Hai all, pertama aku pengen ngasih tau ke kalian alesan aku nulis cerita ini. Aku nulis cerita ini karena ada suatu hal yang pengen banget aku lakuin tapi untuk saat ini belum bisa aku wujudin, jadi aku cuman bisa nuangin hal itu lewat beberapa tulisan dalam cerita ini. Aku berharap besar aku bakal bisa ngewujudin suatu hal itu suatu saat nanti.
Happy reading all.
•••
Kita abadi dalam sebuah cerita yang tak tertulis, dan dunia harus mendengar itu.
- A I R L A N G G A -
Deru ombak pantai dengan sunset adalah perpaduan yang begitu indah, bahkan keindahan itu sangat sulit untuk di lewatkan oleh beberapa orang. Begitu pun dengan 9 remaja yang kini sedang menikmati keindahan di hadapan mereka. Tatapan mereka benar benar terfokus dengan keindahan yang terlihat di depan mata mereka.Mereka semua terdiam membiarkan angin pantai menerpa wajah mereka, mereka berdiam dengan fikirkan mereka masing masing. Tak ada yang membuka suara di antara mereka hanya ada hembusan angin dan suara deru ombak yang terdengar. Mata mereka tak pernah lepas dari pemandangan di hadapan mereka.
"Kalo tahun ini tahun terakhir kita gimana?" tanya seorang gadis yang memiliki tahi lalat di bawah mata, membuka suara.
"Ga gimana gimana, emang mau gimana lagi?" jawab seorang remaja yang memiliki gingsul.
"Iya juga mau gimana lagi?, kalo udah takdirnya mau gimana lagi," celetuk seorang gadis berkucir kuda.
"Susah anjir mau deeptalk sama manusia manusia purba," kesal gadis yang memiliki tahi lalat di bawah matanya.
"Ga sopan lo ngomong sama manusia purba, manusia purba itu lahir duluan dari pada lo, yang artinya dia lebih tua dari pada lo," ucap remaja yang mempunyai tahi lalat di hidungnya.
"Kita ngapain sih kepantai, duduk doang di rumah juga geh bisa. Enakan di rumah bisa rebahan," ucap remaja berambut sedikit ikal.
"Beda suasanya, pulang sana lo sana. Minta di gantung kepalanya. Nanti ga di ajak ngomongnya kok gua ga diajak. Gua tarik mulut lo panjang nanti," ucap gadis kucir kuda, sudah mood nya jelek di tambah omongan temanya itu, ingin rasanya menenggelamkanya ke pantai.
"Mau foto ga? mumpung gua ketemu manusia manusia purba," ucap gadis dengan pipi sedikit cubby, sambil mengelurkam ponselnya.
"Manusia purba?" tanya remaja dengan kulit sedikit gelap.
"Katanya manusia purba kan lebih tua, nah di antara kitakan gua paling muda, jadi gua berada di antara manusia perba. Kapan lagi kan gua di kelilingi manusia purba," ucap gadis berpipi cubby itu.
"Maksud lo?!" entah kenapa teman teman di sampingnya meneriakinya padahal dirinya hanya berbicara sesuai apa yang di ucapkan temanya tadi.
Gadis itu hanya tersenyum polos saja, "Bercanda bercanda," ucap gadis itu, "Udah tua ga mau menyadari umur," gumam lirih gadis berpipi cubby itu.
Padahal umur mereka itu hanya beda satu saja.
"Ehem. Gua denger," ucap remaja kulit agak kecoklatan.
"Oh gua kira budek," balas gadis berpipi cubby.
"Ayok foto, abis itu di museumin," ucap gadis dengan dimpel di dekat bibirnya.
"Apa? biar pada tau kalo manusia purba pernah kesini?" tanya gadis dengan rambut kucir kuda.
"Boleh juga pertanyaanya," ucap remaja yang memiliki tahi lalat di bawah matanya.
Gua harap ini bukan yang terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Airlangga
Teen FictionKita abadi dalam cerita yang tak tertulis, dan dunia harus mendengar itu. _______________________________________ Hal yang terjadi hari ini adalah kenangan yang akan menjadi cerita di hari esok. Tidak usah terlalu memikirkan hal hal yang sudah lalu...