyebalkan, lalu masakan apa besok yang akan di makan.
Hanya sebuah perbincangan kecil ringan yang berarti. Ruden sangat senang. Ada kemajuan dalam hubungan mereka yang awalnya seperti musuh sungguhan. "Tunggu sebentar lagi. Istriku masih tertidur, dia cukup lelah semalam." Ruden merekahkan kembali senyumannya.
Jiel undur diri, tergantikan seorang wanita berambut pendek ikal, dengan seragam Ksatria lengkapnya yang terpatri indah, manik birunya mendelik kasar, memandang Ruden sendu, menatap Shei marah. "Jadi ini yang kau lakukan ketika tidak mengikuti pesta tadi malam?" dia datang tanpa diundang, masuk tanpa perintah dan duduk seenaknya di sebuah kursi kayu yang tersisa.
Menopang kedua tangannya. Ruden meletakkan buku bacaannya di meja kayu, bangkit dari duduk, menyilangkan kedua lengannya, menatap gadis itu bingung. "Tidak sopan. Apa maksudmu memasuki tempat istirahat Kaisar dan Ratu?" Ruden cukup sabar, bagaimanapun juga, orang dihadapanya adalah teman masa kecilnya. Namun, jika keterlaluan begini, dimana sopan santunnya. Padahal, dia lahir dan dibesarkan dalam keluarga terpandang.
"Oh, ayolah. Kita sudah lama berteman. Untuk apa kau menemani Putri buangan itu? Dia bisa tidur sendiri, manja sekali hidupnya." gadis itu, Rosaline mendecih, menatap remeh Shei yang masih tertidur.
"Ucapanmu sangat kasar, Rosaline Forgemotte. Jangan lupa, aku adalah Kaisar, dan wanita yang kau hina tadi adalah Istriku, Ratuku, tuan yang harus kau sumpahi Ksatria. Aku akan melupakan kejadian ini. Sekarang, pergilah." Rosaline tahu, jika Ruden sudah memanggilnya dengan nama lengkap, itu alarm merah.
Namun, apa yang harus dirinya lakukan ketika laki-lakinya pujaannya sejak kecil malah menikah dengan seorang putri dari Kerajaan yang sudah jatuh?
Ditambah, Ruden nampak melindungi wanita itu. Padahal, Rosaline sudah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk Ruden. Menjadi Ksatria daripada seorang Lady yang anggun, tidak menurut perkataan Ayahnya. Apa yang kurang dari semua itu?
"Pergilah." untuk kedua kalinya, Ruden berujar dengan suara yang dingin. Sejak dulu, Ruden memang tidak pernah bersikap ramah, pada siapa pun. Rosaline hanya mengharapkan beberapa senyuman dari pria yang dicintainya.
Rosaline masih pada duduknya yang tegak. Keras kepala tidak mau beranjak. Meskipun dia tahu setelah ini, bisa saja dirinya dipindah tugaskan jauh dari sosok pria pujaannya. "Sayang, kenapa duduk disitu? Aku merindukan pelukanmu." tiba-tiba saja, Shei bangun dari tidurnya. Pasalnya, sedari tadi dia sudah terbangun meski malas untuk bergerak. Shei duduk di atas pangkuan Ruden yang terbuka, ia mengalungkan ke dua lengannya di leher Ruden, membenamkan wajah di tengkuknya.
"Siapa? Tidak lihat ya kita sedang bermesraan begini." Shei semakin membenamkan wajahnya, menghirup dalam-dalam harum Ruden yang memekat di hidungnya, terpendam jauh dalam sudut kecil kepalanya yang masih pening sehabis bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Love The King
FantasiBagaimana Shei bisa menikahi pria yang membantai habis keluarga dan seluruh rakyatnya? Shei bukanlah seorang putri yang serta merta kuat. Dia pun memiliki batasan. Di tengah konflik batinnya dengan Ruden, Kaisar yang membantai keluarganya, sikap pr...