Mbah Nursam sudah bermalam di tempat Mbah Sanawi, mungkin sekarang ia harus kembali ke desanya.
"Mbah mulih Yo..---Mbah pulang ya.."
Raut wajah Lukman, Yadi serta Narti tampak datar dengan napas yang kembang kempis, Mbah Nursam rasa tak tega meninggalkan mereka itu.
Namun mau bagaimana lagi, mereka bertiga tidak mungkin memaksa Mbah Nursam agar tetap tinggal dirumah mbah Sanawi.
"Mbah, sek yo.."
Lukman berlari kedalam bilik peninggalan Mbah Sanawi, ia mengambil kotak kecil, ia ingat bahwa bapaknya pernah bilang kalau Mbah Sanawi meninggal terlebih dahulu sebelum Mbah Sanawi, pada akhirnya kotak kecil itu akan diberikannya kepada Mbah Nursam.
"Iki mbah.."
Mbah Nursam tampak mengernyitkan dahinya, menerima kotak kecil itu dibukanya sedikit dengan mata yang terus meneliti.
"Opo Iki Le,"
"Amanat dari bapak waktu tempo hari yang lalu, sebenarnya sudah lama, kata bapak, Mbah Nursam sudah tahu menahu tentang kotak ini."
Mbah Nursam mengangguk pelan dengan menerima kotak kecil itu dari tangan Lukman. Ditaruhnya dalam saku kecil bajunya itu.
Mbah Nursam kini berjalan pelan meninggalkan rumah sederhana milik Mbah Sanawi. Berjalan dengan santai menyusuri rumah warga desa Kojo yang terkenal sederhana ditepi hutan dan sungai besar. Para warga yang berpapasan dengan Mbah Nursam tampak segan.
Hingga Mbah Nursam tampak melihat anak lelaki kecil tengah memakai sepatu di halaman rumahnya, Mbah Nursam dengan ramah melambaikan tangan dengan tersenyum simpul.
Ibu yang diduga ibu dari anak ini, tampak keluar dari rumahnya dengan beberapa bakul dalam gendongannya itu. Ya itu, Ningrum.
Ningrum mengernyitkan dahinya, melihat pria tua yang diduga Mbah Nursam itu tengah melambaikan tangannya. Ningrum segera menghampiri Mbah Nursam yang memang sudah berdiri sejak tadi.
"Mbah Iki, sopo nggih?-- Mbah ini, siapa ya?"
Mbah Nursam sedikit tersenyum dengan merapikan sorban yang terlilit pada lehernya itu.
"Nursam, saudara dari Mbah Sanawi."
Ningrum hampir memalingkan wajahnya setelah ia tau bahwa Mbah Nursam ini masih saudara dengan mbah Sanawi.
"Monggo Mbah, saya banyak kerjaan."
Ningrum dengan tak sopan berbalik lalu segera mengambil bakul yang berada diteras rumahnya, dibarengi Akbar yang berjalan di belakang Ningrum.
Raut wajah Mbah Nursam kembali berubah, melihat tingkah Ningrum yang seolah-olah ingin menjauhinya, padahal baru saja bertemu.
Kini Mbah Nursam kembali meneruskan perjalanan nya, ia lebih suka berjalan kaki daripada harus menggunakan angkutan umum. Walaupun banyak orang yang menawarkan ojek padanya.
Hingga pada akhirnya tiba disebuah jembatan besar, yang memang sudah terkenal ke angkerannya. Mbah Nursam berdiri sejenak, melihat air mengalir yang tenang hanyut terbawa ketempat yang lebih rendah.
Ia menatap sejenak, namun tiba-tiba dikejutkan Yadi dengan sepeda motornya.
"Mbah! Jerene mulih?-- Mbah! Katanya pulang?"
"Iya, Le."
"Ayo, Tek anterin aja, lagian masih lumayan jauh rumahnya."
Mbah Nursam kini tak menolaknya, ia lebih baik ikut satu motor dengan Yadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deso Mayit [ Selesai & Tahap Revisi ]
TerrorSisi kelam di sebuah Desa mistis, yang di juluki Desa Mayat. Karena kematian secara mendadak dan beruntun, mengharuskan para warga setempat mencari tahu akar penyebab dari kematian tersebut. Apa penyebab Desa tersebut di juluki Desa Mayat? Selengkap...