21

1.3K 51 2
                                    


Ending.

**

     Ya, mereka datang dengan sengaja pada malam itu juga, Mbah Nursam kembali merautkan wajah masam namun sesuatu hal lain telah menyelimutinya.

     Lukman tampak tak fokus saat tahlil itu di mulai, namun para warga desa Kojo melakukannya dengan amat khidmat.

     Tampaknya setelah tahlil tersebut Mbah Nursam sedikit lega, karena sepertinya desa Kojo dapat pulih seperti sedia kala, dan ilmu penglaris itu perlahan memudar dan tidak akan menganggu desa Kojo itu.

     Beberapa wejangan tampak Mbah Nursam sampaikan hingga, ia dengan sengaja memanggil nama Sabeni dan Ningrum agar duduk berada di samping Mbah Nursam.

     Degup jantung Lukman kini terdengar cukup kuat disaat ia harus duduk berdampingan dengan Mbah Sabeni itu. Rasanya tidak nyaman.

"Maaf nak," bisik Mbah Sabeni pelan.

     Mbah Nursam mempersilahkan agar mereka berdua berbicara apa yang akan mereka sampaikan kepada warga desa Kojo.

     Lukman menarik matanya menatap penuh pada Mbah Nursam, sepertinya Mbah Nursam menginginkan Mbah Sabeni agar duduk di depan bersama dirinya.

     Lukman menggeser tempat duduknya sembari terus menatap Mbah Nursam tajam.

"Ngapunten, warga desa Kojo. Jaga sopan santun kepada Mbah Sabeni, beliau sesepuh di desa sebrang."

     Tampaknya para warga desa Kojo tak tau menahu asal usul Mbah Sabeni ini, hingga Ningrum yang menjadi sorotan mengapa ia mengenal dengan pria tua itu.

     Lukman duduk terdiam melihat Mbah Nursam tampak berbisik pada Mbah Sabeni, yang ia tahu Mbah Nursam amatlah tidak menyukainya namun kini berbeda tak seperti hari kemarin.

"Mbah Sabeni kui sopo?" pak Parman yang antusias ingin tahu, tampak menyiku Lukman pelan.

"Temennya Mbah Nursam." jawab Lukman pelan.

     Ningrum yang duduk disebelah kanan Mbah Nursam terus menerus menunduk tak memandang warga maupun yang lainnya, ia tampak menangis sesenggukan walaupun terus ia tutupi dengan hijab panjangnya.

     Namun tampaknya Mbah Sabeni tak kunjung mengutarakan apa yang akan ia sampaikan, Lukman segera menepuk pundak Mbah Nursam pelan, karena waktu sudah malam, kasihan kepada warga yang sudah merasa lelah dan ingin ber istirahat.

     Mbah Nursam mengangguk pelan, tahu apa yang Lukman isyaratkan. Dengan segera Mbah Nursam menyampaikan maaf dan terimakasih kepada semuanya yang telah berusaha semaksimal mungkin memulihkan desa Kojo yang sempat menjadi buah bibir di kalangan masyarakat.

     Ia juga menyampaikan terimakasih kepada Lukman, anak bungsu dari Mbah Sanawi yang terus menemani dirinya hingga akhir prosesi tahlil ini.

     Dan juga, Mbah Sabeni dan Ningrum yang akan menyampaikan permohonan maaf yang mungkin saja warga desa Kojo tak dapat menerima permohonan maaf itu.

"Permohonan maaf seperti apa Mbah?" tanya seorang pria paruh baya pada Mbah Nursam.

     Mbah Nursam amat ragu untuk menjawabnya, karena sedari tadi Mbah Sabeni tampak canggung dan sungkan untuk mengatakan maaf itu. Tampaknya akan berakhir sia-sia.

     Mbah Nursam menghela napasnya panjang, mengawali dengan bismillah sebelum mengatakan hal yang memang sangat amat sulit.

     Mbah Nursam kembali mengatakan, bahwa Mbah Sabeni dan Ningrum ingin meminta maaf telah menggemparkan desa Kojo, terlebih karena ada kejadian warga yang meninggal secara beruntun dan itu semua kecerobohan dari Mbah Sabeni dan Ningrum itu sendiri.

     Semua warga tampak kebingungan, dan beberapa dari warga paham jikalau semua kejadian itu adalah ulah dari Mbah Sabeni dan Ningrum.

"Tapi pak Bu.."

     Ningrum memotong pembicaraan Mbah Nursam hingga para warga itu menyangkal akan melaporkan Ningrum ke pihak yang berwajib karena sudah merugikan desa mereka.

"Tolong, jangan gegabah."

     Mbah Nursam kembali di liputi rasa bersalah karena terlalu terburu-buru menyampaikan itu, hingga warga desa Kojo yang terkenal dengan ke egoisan mereka tak bisa di leraikan.

**

     limabelas menit berlangsung amat gaduh, semua tak terima dengan ulah Mbah Sabeni serta Ningrum yang sangat merugikan, terlebih merenggut nyawa orang.

     Namun itu hanya berlangsung sebentar karena Mbah Sabeni dengan lantangnya menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi dan ia pun menjelaskan siapa jati dirinya sebenarnya.

     Dengan emosi yang menyulut, Lukman tampak dengan sabar memberi arahan agar warga tetap menerima dengan lapang dada, termasuk Lukman sendiri yang kehilangan bapaknya, Mbah Sanawi.

Mbah Nursam kembali merangkul Lukman yang tampak ikut andil dalam hal ini.

"Sudah Le, kamu jangan ikut memberi arahan kepada warga, duduk saja."

     Namun tangis itu pecah, ia rasa tengah dinasehati oleh sang bapak, Lukman malah merangkul Mbah Nursam dengan hangatnya.

"Mbah, bapakmu yo meninggal gara-gara mereka ya?"

     Mbah Nursam kembali di liputi rasa prihatin, kembali menjelaskan bahwa ini hanya kecerobohan mereka saja, tidak ada unsur kesengajaan, dan ini adalah kuasa Tuhan.

     Dari gaduh perlahan membaik, semua dengan berat hati menerima apapun yang telah mereka katakan.

"Ini hanya salah permohonan, ada unsur kecerobohan tidak ada kesengajaan sama sekali. Bukan begitu pak Sabeni?"

     Mbah Sabeni tampak mengangguk pelan walaupun dengan raut wajah yang merah padam, menanggung rasa malu itu sendiri.

     Namun dengan terbongkar kasus itu, tampaknya sedikit warga dapat menerima apa yang sudah terjadi sebelumnya. Dengan syarat Ningrum dan Mbah Sabeni harus keluar dari desa Kojo dan membayar seluruh denda yang sudah di tentukan.

"Tapi Mbah, rumah saya?"

     Ningrum tampak tak terima dengan keputusan warga yang mengusir paksa Ningrum agar tak tinggal di desa Kojo lagi. Apalagi dengan denda yang tak tau pasti berapa yang diminta oleh desa Kojo.

"Itu konsekuensinya karena kau telah ceroboh!" bisik Mbah Sabeni tajam.

     Mbah Nursam tampak sudah menyerahkan semuanya ke warga, ia tak ada urusan apa-apa lagi untuk masalah ini, semua keputusan ada di tangan mereka termasuk Mbah Sabeni dan Ningrum.

"Saya hanya berupaya membongkar dalang dari semua ini, untuk keputusan yang lainnya silahkan, itu urusan kalian semua termasuk pak Sabeni." tatapan Mbah Nursam tajam.

     Mbah Nursam menarik tangan Lukman paksa, keluar dari are masjid lalu kembali kerumah Lukman.

"Mbah? sudah beres semuanya?"

     Mbah Nursam mengangguk pelan, ia memutuskan untuk membawa Lukman tinggal di desanya karena ia tak punya siapapun di desa itu lagi, membiarkan rumah sederhana ditinggalkan walaupun banyak kenangan didalam dengan Mbah Sanawi termasuk kedua kakaknya yang telah menikah.

     Rencana selanjutnya adalah membimbing Lukman dan menjadikan Lukman sebagai anak hingga suatu saat Lukman bertemu dengan tambatan hatinya.

tamat.


Deso Mayit [ Selesai & Tahap Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang