; yang kuat ya

467 74 6
                                    



Kunto Aji - Sulung




Kunto Aji - Sulung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Hari terakhir TO. Naren berpamitan pada neneknya sebelum berangkat menuju ke Sekolah. Meminta doa agar diberi kelancaran selama mengerjakan soal.





Nenek dengan senyum manisnya membelai rambut Naren, "Nenek bangga sama kamu. Terus semangat ya. Walaupun hidup kamu lagi capek-capeknya, kamu lagi dihantam sama seribu masalah, jangan menyerah, terus hidup dan selesain masalahnya satu-satu, ya?"




Naren memeluk neneknya dan mengucapkan terimakasih atas segala sesuatu yang telah neneknya berikan, mulai dari biaya, kasih sayang, dan tempat tinggal. Segera Naren pun berangkat ke Sekolah.





Sampai di Sekolah, Naren langsung duduk di kursinya dan membaca lagi materi pelajaran. Sungguh murid teladan bukan? Ayo dicontoh ka1-ka1.




Bel berbunyi, pengawas pun masuk ke dalam kelas dan mengabsen siswa, barulah kertas ulangan dibagikan. Para siswa pun mengerjakan.



Naren sangat fokus, dia membaca kembali soal yang telah dia kerjakan, namun hatinya tidak tenang, terasa seperti ada sesuatu yang terjadi namun Naren tidak tahu apa itu.





Saat Naren selesai mengerjakan soal, pintu kelas terbuka, seseorang mencarinya, Naren izin kepada pengawas untuk menemui orang itu.






Yang ternyata seseorang itu adalah Papa Wila, beliau pun memegang kuat pundak Naren sambil berkata, "yang kuat ya. Nenek kamu sudah berpulang."







Naren sama sekali tidak bergerak, dia diam seperti patung, sampai tangannya ditarik pelan oleh Papa Wila.





"Ayo pulang, jenazahnya akan segera dikuburkan."








[]








Naren tahu jika kematian itu akan datang, yang namanya makhluk hidup pasti akan berpulang. Dia pun sudah terbiasa dengan yang namanya ditinggalkan.



Selama proses pemakaman, Naren hanya diam, tidak berbicara. Di sampingnya ada Wila yang terus memeluk lengannya.




Memang sudah waktunya, memang sudah takdirnya, Naren terus menguatkan hatinya agar tidak menangis, dia harus ikhlas menerima kenyataan bahwa sekarang tinggal dia seorang diri. Tidak ada lagi orang tua yang mendampingi dan membimbingnya.





"Naren, kamu masih punya aku. Ada papa sama mama juga." Ucap Wila.



Jenazah sudah dimakamkan, semuanya juga sudah pulang ke rumah. Keluarga Wila masih ada di rumah Naren karena mereka khawatir.



Namun Naren menolak saat papa Wila menyuruhnya untuk tinggal bersama mereka.




"Tante sama om tenang aja, Naren bisa hidup mandiri kok. Naren juga udah ada penghasilan sendiri, walaupun ga seberapa, tapi cukup buat bertahan hidup." Balas Naren.




Akhirnya keluarga Wila pun pulang, dan sekarang tinggal lah Naren sendirian.




Entah kenapa, semangat hidupnya perlahan menghilang, semangat belajarnya juga tidak ada lagi, Naren duduk di depan televisi yang menyala, matanya fokus menonton namun otaknya sedang kacau. Naren melamun hampir satu jam.



Biasanya saat malam hari seperti sekarang ini, neneknya akan membuatkan makanan untuk Naren.


Andai Naren tahu jika pagi tadi adalah kesempatan terakhirnya untuk mengobrol dengan nenek, dia tidak akan pergi ke Sekolah, Naren memilih untuk menghabiskan waktu terakhir bersama neneknya.




Namun itu hanya andai-andai saja.



Naren berjalan menuju kulkas, tenggorokannya kering dan butuh air. Saat kulkas terbuka; air mata Naren pun keluar dengan sendirinya.



Makanan favoritnya ada di dalam kulkas, lalu buah-buahan juga banyak, telur terisi penuh, ada es batu juga. Sepertinya nenek sudah punya firasat bahwa hari ini adalah hari terakhirnya, jadi beliau menyimpan semua bahan dan makanan favorit cucunya di dalam kulkas.



Naren menutup kulkasnya kembali, tidak jadi minum karena rasanya malah sakit. Naren duduk dan memeluk lututnya, dia pun menangis sejadi-jadinya.





[]




Pagi hari sekali, pintu rumahnya diketuk oleh seseorang. Naren mencuci wajahnya terlebih dahulu baru membukakan pintu untuk sang tamu.


"Selamat pagi."


"Pagi, Wila."


Wila tersenyum, namun wajahnya terlihat sedih. Dia memberi pelukan hangat pada tubuh Naren yang dingin.


"Kamu ga tidur ya?" Tanya Wila.


"Ga bisa tidur."


Wila mengeratkan pelukannya, "sarapan dulu ya?"


Naren mengangguk dan mereka berdua pun masuk ke dalam, Wila segera menyiapkan sarapan dan Naren menunggu di meja makan.



Untungnya saat ini masih ada Wila, walaupun Naren tidak tahu sampai kapan gadis itu akan ada untuknya, yang terpenting sekarang adalah Wila masih ada disini.





Putih Abu-abu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang