Mbah Nursam tampak kebingungan dengan mendadaknya Mbah Sanawi memuntahkan darah segar dari dalam mulutnya. Ia segera mencari kain bersih untuk membersihkan darah yang keluar.
"Ambil air, Le." teriak Mbah Nursam.
"Kamu aja mas, aku nggak berani, sumurnya jauh dari rumah." Lukman tampak menyenggol Yadi sang kakak.
"Lho kok aku, kamu aja, Mas juga lagi bantuin Mbah Nursam, Masa mau nyuruh Narti?"
Lukman mengendus pelan, ia segera keluar dari bilik mengambil ember kecil dari dalam dapur. Namun, kini ia tersenyum lebar karena melihat penyimpan air yang terbuat dari tanah liat.
Lukman segera membuka penutupnya dan ternyata tak terisi air sedikit pun, Lukman mengendus kesal dengan berjalan menuju pintu bambu itu untuk keluar menuju sumur yang berjarak 20 meter.
Dengan senter ponsel miliknya, ia berjalan dengan jalan setapak kecil karena area tersebut hanya ditumbuhi rerumputan yang panjang.
Sesampainya, ia meletakan ponselnya diatas, terdapat kayu pipih yang bisa meletakkan ponsel, agar tak terlalu gelap saat menimba air ini.
Satu kerekan sudah ia dapatkan, berhenti sejenak namun akhirnya di lanjutnya sampai mendapatkan tiga kerekan. Ia berbalik dan hendak mengambil ponselnya yang berada di atas. Namun, Lukman seperti mendengar derap kaki melangkah maju menghampirinya.
Lukman pikir Mas Yadi lah yang menyusulnya, karena kasihan melihat adiknya menimba sumur ditengah malam seperti itu. Namun, derap kaki itu seperti bukan kaki manusia. Semakin jelas, namun seperti nya suara itu berbelok arah. Lukman, menyoroti suara kaki itu dengan lampu ponsel miliknya, namun tak ada siapapun disana.
Lukman melangkah pelan dengan membawa se ember penuh berisi air, hembusan angin malam meniup leher Lukman.
"Duh,"
Kini Lukman mempercepat langkahnya, agar segera menuju ambang pintu belakang rumah. Dan akhirnya Lukman tiba di pintu itu.
"Opo kui ya? kok suarane koyok ngono." batinnya.
Tak terlalu berpikir derap kaki tadi, ia langsung membawa air itu dan ditempatkannya sebagian di tempat air yang berada di dalam dapur.
Lukman membawa setengahnya untuk membersihkan sisa muntahan darah tadi.
**
"Kok lama banget?"
Yadi yang sedari tadi menunggu Lukman datang dengan menyilangkan tangannya di dada.
"Lho? nyapo nggak nyusul aku mas?"
"Sudah lah jangan pada berisik, mana airnya Le?"
Mbah Nursam dengan telaten membasuh kain yang kotor tadi dengan air yang Lukman bawa. Dengan terus berkomat-kamit membaca rapalan doa akhirnya darah itu segera bersih dari kain tadi. Lukman dan Yadi saling menatap heran satu sama lainnya, sementara Narti masih mengganti sarung bantal yang sudah kotor karena darah tadi.
"Setidaknya racun itu sedikit demi sedikit keluar dari tubuh bapakmu." Mbah Nursam berucap.
Semua menghela napas lega, sementara Lukman kembali mengingat derap kaki yang membuatnya takut ketika hendak kembali dari mengambil air di sumur tadi.
"Mbah?"
Lukman menyeret Mbah Nursam agar duduk dekat dengannya, kini ia berbisik.
"Tadi aku ambil air, kenapa ya ada suara tapak kaki jalan, tapi kayak suara kuda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Deso Mayit [ Selesai & Tahap Revisi ]
HorrorSisi kelam di sebuah Desa mistis, yang di juluki Desa Mayat. Karena kematian secara mendadak dan beruntun, mengharuskan para warga setempat mencari tahu akar penyebab dari kematian tersebut. Apa penyebab Desa tersebut di juluki Desa Mayat? Selengkap...