Awan kelabu masih setia di langit memancarkan sirat duka seiring dengan butiran air yang perlahan meluruh. Hawa dingin yang kian berdesir menyelimuti pagi yang mencekam. Dingin yang begitu menusuk membuat Alta enggan beranjak dari singgasananya. Dan berakhir ia bangun kesiangan. Mau tidak mau Alta harus naik bus. 'Ah, menyebalkan.' lirihnya menghela napas panjang saat naik ke dalam bus. Ia sangat menghindari tempat yang terlalu ramai dan berdesakan.
"Permisi pak, ibu ini sedang hamil. Bisa tolong beri dia tempat duduk?" tanya Alta mencoba bersikap sesopan mungkin. Ia tidak tega melihat seorang ibu yang sedang hamil tua berdiri sambil menopang perutnya.
"Jika kau hamil tinggal saja di rumah, menyusahkan!" Cibir bapak tua yang berbadan gempal itu.
"Tapi pak-"
"Saya masih kuat berdiri nak, makasih." Sahut ibu hamil tersebut, memotong perkataan Alta yang mencoba membelanya.
"Anak-anak zaman sekarang tidak sopan. Beraninya membentak orang tua," gumam bapak-bapak tersebut.
Ntah dari mana asalnya, seorang siswa dengan seragam yang sama dengan Alta tiba-tiba datang dan berdiri di samping Alta. "Apa salahnya pria hamil yang ingin duduk di kursi khusus wanita hamil, Al-ta?" Sahutnya sambil membaca papan nama Alta.
"Enggak nyangka kita ketemu di sini ya. Lihat perutnya, besar dan tebal. Pasti anak perempuan ya, pak?" Penumpang lain yang mendengar pria itu, terkekeh pelan.
Sementara bapak itu refleks memegang perutnya. "APA? BE-BERANINYA KAU MENGEJEK ORANG TUA?" Bentaknya yang ingin berdiri namun segera dicekal.
"Eh, enggak apa pak. Silahkan kembali duduk, sepertinya kau akan lebih dulu melahirkan daripada ibu ini jika dilihat dari perut besarmu."
"Astaga, anak ini lucu sekali." Bisik salah seorang penumpang sambil terkekeh geli bersama rekannya.
Berselang beberapa menit Bus tiba di terminal. Bapak tadi pun segera berdiri dan keluar tanpa sepatah katapun.
"SEMOGA KELAHIRAN ANAK PEREMPUANMU LANCAR, PAK!" Teriak pria itu melambaikan tangan lalu mempersilahkan ibu hamil tadi duduk.
Melihat Alta ikut turun, ia pun menyusulnya.
"Hei, Aquila Altair!" Panggilnya seraya menyelaraskan langkah Alta.
Alta memutar bola matanya dan menoleh, "Maaf, siapa?"
"Oh iya, belum kenalan. Aku Albian, panggil Albi atau Bian."
" Yang nanya."
Albi tertohok dan tersenyum kecut mendengar jawaban Alta yang cukup menjengkelkan di pagi hari.
"Eh, tunggu." Albi meraih pergelangan Alta namun segera melepasnya saat gadis itu menoleh dengan tatapan setajam elang.
"Ma-maaf. Aku hanya-"
"ALBI!" Panggilan itu mengalihkan pandangan Albi dan melambai ke sumber suara tadi.
"Oh, Alta! Kalian saling kenal?" Sosok yang memanggil Albi adalah Ersya.
"Hahaha tidak, kami baru saja kenalan, iyakan Alta?" Jawab Albi sedikit kaku.
"Iya,"
"Astaga Alta, kau tidak boleh bersikap dingin dengan Albi. Dia ini juga sahabatku," Ersya yang mencoba membela Albi tidak digubris. Sepertinya hari ini mood Alta sedang kacau.
"Itu makalah kelompok kita yah Al?" Tanya Ersya lalu mengambilnya dari Alta.
Ersya yang baru saja hendak mengembalikan makalah tadi tersadar dan menatap ada sesuatu yang aneh. "Al, sejak kapan kau memakai gelang?"
Pertanyaan Ersya mengalihkan pandangan Alta ke pergelangan tangan kirinya. Ditangannya melingkar sebuah gelang berwarna putih dengan hiasan batu permata biru. Ia tertegun sejenak, selama hidupnya gadis itu tidak pernah memakai perhiasan dan tidak menyukainya.
"Gelang? Aku juga tidak tahu dari mana asalnya ini." Jawabnya yang juga kebingungan. Dilihatnya dengan seksama tapi tetap saja benda itu sangat asing dalam penglihatannya.
"Mana mungkin bisa tiba-tiba muncul, Al. Atau jangan-jangan itu seperti jimat atau benda ajaib? Gimana menurutmu, Albian?" Tebak Ersya asal dan melempar pertanyaan kepada Albi.
"Wah, gelangnya cantik." Puji Albian.
"Ntahlah, ayo cepat masuk, kita sudah hampir telat." Alta mencoba menghilangkan rasa penasaran yang menghantuinya.
"Bye Albi, kita duluan." Pamit Ersya dibalas lambaian oleh Albi.
Sebenarnya saat ini ada sesuatu yang mengganjal di hati Alta, ditambah dengan kehadiran sebuah gelang secara misterius. Rasanya sungguh membingungkan. Ia mencoba melepaskan gelang itu tapi tetap saja tidak bisa. Layaknya gelang itu bukan gelang biasa yang bisa dengan mudah dilepas bahkan dengan cara apapun.
***
"Apa kau sudah pernah dengar tentang ini sebelumnya?" Bisik sekumpulan siswi di sepanjang lorong kelas.
Seperti api yang membakar rumput liar, rumor itu menyebar dengan cepat dari telinga ke telinga. Tentang sebuah telepon tua di sekitar gedung sekolah yang konon bisa mengabulkan apapun permintaanmu. Tempat itu memberikanmu sebuah kesempatan yang bagus. Tapi hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihat telepon tua itu. Namun dibalik semua itu tentu ada harga yang harus dibayar setelah permintaanmu terkabul.
Jadi, jika itu kau apakah kau tertarik mencobanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAIR
General FictionPernahkah kalian mendengar Summer Triangle? Summer Triangle atau dalam bahasa Indonesia berarti Segitiga Musim Panas merupakan tiga bintang paling terang yang membentuk segitiga raksasa di langit utara pada malam musim panas. Tiga bintang ini terdir...