Titik Pusat

6 0 0
                                    

Witya sudah memasuki kereta tujuannya, duduk sesuai nomor yang tertera di tiketnya dan melambaikan perpisahan padanya. Nadir menatap kekasihnya dengan penuh kasih sayang. Ia tak lagi menjadi manusia kulkas, yang dinginnya tak berkesudahan. Perlahan ia runtuhkan gunung es yang ada pada dirinya. Demi satu orang lagi yang dicintai , setelah ibunya, Adiwitya Anantavirya.

Saat hendak keluar stasiun, tak sengaja, ia lihat seseorang yang tak asing baginya. Ada kecemburuan yang membara. Meski tak bertemu, ia khawatir karena Witya dan Ghya satu kereta. Lucu memang ketika orang sedang jatuh cinta, apapun bisa membuatnya bahagia dan apapun bisa membuatnya terbakar api cemburu. Ia lihat Ghya dipeluk oleh seorang wanita, lalu berbincang kecil. Melihat hal tersebut, setidaknya, membuat Nadir tenang. Ghya kini telah memiliki tambatan hati dan tak akan menggoyahkan hati Witya lagi.

Ada yang ia ingin tanyakan pula pada Ghya, mengenai keluarga Witya. Nadir menyadari belum mengenal sepenuhnya mengenai Witya dan keluarganya, Ghya tentu lebih paham dan sudah mengenal banyak tentang Witya.

mata itu pun bertemu. seakan rival padahal bukan. Ghya menganggukan tanda sapaan dengan sopan. Nadir membalas dengan senyuman dan anggukan. Nadir berbalik dan langsung menuju parkiran mobil. Ia nyalakan mobilnya dan segera berbegas menempuh perjalanan menuju Cirebon. Meski jauh, ia tetap bersikukuh ingin bertugas di Cirebon. ada yang harus ia cari. ada yang harus ia pastikan dengan mata kepalanya sendiri.

Dering telepon pun berbunyi, Ahmad menghubungi Nadir. " Hey, kemana aja kamu? ke Purwokerto engga ngasih pajak jadian, hah, payah!". Tukas Ahmad. " haha, sabar mad, baru juga permulaan. untuk mendapatkan dia, aku harus bersikeras melawan persepsi ku sendiri. Eh iya, tumben kamu telepon, ada apa mad?". Jawab Nadir

" Nad, kamu yakin masih mau nyari?" Tanya Ahmad kepada Nadir. " Masih, sampai aku benar pasti menemukan jawabannya". Balas Nadir dengan tegas. " ok, take care Nadir. oh iya, nanti aku mau ngajak genk kita kumpul di rumah ku. Jangan tanya ada apa, tinggal jawab iya saja, HAHAHA". Tutur Ahmad, ingin memberikan kejutan untuk Nadir dan teman-teman lainnya.

" iyaaa, terserah kamu deh mad". Nadir tutup teleponnya. Ia kembali fokus pada jalanan. Sesekali ia pandangi foto mereka berdua yang Nadir cetak dan taruh di sela spion kecil di depannya. Tak menyangka, ia bisa mendapatkan Gadis yang sudah ia sukai sejak Masa Orientasi di Kampusnya dulu. Memendam bertahun-tahun, bertahan pada dinginnya sifatnya dan menumpuk cemburu yang luar biasa. Membuat Nadir bahagia di tengah bebannya pun tak kalah berat.

Disaat sedang menikmati perjalanan, ia sedikit terkejut dengan panggilan telepon kali ini. Dari Pihak Rumah Sakit yang ada di Padang. Semoga ini bukan kabar buruk. 

Ia tepikan mobilnya. Tiba-tiba matanya memerah. Dadanya serasa sesak sekali. Ia bingung harus bereaksi apa. Sesekali ia kepalkan tangannya. Dunia Nadir runtuh saat itu juga. Meringkuk. Mengerang. Layaknya yang kehilangan induknya. Hancur berpuing-puing harapan indahnya. Betapa kini ia membenci langit yang begitu cerah sementara dirinya dirundung mendung serta badai secara tiba-tiba.

 Betapa kini ia membenci langit yang begitu cerah sementara dirinya dirundung mendung serta badai secara tiba-tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Relung Paling PalungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang