Permintaan

2 0 0
                                    

Dalam sebuah ruang mimpi, seorang gadis merebahkan tubuhnya di bawah sebuah pohon besar yang rindang. Diiringi angin sepoi yang membelai wajahnya seakan menerbangkan segala beban yang dipikulnya. Burung-burung pun saling bersahutan dan menari dengan bebasnya. Bersamaan dengan hadirnya mentari menciptakan suasana yang penuh kehangatan. Alta menatap keindahan itu dengan senyum hangat. Berharap di kehidupan nyatanya seindah ini.

Namun itu semua tidak berlangsung lama. Matahari yang terik tadi kini tenggelam di balik awan kelabu dan balutan kabut. Semua burung tiba-tiba beterbangan menjauh. Berganti dengan kehadiran sejumlah burung gagak yang terbang di atas mengitarinya. Alta segera bangkit dan menatap sekawanan burung gagak tersebut. Ada yang tidak beres.

Alta terbangun dengan napas yang tersengal. Ia diselimuti perasaan yang aneh. Dapat dikatakan bahwa mimpi yang dialami gadis itu adalah suatu pertanda. 

Alta dengan cepat mempersiapkan dirinya untuk ke sekolah, sepertinya ada sesuatu yang harus Ia selidiki.

***

"Selamat pagi anak-anak!" Ibu Rini yang merupakan wali kelas XI IPS 1 datang dengan wajah cerah seperti biasanya.

"Selamat pagi bu!" Jawab semua siswa serentak dengan berbagai pikiran bertanya-tanya informasi apakah yang akan disampaikan wali kelasnya itu.

"Kalian pasti bingung kenapa saya berada di hadapan kalian padahal bel masuk masih 15 menit lagi. Ada hal penting yang ingin saya sampaikan. Mulai hari ini kelas XI IPS 3 akan dilebur ke setiap kelas. Oleh karena itu kalian akan belajar bersama dengan beberapa teman-teman kalian dari kelas sebelah selama renovasi gedung." Jelas bu Rini. Berselang beberapa menit beberapa siswa dari kelas XI IPS 3 masuk.

"Baik jadi di sini ada Andini, Albian, Mutiara, Reynaldi, Rifky Ardiansyah dan Reva Angraini. Silakan duduk di bangku kosong dibelakang."

"Baik, Bu!"

"Albi, sini!" Suara antusias Ersya memanggil sahabatnya itu untuk duduk di belakang Alta dan Adit.

"Wah, selamat pagi Adit, Ersya, Alta." Sapa Albi menghampiri kursinya.

"Pagi, Albi." Balas ketiganya hampir bersamaan.

Di sela percakapan para siswa terdengar satu suara yang cukup jarang terdengar beberapa hari ini.

"Selamat pagi, teman-teman!"

"Oh, Hana! Apa kabar, kamu sudah sehat?" Sela yang merupakan teman dekat Hana menghampirinya.

"Iya, Sel. Ibuku juga sudah sehat dan sudah melewati masa kritisnya." Jawabnya sumringah.

"Wah, syukurlah Hana sudah tidak murung lagi." Celetuk Frana, teman sebangku Hana.

Berbagai ucapan selamat di berikan kepada Hana.

...

 "Hana!"

"Hana, permintaanmu sudah ku kabulkan. Mana bayaranmu?"

Ditengah diskusi kelompok suara itu terdengar memanggil nama Hana. Suara yang hanya bisa didengar oleh pemilik nama itu dan seorang gadis lainnya.

"Sekarang waktumu untuk membayarnya, Hana!

"Hana! Kamu tidak berpura-pura melupakan janjimu, kan?"

'Suara apa itu?' Lirihnya saat ia mendengar bisikan di telinganya. Keringat dingin mulai menyelimuti dahi gadis itu. Suara yang terus memanggil namanya  terus menggema di telinga Hana.

"HENTIKAN! DIAMM!" Teriak Hana mengagetkan seluruh siswa dan menatap gadis itu penuh tanya.

"Hana, kau kenapa?" Tanya Frana khawatir.

"Ah, maaf. Bukan apa-apa.." Jawab Hana terbata-bata.

"Kamu tidak apa-apa? Kalau kurang sehat biar kuantar pulang."

"Iya nggak apa-apa kok. Aku ke toilet dulu." Pamit Hana.

Alta yang saat itu menyadari ada yang mengganggu Hana dengan segera menyusulnya.

"Kemana sosok itu membawa Hana?" Ujar Alta dengan napas yang tersengal. Baru saja Ia berhenti berlari terdengar suara benda yang terjatuh.

"Brug!" Layaknya benda yang jatuh dari ketinggian. Pasalnya kelas Alta berada di lantai 3.

Alta yang mendengar itu seakan merasakan sesuatu yang buruk. Keringat dingin menyertai rasa cemasnya. Ia menatap sekitar dan ternyata tidak ada seorang pun di sepanjang lorong kelas. Langsung saja jantung Alta bekerja lebih ekstra. Dia segera berlari ke sumber suara.

"Argh! Semoga firasatku salah." Alta berlari dengan cepat untuk melihat apa yang terjatuh. Bunyinya seperti dijatuhkan dari balkon samping yang menghadap gedung kelas terbengkalai. Ini bisa saja menjadi kemungkinan terburuk karena balkon itu jarang dihampiri siswa.

Sesampainya di sana Alta tidak menemukan tanda keanehan. Langsung saja kepalanya segera menengok ke bawah melihat benda apakah yang terjatuh. Gadis itu membelalakan matanya saat melihat benda yang jatuh tersebut.

"AAARGH!" Teriak Alta begitu kencang melihat apa yang baru saja terjadi.

Ini benar-benar mimpi buruk yang nyata. Ternyata benda yang jatuh tersebut adalah teman sekelasnya, Hana. Yang ia lihat sekarang jauh lebih mengerikan daripada melihat hantu. Tubuh Alta gemetaran dan berkeringat dingin. Air matanya telah berkumpul di pelupuk mata. Ia menyesali karena telah bertindak terlambat.

Alta segera berlari meninggalkan balkon untuk mencari bantuan. Dalam hatinya ia sudah bertekad untuk mencari sosok aneh yang ia lihat di kelas tadi. Saat sedang berlari melewati anak tangga terdapat seseorang yang menahan tangannya.

"Ada apa? Tanya sang penahan itu yang tak lain adalah Albian.

Alta mencoba menetralkan debaran jantungnya yang bekerja ekstra. "HA-Hana terjatuh dari balkon lantai 3."

"Ayo cepat pergi." Tanpa menunggu lama Albi segera menarik Alta.

Sesampainya di sana mereka disuguhkan pemandangan yang mengerikan. Posisi jatuhnya adalah terlentang dengan kepala yang tak lagi utuh. Dengan sigap Albi menutup mata Alta dan membalikkan badannya.

"Kau tidak seharusnya melihat itu. Sebaiknya kita cari bantuan orang deawasa." Ujar Albi lalu memapah Alta kembali ke kelas.

***

ALTAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang