Berduka

2 0 0
                                    

Arak-arakan awan hitam menghiasi langit. Tak lama turunlah butiran air secara perlahan. Seolah turut berduka atas kematian Hana yang memberikan duka mendalam dan penuh misteri. Semua siswa telah dipulangkan kecuali Alta, Albian dan beberapa sahabat Hana setelah berita itu sampai di telinga kepala sekolah . Penyelidikan pun berlangsung saat jenazah korban telah dievakuasi.

"Beberapa hari ini Hana memang terlihat murung, tapi kami pikir karena ia kelelahan menjaga ibunya semalaman di rumah sakit." Ucap Sela kepada penyidik.

"Tadi pagi Hana terlihat ceria dan membawa berita baik. Namun ditengah pembelajaran Ia terlihat sangat pucat dan gemetaran, saat itu aku menawarkannya pulang dan dia menolak." Lanjut Frana.

"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" Tanya sang penyidik.

"Hana hanya izin ke toilet dan tidak kembali lagi setelah Alta menemukannya telah terjatuh." Frana menangis tersedu-sedu.

Kini giliran Alta dan Albian yang menjelaskan kejadian sesuai yang terjadi. Sebenarnya Alta ingin menceritakan bahwa sejak pagi Hana telah di ikuti oleh sosok wanita berambut panjang yang menutupi separuh wajahnya dengan menggendong boneka beruang yang sudah tidak utuh alias tercabik-cabik. Namun jika Alta menceritakan itu mungkin saja penyidik dan teman-temannya akan menganggap dirinya gila.

"Apakah kalian tidak melihat seseorang yang mencurigakan saat itu?" Tanya penyidik di balas gelengan oleh Alta dan Albian.

"Pembunuh itu sangat cerdik!" Ujar penyidik dengan frustasi. Baru kali ini Ia mendapatkan kasus yang sama sekali tanpa bukti dan saksi mata. Introgasi pun dicukupkan dengan hasil yang mengecewakan. Kejadian itu hanya menyisakan duka dan misteri.

...

Malam ini nampak begitu temaram tanpa adanya sang bintang maupun rembulan yang menghiasinya. Suara binatang pun tampak bersahut-sahutan menambah kelamnya malam.

Kirei baru saja selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya. Setelahnya, ia menuju dapur mencari sesuatu yang kira-kira dapat dimakan.

"Oh iya, kemarin Ayah beli stroberi kan?" ujarnya saat teringat pemberian ayahnya.

Naas yang dicari gadis itu telah tiada saat ia selesai memeriksa setiap sudut kulkasnya.

"Bang Ejaaaa!" Suara gadis itu membuat sosok yang sedang bermain game terperanjak.

"Apa sih?" Jawabnya.

"Bang Eja lagi kan yang habisin stroberi yang Ayah beli?" Alta tentu tahu pelaku yang mencuri miliknya. Hanya ia dan Reza yang suka makan stroberi.

"Makan dikit doang kok, dek." Ucap Reza cengengesan.

"Dikit? Sedikit demi sedikit sampai habis gitu?"

"Besok Bang Eja ganti deh atau sekarang nih? Baru jam 10 lewat sih, tapi kayaknya toko buah sudah tutup." Ucap Reza sedikit beralibi.

"Sudahlah, besok saja. Alta sudah berselera." Balas Alta lalu meninggalkan kakaknya.

Alta merebahkan tubuhnya di kasur. Ia memejamkan matanya sekilas terlintas suatu pikiran dibenaknya. Mengapa kejadian tewasnya Hana terjadi saat rumor telepon tua itu sedang hangat-hangatnya dibicarakan para siswa Star Akademi?

...

Terpaan sinar hangat matahari memeluk dirinya. Membawanya dalam balutan kerinduan yang terpendam. Dalam Ruang mimpi Alta, Ia sedang memejamkan matanya di tengah padang rumput hijau yang dipenuhi dengan bunga Daisy. Membuat tempat itu begitu indah sehinnga siapapun yang ada disana enggan beranjak.

Alta membuka matanya perlahan, ia menghembuskan napas berat, hidupnya saat ini seperti puzzle. Ia sendiri kebingungan menerka-nerka dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun, untuk saat ini ia tidak boleh menyerah dan acuh, ada beberapa hal yang harus ia selesaikan.

Di dalam balutan seragam,  Alta menatap dirinya di depan cermin. Pakaian seragam berwarna putih dengan rok yang panjangnya selutut , berlengan pendek dengan baret keemasan yang menghiasinya seakan pas ditubuh Alta.

Ia menatap wajahnya dengan seksama. Mata yag terlihat tajam dengan pupil berwarna hitam pekat senada dengan rambutnya, hidung yang termasuk dalam kategori mancung persis Almarhum Ibunya.

Alta menyambar tas dan kacamata yang harus ia pakai untuk menghindari tatapan para makhluk menyebalkan itu. Disampingnya terdapat jaket Albian yang kala itu Ia gunakan beberapa hari lalu saat ia diantar pulang setelah diintrogasi.  Ia memasukkan jaket hitam itu ke tasnya  dan akan segera mengembalikan kepada pemiliknya. Saat memasukkan jaket tersebut, gelang misterius yang melingkar ditangannya seakan berkilau sebentar lalu meredup kembali. Ia sedikit terheran namun menghiraukannya karena tidak ingin menambah beban pikirannya.

...

Suasana kelas tampak begitu hening, padahal biasanya saat sebelum pelajaran berlangsung semua muird heboh dengan dunianya masing-masing. Hari ini semua siswa tampak muram, masih berkabung atas meninggalnya Hana. 

Tidak ada seorang pun yang angkat bicara. Mereka semua kompak menunggu guru yang mengajar hari ini. Bahkan Sela yang notabenenya paling cerewet pun bungkam.

"Selamat Pagi semua," sapa Bu Anna memecahkan keheningan.

"Selamat Pagi..." Jawab para siswa dengan lesu.

"Saya mengerti kalian semua masih merasakan duka atas kepergian teman kalian, tapi kita tidak boleh terus-terusan muram. Kita hanya perlu mendoakan yang terbaik untuknya, semoga tidak terulang kejadian yang sama di sekolah kita." Ucap Bu Anna dengan tenang namun tetap saja tidak menghilangkan kegusaran murid kelas.

"Seperti yang kalian tahu kasus ini bukanlah hal yang biasa dan pihak yang berwenang telah menyimpulkan bahwa kasus ini murni bunuh diri. Kami harapkan kalian saling mendukung jika melihat ada yang sedang kesulitan." Lanjut Bu Anna membuat seluruh siswa terkejut atas pernyataan bahwa kejadian Hana merupakan tindak bunuh diri. Bagaimana bisa Hana bunuh diri saat hari itu juga ia membawa kabar gembira bahwa Ibunya telah kembali sehat, pikir para siswa.

"Oke, sepertinya itu saja yang perlu Ibu sampaikan, sekarang kita masuk dalam materi. Silakan buka buku paket kalian." Titah guru bahasa Inggris tersebut.

***

ALTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang