2. Penyesalan Tiada Akhir

2.7K 251 19
                                    

Part 2 Penyesalan Tiada Akhir

Tepat jam dua belas malam, kecepatan mobil Zhafran mulai berkurang ketika mendekati gerbang tinggi rumahnya. Yang masih terbuka lebar. Sepertinya Elea benar-benar pergi ke rumah orang tua wanita itu. Keningnya berkerut penuh tanya, apakah Elea lupa menyuruh penjaga untuk menutupnya? Batinnya bertanya, gegas menginjak pedas gas dan berhenti di teras rumah. Yang salah satu pintunya terbuka.

Zhafran mendesah pelan. Masih mencoba memahami sikap Elea yang kekanakan. Wanita itu meninggalkan rumah dalam keadaan gerbang dan pintu terjemblak terbuka seperti ini. Ia turun dari mobil dan berjalan ke carport, memanggil salah satu penjaga di ruang CCTV yang bersebelahan dengan carport.

"N-nyonya?" Penjaga tersebut tampak mengembalikan kesadarannya. Mengucek mata, mengembalikan kesadaran yang hanya setengah dan rasa pusing di kepalanya yang semakin menusuk. Bukannya menjawab sang tuan yang mempertanyakan kenapa tidak menutup gerbang ketika istrinya pergi dan malah mengucapkan sang nyonya dengan linglung. "T-tuan sudah pulang?"

Kerutan di kening Zhafran semakin menukik dalam dengan keheranan yang tampak jelas di kedua matanya. Tengah malam seperti ini, pelayan memang sudah tidur semua, tetapi penjaga seharusnya berjaga dengan jadwal masing-masing. "Apa yang terjadi? Kau tak tahu istriku pergi?"

"S-saya ... maaf, sepertinya saya ketiduran, Tuan."

Mata Zhafran memicing mengamati kedua mata sang penjaga yang tampak memerah dan wajah yang pucat. "Kau sakit?"

Penjaga tersebut mengangguk.

"Bangunkan yang lain untuk memeriksa CCTV. Kau istirahatlah." perintahnya kemudian menekan tombol di samping pintu carport untuk menutup gerbang dan berjalan ke arah rumah.

Kesunyian menyambutnya begitu ia masuk ke dalam rumah. Menutup pintu dan menyeberangi ruang tamu, langsung menaiki anak tangga sambil mengambil ponsel di saku jaketnya untuk menghubungi Elea. Ada lima panggilan tak terjawab dari sang istri yang diabaikannya. Menghindari perdebatan adalah pilihan utamannya ketika suasana hati Elea sedang buruk seperti ini. Dan dua jam sepertinya cukup untuk kembali tenang.

Panggilannya tak diangkat, tapi ... tiba-tiba langkahnya terhenti ketika telingannya menangkap suara dering ponsel Elea dari arah belakang. Membelah di antara kesunyian. Ia berputar, kembali menuruni anak tangga dan menemukan ponsel Elea yang sudah retak layarnya tergeletak di lantai.

Ck, apakah bahkan Elea membanting ponselnya hanya karena ia tak menjawab panggilan wanita itu. Zhafran menurunkan ponselnya dari telinga dan membawa ponsel Elea naik ke dalam kamar. Meletakkan ponsel sang istri dan ponselnya saling bersebelahan di nakas, juga kunci mobil dan jam tangan. Lalu melepas sepatu dan jaketnya. Ke kamar mandi sebentar sebelum naik ke ranjang. Dan ia sudah akan membaringkan tubuhnya di tempat tidur ketika menatap ponsel Elea.

'Kau pikir dia tidak serius? Kau pikir ancamannya hanya karena dia jahil? Dia bahkan tahu pakaian apa yang kukenakan saat ini?'

Kata-kata Elea membuatnya meraih ponsel sang istri. Ya, sudah sejak sebulan yang lalu Elea mengatakan tentang seseorang yang terus menguntit wanita itu melalui pesan singkat. Ia juga sudah menyuruh orang untuk melacak nomor tersebut, tetapi kebanyakan nomor itu tiba-tiba sudah tidak aktif. Dengan lokasi yang berpindah-pindah, bahkan hanya dalam hitungan menit. Dan begitu ia memblokir nomor tersebut, pesan-pesan lain terus bermunculan dengan nomor tak dikenal. Pun dengan pengaturan di ponsel Elea. Dan satu-satunya yang bisa ia lakukan hanyalah meminta Elea tak menggunakan ponsel itu. Meski tetap saja hal it uterus berulang.

Jemari Zhafran bergerak-gerak di layar, membuka kotak pesan yang berada paling atas dan seketika tubuhnya melompat terduduk dengan kedua mata membelalak lebar menatap deretan pesan dari nomor tak dikenal tersebut.

'Kau terlihat seksi dengan piyama merah itu.'

'Merindukanku, manis?'

'Kau terlihat sangat cantik dengan gaun tidur putih itu. Apakah suamimu yang membelikannya?'

'Suami? Dia jelas bukan suami yang baik. Meninggalkanmu sendirian demi wanita lain.'

'Aku sudah bilang, hanya aku yang peduli denganmu. Hanya aku yang mencintaimu lebih besar dari siapa pun. Termasuk dirimu sendiri.'

Penyesalan menerjang Zhafran dengan keras. Turun dari tempat tidur dan menyambar kunci mobil. Berlari keluar dari kamar.

Ia baru saja menginjakkan kaki di lantai satu ketika penjaganya muncul. Mengatakan bahwa ia harus melihat rekaman CCTV dengan wajah yang pucat. Seketika Zhafran tahu ada yang tak beres.

Tak sampai di situ kejutan yang diterima Zhafran malam itu. Setelah menemukan rekaman Elea yang diculik di carport dan menemukan minuman penjaga yang berjaga dicampur dengan obat tidur. Sebuah pesan masuk ke ponsel Elea, berisi foto satu-satunya mobil yang tak ada di carport tengah terparkir di basement gedung kantornya.

Dan tak hanya itu, foto terakhir lebih menghancurkan hatinya dengan cara yang buruk. Bergambar tubuh Elea yang tergeletak di lantai dengan pakaian yang compang-camping. Tak bergerak dengan mata yang terpejam. Tak hanya itu, ada banyak bekas luka lebam di tubuh wanita itu. Pergelangan tangan, pipi, sudut bibir yang berdarah, rambut yang berantakan, bahkan di kedua paha Elea.

Kedua kaki Zhafran melemah, tak percaya bahwa itu adalah gambar Elea. Istrinya. Tidak mungkin itu istrinya, kan? Tetapi kedua matanya tak bisa berbohong. Mengenali pakaian itu adalah pakaian tidur yang dikenakan oleh Elea ketika meninggalkan sang istri dua jam yang lalu. Tubuhnya jatuh terduduk di kursi. Lantai tempatnya berpijak seolah menelannya hidup-hidup. Dengan hujaman rasa sakit yang menusuk dan menggerus dadanya kuat-kuat.

'Apa yang sudah kulakukan pada istriku?'

Kata-kata itu terus berputar di benaknya. Mencekiknya dengan penyesalan yang tak akan ada akhirnya, ia tahu itu dengan pasti.

Zhafran & EleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang