4 ─ Arrival

139 59 3
                                    

┏━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━┓

HOW TO LOVE THE KING

┗━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━┛

.
.
.

Butuh banyak waktu untuk benar-benar sampai ke Kekaisaran Seville. Hari-hari yang lumayan melelahkan memiliki banyak sakit pinggang ditambah punggung yang rasanya semakin membungkuk. Shei dengan damai duduk di dalam kereta kuda meski separuh hatinya ingin menunggangi kuda dengan Ruden. Mungkin melelahkan, namun, jauh dalam lubuk hatinya dia ingin unjuk gigi kalau saja Ruden tidak memaksanya di dalam kereta dengan membelalakan mata dia padanya. Shei takut pada Ruden, ingat kan?

Sekitar lusa, mereka akan benar-benar sampai. Hari semakin petang, mereka memutuskan beristirahat di suatu tempat peristirahatan yang kelewat sederhana. Dengan dua tingkat, bercat putih tulang kropos, penuh lampu di tiap sudut, ramai di lantai bawah yang berisi kumpulan orang meminum bir langsung dari segelas besar cangkir kayu yang khas.

"Shei, kemarilah." Ruden membukakan pintu keretanya yang penuh ornamen mengesankan. Jiel berdiri di depan pintu ruko itu, banyak prajurit menunggu di belakang, mereka akan menginap di desa setempat. Sebab, tidak ada yang benar-benar memiliki penginapan yang pantas. Jauh dari kota terdekat.

Ia masih dapat melihat Rosaline menatapnya penuh kebencian, para prajurit membungkuk mendapati Shei turun. "Terimakasih." Ruden menawarkan sikutnya untuk di rengkuh dengan salah satu tangan, yang berakhir dengan saling menggenggam dalam dinginnya udara Kota Opiron─kecil, lusuh dan berbau oli yang memekat. Shei memperhatikan langkah kecilnya yang tersendat, sebab kakinya yang sempat terkilir, ditambah kepala pening berhari-hari duduk kesulitan, meski dengan sofa lembut dan makanan yang mencukupi.

"Ada kamar di atas. Jika kau ingin beristirahat duluan, silahkan. Aku akan bersama para prajurit di bawah." memasuki toko kecil dengan penginapan di atas, sorak-sorai pengunjung memekakkan telinga dalam seluk-beluk banyak meja yang dipenuhi orang-orang mabuk. Atensi mereka teralihkan pada kelompok Ruden yang menonjol bahkan ketika terdiam di tengah.

Bartender nampak acuh, Jiel mendengus, mendatanginya bersama ketukan sepatu bertalinya hingga ke lutut. "Sambutlah Kaisar!" dengan dua kata itu, semua orang bergidik. Memancarkan cahaya kelam, ketakutan akan hal yang ada di hadapan. Suara geraman orang mabuk terdiam dalam arus yang berubah tenang, membawa kesenyapan. Shei merinding dalam rengkuhan Ruden yang menyapa pinggang rampingnya di sisi lain. Dia baru benar-benar paham, Ruden tidak seperti kelihatannya.

Barangkali, sikap dia selama ini hanya sebatas kehormatan seorang pria pada wanita lemah yang hancur Kerajaannya.

"Yang Mulia!" semua bersujud, gemetaran.

Shei mengernyitkan dahinya. Bartender mengesampingkan racikannya di balik meja. "Sebuah kesalahan. Keagungan bagi matahari Kekaisaran." suaranya tenang, terbiasa tanpa terusik. Setelah dititahkan untuk bangun, udara semakin menipis. Pandangan Ruden menyapu ruangan, tubuhnya terlampau tinggi untuk disandingkan dengan Shei yang kecil dan manis.

"Bersikaplah seperti biasa. Aku hanya singgah. Istriku butuh istirahat." Shei mendengus, gemetar karena geli. Mereka bahkan belum mengadakan upacara pernikahan! Wajahnya menahan tawa. Barangkali malam mereka di tenda hari itu menjadikan Shei dan Ruden tidak lagi canggung atau akan saling membunuh bahkan bila berada di satu ruangan. Shei sudah lelah, dan Ruden memang tidak suka keributan.

How To Love The KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang