13. Aku Mencintai Suamimu

1.1K 156 3
                                    

Part 13 Aku Mencintai Suamimu

Wajah terkejut Elea seketika memucat, tubuhnya bergerak mundur dan meletakkan kedua tangannya di atas pangkuan. Yang kemudian saling meremas demi menghentikan getar yang mulai menyerang tubuhnya dengan kemunculan Fera.

“Kau tahu Zhafran tidak mencintaimu, kan? Perjodohan kalian adalah pengaturan kedua orang tua kalian. Pernikahan kalian hanyalah kedok. Tak ada apa pun di dalamnya. Sepertinya apa yang ada dalam hubunganku dan Zhafran.”

Wajah Elea benar-benar tak bisa lebih pucat lagi dengan kata-kata Fera yang berhasil membuat emosi di dadanya bergejolak dengan keras.

“Kau hanya istri pajangannya, Elea. Jangan merasa tinggi hati dan berhak membatasi hubungan kami hanya karena kau istrinya. Jangan berpikir bisa memisahkan kami di saat kaulah yang hadir di antara kami. Kau yang merebutnya dariku dan sekarang dengan begitu angkuhnya kau ingin memilikinya seorang diri?” Mata Fera mendelik dengan penuh kelicikan. Yang tak pernah ditunjukkan pada Elea sebelumnya. “Aku mencintainya, Elea. Aku mencintai Zhafran. Suami pajanganmu.”

Kali ini kalimat Fera berhasil membuat terjangan emosi di dada Elea meluap tak terkendali. Bibirnya bergetar hebat, air matanya mendesak keluar dan jatuh ke pipi dan keringat yang mulai membasahi kening.

Elea berusaha lebih keras untuk mengendalikan ketakutannya dengan wajah asli yang ditunjukkan Fera kepadanya. Juga serangan kata-kata wanita itu yang menginjak-injak harga dirinya. Tiba-tiba saja tangan Elea menyambar gelas berisi air putih yang ada di depannya dan menyiramkannya ke wajah Fera.

Fera sendiri yang tak menduga dengan serangan tersebut pun tak mampu menghindar. Mulutnya menganga dengan tubuh membeku karena syok akan keberanian Elea yang tak terduga seperti ini. Matanya mengerjap beberapa kali untuk menyadarkan diri, tetapi seluruh permukaan wajahnya yang basah tentu saja membuatnya sangat sadar. Bahkan Elea memang baru saja menyiram wajahnya. “Apa kau sudah gila?”

“Kau sudah bicara terlalu banyak, kan?” Suara Elea keluar dengan getaran yang hebat meski terdengar begitu tajam. “Sekarang giliranku yang bicara.

“Apa?” Mulut Fera semakin membulat sempurna.

“Setelah apa yang kau lakukan padaku, kau tak layak mengatakan hal semacam itu padaku, Fera. Kau menghancurkan hidupku. Aku tak peduli dengan apa yang kau lakukan pada pernikahanku. Pada apa yang kau dan Zhafran lakukan di belakangku. Tapi kau dan dia sudah melewati batasan. Kalian berdua tak layak mengatakan hal itu padaku setelah apa yang terjadi padaku.” Napas Elea tersengal dengan keras. Wanita itu melompat berdiri dengan terengah, kedua matanya dipenuhi bara kebencian dan kemarahan yang begitu besar, bersamaan dengan gelombang emosi yang berhamburan di dadanya.

“Semua gara-gara kau. Seharusnya kau tidak menghubungi Zhafran malam itu.” Suara Elea terbata-bata. “Seharusnya Zhafran tidak meninggalkanku malam itu. Semua karena kalian berdua.”

Suara Elea yang terlalu keras dan penuh emosi tersebut berhasil membuat pengunjung restoran memberikan perhatian penuhnya ke meja mereka.

Fera hanya mengedipkan mata beberapa kali. Merasa menjadi tertuduh untuk kesalahan yang tak diketahuinya. “E-elea?” panggilnya dengan bibir yang membeku. “Apa yang sebenarnya kau katakan?”

“Kau mencintainya, kan? Kau bisa mendapatkannya. Dan enyah saja kalian berdua dari hidupku!” 

“Elea?” Suara kesiap kaget Anne yang berdiri tak jauh dari meja membuat Elea dan Fera menolehkan kepala. Fera sama terkejutnya, sementara Elea hanya menatap sang mertua dengan penuh penyesalan harus membuat Anne menyaksikan semua ini. Sama sekali tak terkejut karena apa yang dikatakan oleh Fera jauh lebih mengejutkan dirinya. Pengakuan cinta sialan itu berhasil memantik emosi yang selama ini selalu berhasil ia tahan setiap kali berhadapan dengan wanita itu. Ditambah dengan pemilihan waktu yang sangat tidak tepat. Setelah mimpi terburuk dari terburuk itu menjadi kenyataan.

“T-tante?” panggil Fera yang dengan cepat memulihkan ekspresi di wajahnya. Merubahnya menjadi raut memelas yang dibuat-buat. Entah apa pun yang didengar mama Zhafran, sekarang Elealah yang menyiramnya. “Ini hanya kesalah pahaman, Elea,” ucapnya dengan nada suara yang dibuat selembut mungkin pada Elea.

Elea menyeringai. “Omong kosong. Kau dan Zhafran selalu mengatakan omong kosong yang sama,” desisnya tajam. Kemudian menyambar tasnya di meja dan membalikkan badan. Setengah berlari menuju pintu restoran.

Air matanya semakin membanjir seiring langkah kakinya yang semakin menjauh dari restoran. Yang terasa semakin lunglai dan memberat dengan kata-kata Elea yang berputar memenuhi benaknya.

‘Kau hanya istri pajangannya, Elea. Jangan merasa tinggi hati dan berhak membatasi hubungan kami hanya karena kau istrinya. Jangan berpikir bisa memisahkan kami di saat kaulah yang hadir di antara kami. Kau yang merebutnya dariku dan sekarang dengan begitu angkuhnya kau ingin memilikinya seorang diri?’

‘Aku mencintainya, Elea. Aku mencintai Zhafran. Suami pajanganmu.’

Kemudian suara Fera menjelma menjadi suara berat dan gila. Dengan napas yang menggebu-gebu tepat di telinganya.

‘Kau tak perlu memikirkan mereka, cantik. Hanya akan membuatmu semakin kesakitan.’

‘Kau tahu, dia memelukmu erat-erat, hanya untuk memperdalam pisau yang ditusukkan padamu. Tidakkah kau pernah mendengarkan pepatah itu.’

‘Meski di matanya kau sama sekali tak berarti sebagai istri pajangannya. Kau adalah segalanya untukku. Kau seperti udara, hanya dengan cara itu aku bisa bernapas. Kau hanya milikku.’

‘Kau akan menjadi milikku seutuhnya.’

Elea menjerit, menutup kedua telingannya dengan telapak tangannya. Meringkuk di lantai dengan tubuh yang gemetar hebat. 

“Apakah Anda baik-baik saja?” Suara lembut dari arah samping membuatnya menoleh dengan cepat. Menjerit semakin histeris dan beringsut menjauh ketika telapak tangan wanita itu berusaha menyentuhnya. “Tas Anda terjatuh.”

“Jangan sentuh aku,” jerit Elea, berusaha bangun berdiri dan berlari menjauh. Kedua matanya yang dibanjiri air mata berusaha mencari dengan kecemasan yang semakin memenuhi dadanya. Begitu menemukan tanda toilet, kakinya bergegas mengikuti penunjuk arah tersebut, berbelok di samping dan menabrak beberapa orang dalam perjalanan masuk ke dalam toilet. Menemukan bilik paling ujung yang kosong. Membanting pantatnya di atas penutup toilet sembari mengunci pintunya. Butuh beberapa kali usaha karena tangannya yang bergetar hebat.

Napasnya terengah keras di antara isakannya yang semakin menjadi. Salah satu telapak tangan membekap mulutnya, berusaha menahan agar suaranya tak sampai terdengar dari luar. Agar penguntit itu tidak menemukannya. Sementara tangannya yang lain menahan pintu yang sudah terkunci rapat.

Namun, sebuah langkah yang tertangkap telinganya berhasil membuat seluruh tubuhnya menegang. Membuat seluruh bulu kudukya berdiri dengan ketakutan yang semakin menjadi.

Elea berusaha menahan napasnya. Terlalu lama hingga ia merasa butuh bernapas. Sangat membutuhkannya hingga dadanya terasa sesak. Paru-parunya terasa diremas dengan keras. Tak bisa bernapas meski telapak tangannya tak lagi membekap hidung dan mulutnya. Pandangannya yang terhalang air mata mulai mengabur. Dan kegelapan menelannya hidup-hidup ketika tubuhnya limbung ke samping dan jatuh ke lantai. Dengan mata terpejam dan tak bergerak lagi.

Zhafran & EleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang