Bagian 7

109 10 1
                                    

AU PART 22

Gadis dengan wajah muram itu terkejut ketika menemukan seorang pria berdiri di pintu utama rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Talishia termangu beberapa saat. Sosok Dion; mantan kekasihnya yang beberapa waktu lalu meminta bertemu kini ada di hadapannya.

Menyadari keberadaan Talishia, Dion lantas menghampiri. Sengaja menunggu di depan pintu utama karena jika Talishia masuk atau keluar, kemungkinan besar lewat pintu itu juga.

"Ta."

Talishia mengerjapkan matanya ketika mendengar Dion memanggil. Gadis itu pun menatap pria yang lebih tinggi darinya itu dan bertanya, "Lo ngapain di sini?" tanya Talishia.

"Gue khawatir sama lo," kata Dion. "Gimana keadaan lo?" imbuhnya.

Talishia menghela nafas pelan, berjalan begitu saja melewati Dion. "Menurut lo?" tanyanya.

Dion mengikuti langkah Talishia, berjalan di sebelahnya. Laki-laki itu tersenyum menatap Talishia. Ini pertama kalinya setelah sekian lama mereka bertemu. Namun, nampaknya ini bukan saat yang tepat karena kondisi Talishia kurang baik. Ayahnya sakit. Gadis itu kehilangan senyumnya.

"Talishia..."

Ahra menatap Talishia sejenak sebelum beralih menatap laki-laki yang berjalan di sampingnya.

"Siapa ini, Ta?" tanya Ahra. Wanita itu juga menatap Dion dari atas sampai bawah dengan tatapan menyelidik.

"Saya Dion, temannya Talishia," kata Dion kemudian mencium tangan Ahra.

"Aku masuk dulu," kata Talishia kemudian memasuki kamar rawat ayahnya, meninggalkan Dion begitu saja.

"Dion?" tanya Ahra. Sepertinya pernah dengar, pikirnya. "Duduk dulu aja, Di. Sengaja datang ke sini? Tapi kayaknya Talishia–"

"Iya, Tante. Saya paham. Saya datang gak ngasih kabar. Soalnya pengen banget ketemu Talishia. Udah lama. Mungkin, situasinya aja lagi gak memungkinkan buat ngobrol banyak. Talishia kayaknya gak mood," kata Dion.

Ahra mengangguk. "Sepertinya kamu cukup mengerti bagaimana Talishia dan bisa membaca perasaannya, ya," kata Ahra.

"Oh... anu..." Dion hanya tersenyum kikuk sambil menggaruk kepalanya.

"Duduk dulu. Ayo ngobrol sama Tante. Talishia kayaknya masih mau ketemu papanya," kata Ahra.

Dion mengangguk, duduk di sebuah kursi di depan ruang rawat ayah Talishia.

"Teman kuliah Talishia?" tanya Ahra.

"Teman SMA," jawab Dion.

Ahra memicingkan mata. Teman SMA? Dion? Benar-benar familiar, pikirnya.

Saat sedang sibuk berpikir, ponsel Ahra berdering. Suaminya ternyata menelepon dan memintanya pulang sebentar. Karena sudah ada Talishia, maka memang lebih baik dia pulang saja.

Ahra berpamitan dengan Talishia, keduanya keluar ruangan bersamaan. Ahra menitipkan keponakannya pada Dion meski tak terlalu yakin karena baru mengenalnya. Tapi kalau memang teman Talishia, maka akan baik-baik saja, kan?

"Gimana kondisi papa lo, Ta?" tanya Dion setelah Talishia mereka lama dalam diam di depan ruangan papa Talishia.

"Gue harap dia baik-baik aja," kata Talishia. "Kondisinya gak bisa dibilang baik."

Dion menghela nafas mendengar ucapan Talishia.

"Gue boleh minta tolong, Di?" tanya Talishia tiba-tiba.

"Ya, boleh," kata Dion cepat-cepat.

"Gue mau shalat dulu, tolong lo jagain Papa, ya? Kalau lo mau shalat, nanti gantian."

Pasangan HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang