Kelas Master Chef

26 15 44
                                    


Malam ini terasa mencekam, angin kencang berhembus menerbangkan dedaunan. Awan hitam mulai menutupi cahaya bulan.

Ia tidak suka kegelapan tapi malah suka memakai pakaian berwarna gelap. Andai kedua kakak dan ayahnya tahu bahwa ia sering diganggu makhluk tak kasat mata, mungkin saat ini ia tak akan ditinggal sendirian. Untunglah pamannya berbaik hati menampungnya hingga ayah dan kakaknya pulang.

Terdengar suara alunan merdu piano dan gitar yang dimainkan oleh dua bocah laki-laki berusia 8 tahun. Alta, gadis kecil itu tampak serius mendengarkan alunan musik dari kedua temannya.

Beberapa saat kemudian Alta mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Mata merah melotot dan senyum menyeringai bak serigala liar yang hendak menerkam mangsa. Gayanya bagaikan koboy tua dengan tato berbentuk kalajengking di lengan kirinya yang memegang senapan, ia berjalan melewati ketiga anak tersebut. Alta terkejut dan langsung memeluk anak laki-laki disampingnya yang masih asyik memetik gitar.

"Kenapa Al?" tanyanya meletakkan gitarnya di samping piano.

"A-aku ... tadi," Alta menghentikan ucapannya saat melihat wajah kedua temannya berubah seperti wajah koboy tua dengan senapan yang tadi ia lihat.

"A-AAAAHH... AYAH, IBU, TOLONG!"

...

"Al, bangun!" Key menepuk pipi Alta berulang kali namun ia hanya menggeliat di balik selimut dengan buliran bening di dahinya. 

"Minggir bang, biar Eja yang bangunin. Bismillah headshoot!" Air menyembur dari pistol mainan berwarna hijau itu membasahi wajah Alta.

"Bang EJAAA!" Alta terperanjak bangun mengusap kasar wajahnya yang bercampur dengan air dan keringat dingin. Sedangkan kedua pelaku itu sudah lari terbirit-birit dengan suara tawa yang menggema. 

Alta menghela napas sembari mengumpulkan nyawanya, "Hm, mimpi buruk lagi."

...

"Bang Eja bisa enggak anterin Al ke dokter Sam buat kontrol?"

Reza alias Eja -kakak kedua- Alta menggeleng cepat. "Suruh si bang Key, hari ini abang ada kelas pagi." ucapnya dengan mulut penuh nasi goreng menimbulkan kesalah pahaman di antara ketiganya.

"Apa? Kau mengataiku bangke?" tanya Key yang salah dengar dengan ucapan Reza. Anak pertama yang bernama Keyza itu sebenarnya kurang menyukai namanya sendiri dengan alasan mirip nama perempuan.

"Aku bilang bang Key, bang-spasi-key!" ucapnya sedikit kesal untuk meluruskan kesalahpahaman sebelum ia babak belur.

"Makanya jangan ngomong kalo mulut penuh," ucap Alta lirih.

"Udah Al, cepat habiskan sarapannya," sahut Key dibalas anggukan.

...

"Dok kayaknya saya mulai gila deh." Alta membuka pembicaraan dengan nada frustasi.

Dokter Sam mengerutkan dahinya, "Berdasarkan pemeriksaan kamu ini sehat kok. Jangan khawatir, orang tidak menggila semudah itu," jawabnya terkekeh pelan. Ia adalah seorang dokter psikologi sahabat Ibu Alta. Sejak kepergian Ibunya dokter Sam banyak membantu Alta mengatasi pikiran-pikirannya yang kacau.

"Tapi Dok, belakangan ini kilasan balik masa lalu sering datang ke mimpi Alta. Apa itu efek samping dari trauma? Atau karena obat baru? Dokter Sam, apa aku bisa-bisa mati muda?" Gadis dengan seragam putih abu-abu itu menyenderkan punggungnya di kursi menatap langit-langit rumah sakit dengan begitu lesu.

"Hey, jangan mendiagnosa diri sendiri, Alta. Belakangan ini sepertinya kamu sedang stres kan?" Tanyanya mengulum senyum, lebih tepatnya menahan tawa melihat Alta yang ntah sejak kapan jadi begitu cerewet karena takut mati muda.

Alta tertegun. 'Benar juga, belakangan hari-hariku cukup berat.'

"Sudah hampir jam setengah delapan, enggak ke sekolah?" tanya dokter Sam membuat Alta mengalihkan pandangannya ke layar ponsel yang menunjukkan pukul 07.14.

"Oh masih ada enam belas menit lagi," gumamnya santai lalu pamit.

...

"Huh, emteka doang mah gampang, semua rumus juga udah gua kumpulin. Yok bisa, pasti bisa!" Ucapnya lalu mengeluarkan beberapa buku dari dalam tasnya.

Melihat sampul buku itu saja sebenarnya sudah membuat bulu kuduknya berdiri. Jika saja ia adalah karakter Super Sonic dalam film kartun mungkin sekarang ia sudah lari sejauh mungkin menghindari pelajaran matematika.

"Deny mempunyai uang 4 kali lipat uang Dany. Sedangkan uang Dani hanya ¼ dari uang Doni. Uang Dony hanya ½ uang Diny. Uang siapakah yang paling banyak?"

"Matematika itu mudah, cukup bermain dengan logika bukan?" Gumam Alta. Gadis itu mencoba serius mengerjakan tugasnya

"Deny, lu bawa uang saku berapa?" Tanyanya sedikit berbisik kepada seorang siswa yang duduk di sisi kirinya.

"Psst ... Alta, bagi jawaban nomor lima dong, bentar lagi waktunya habis." Bisik seorang siswa yang duduk di belakang gadis bernama Alta itu.

"Nih, mumpung gue lagi baik," jawabnya seraya memberikan bukunya.

"Thanks."

"Baik, waktunya sudah habis. Angkat tangan kalian dan jangan ada lagi yang menulis! silahkan kumpul buku tugas kalian ke depan!" Titah seorang guru dengan gaya yang khas sembari menaikkan kacamatanya yang melorot ke hidung.

"Buset, berasa di master chef kita," bisik beberapa siswa diikuti dengan suara kekehan.

***

"Aquila Altair, MAJU KE DEPAN!"

"Kayaknya Alta hari ini bakalan dieliminasi dari kelas master chef  deh," bisik seorang siswa membuat yang mendengarnya terkekeh.

"Iya bu, kenapa?" tanya Alta berdiri di sebelah bu Atma, guru matekamatika yang khas dengan kaca mata melorotnya.

"Deny, sini maju. Bacakan dengan lantang jawaban yang di tulis Alta!" Titah bu Atma.

"Nomor satu, Deny mempunyai uang 4 kali lipat uang Dany. Sedangkan uang Dany hanya ¼ dari uang Doni. Uang Dony hanya ½ uang Diny. Uang siapakah yang paling banyak?

Jawab, uang Alta paling banyak dari pada uang Deny. Karena Deny jarang bawa uang ke sekolah." Deny yang membaca jawaban Alta seketika tertohok. Ia tau bahwa dirinyalah yang Alta maksud.

Semua siswa tertawa mendengar jawaban Alta namun tak sedikit yang mencibirnya. 

"Nomor dua, Seorang penjual mie ayam mendapat pesanan 10 mangkuk dan dia harus mengantarkannya ke sebuah toko. Jika penjual mie hanya sanggup membawa 3 buah mangkuk mie, barapa kali pergi ke toko tersebut untuk mengantar seluruh pesanan?

Jawab, satu kali antar."

"Maksud kamu apa, Alta?" tanya bu Atma.

"Jadi logikanya gini bu, Kalau kau punya toko maka kau harus punya pegawai. Maksud saya kan bisa dimisalkan kalau penjual mie ayamnya adalah Bi Jum. Jadi cukup sekali antar doang bu, soalnya ada aku, Adit sama ersya yang bisa bantuin nganter pesanannya. Ya nggak Dit, Sya?" Jawab Alta melambaikan tangan kepada dua sahabatnya yang menahan malu melihat ulah Alta.

"Aquila Altair, KELUAR DARI KELAS SAYA SEKARANG!" Gema teriakan bu Atma memenuhi setiap sudut kelas.

"Yah, Alta beneran dieliminasi dari kelas master chef." keluh beberapa orang siswa.

...

"Nak Al enggak belajar?" tanya Bi Jum menyuguhkan kopi susu kesukaan Alta.

"Di suruh keluar sama Bu Atma, bi." Jawabnya dengan santai.

Bi Jum hanya menggeleng-gelengkan kepalanya karena sudah biasa melihat Alta dikeluarkan ditengah pelajaran karena tingkahnya.

"Kalau neng Al mau belajar privat, bibi punya cucu yang jago matematika loh."

Alta berpikir sejenak, "Boleh bi! Tapi cucu Bi Jum ganteng ga?"

Bi Jum terkekeh melihat Alta antusias setelah mendengar usulannya. "Ganteng poll neng. Yaudah, nanti bibi bicara sama dia dulu ya."

"SIAP!"

***


ALTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang