Dia Hadir

32 1 0
                                    

" Baik, kuliah pertemuan kali ini saya akhiri. semoga ilmu yang sudah didapat hari ini bisa bermanfaat buat kita semua aamiin. selamat siang, wassalamu'alaikum wr.wb"

" Terima kasih pak"

Seorang pria keluar dari kelas usai perkuliahan, Sedikit tergesa-gesa karena harus menuju rumah sakit. " Nadir.. mau kemana? buru-buru banget" sapa kawannya. " oh iya maaf aku engga bisa nepatin nongkrong bareng kalian, aku harus ke rumah sakit karena mendadak ada pasien yang harus di operasi".

Yah, pria itu bernama Nadir. Lengkapnya Mohammad Nadir. Dokter Bedah di salah satu rumah sakit di Purwokerto, yang juga mengajar sebagai dosen muda di Fakultas Kedokteran Unsoed. Rangkaian demi rangkaian pendidikan ia tempuh hingga ia sampai pada profesinya kini sebagai dokter bedah. Mempunyai tubuh tinggi 175 cm dengan kulit putih ditambah lesung pipit yang menambah daya tariknya, membuat wanita manapun yang melihatnya pasti langsung jatuh cinta. Namun sayangnya, pria berketurunan Minang ini hanya menyimpan satu nama dalam hatinya. Tak akan bisa dilupakan, tak akan pernah terhapus. Nadir sadar, sebagai seorang anak yatim piatu, ia harus berjuang sendirian untuk mencapai mimpinya. Banyak halangan dan rintangan yang dihadapi. Memilih menetap di Purwokerto pun bukan suatu keputusan yang mudah karena ia harus rela untuk jauh dari kampung halamannya.

Nadir dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya dan selalu mendukung segala mimpi-mimpinya, terutama sahabat-sahabatnya sejak masa ospek universitas. Nadir dikenal sebagai pria yang tak banyak bicara bahkan dalam pandangan beberapa teman-temannya semasa kuliah, Nadir dianggap sebagai orang yang sulit berbaur dengan yang lainnya. Beruntunglah, sahabat-sahabatnya paham betul watak dan karakter Nadir dan hanya mereka yang tahu kenapa Nadir bersikap seperti itu.

*******

Pukul 21.00 WIB, Nadir menyelesaikan operasi yang cukup panjang dan berhasil dilakukannya. Ia hendak bersiap pulang ke kostnya yang lumayan jauh dari rumah sakit. Nadir menuju parkiran dan menyalakan motor yang sudah ia gunakan sejak awal kuliah. Tiba-tiba handphonenya berdering, ada telepon dari salah satu sahabatnya " Bang Nadir, ada dimana? sini ngopi bang kita-kita masih disini nih nungguin abang hehe. ayoook bang ya, ga pake lama" kata Shifa, sahabat cewek yang suaranya berani adu sama toa masjid. " okee siap fa, lengkap kan?" "lengkap bang, nih tukang parkirnya juga ada".

Nadir langsung menuju kedai kopi tempat biasa nongkrong dengan sahabat-sahabatnya. sesampainya disana, sudah ramai suara tawa riuh sahabat-sahabatnya. " Nadir..sini" salah seorang sahabat melambaikan tangan padanya. " sibuk sekali ya dr. Nadir ini tapi motormu engga ganti-ganti.. belilah mobil Nad" ucap Akhmad, sahabat Nadir yang usianya 1 tahun dibawah Nadir, tetapi bisa menyeimbangi dewasa yang dimiliki oleh Nadir. " aku mau nabung emas dulu yang banyak lalu bangun rumah sendiri.. jadi aku mau hemat-hemat dulu. lagian motorku masih dalam kondisi bagus kok, engga perlu diganti" sanggah Nadir.

" pengen hemat atau ada kenangannya nih bang? ahahaha" ucap Hadi, ikut menimpali obrolan, sahabat Nadir yang kini bekerja sebagai salah satu pegawai bank syariah di Purwokerto. " kenangan boncengin sampai hujan-hujanan ya bang hahaha" kata Shifa yang tak kalah keras dengan yang lain. " apa-apaan sih kaliaaaan? kenapa jadi mojokin aku gini hmmm jadi laper kan". " huuuuuu" sahut mereka bersama dan diakhiri dengan tawa.

Ketika hendak mengambil uang di dompet, Nadir melirik sedikit pada buku kecil catatan puisi seseorang yang masih ia simpan dari jaman ospek sampai dengan sekarang. Barang yang tak boleh hilang dari pandangannya. Seolah buku itu mampu menemani rindunya yang tak bisa disandingkan dengan raga yang jauh disana.

September 2015

Tepat pukul 07.00 WIB, semua berkumpul di lapangan. Hari pertama ospek pun tiba. dengan pakaian hitam dan putih, topi caping pak tani mereka kenakan lengkap dengan persyaratan ospek lainnya. mereka datang dari berbagai daerah di seluruh penjuru Indonesia. Menaruh mimpi yang sama dan bertekad akan sukses mewujudkan cita-citanya masing-masing. tak terkecuali Nadir, pemuda yang jauh-jauh datang dari Padang ingin sekali menimba ilmu di Universitas Jendral Soedirman ini. Ia memilih jurusan S1 Pendidikan Dokter. Bukan tanpa alasan Nadir memilih jurusan tersebut. Nadir ingin menjadi dokter karena luka masa lalu yang mengakibatkan kedua orang tuanya tiada.

Relung Paling PalungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang