Bagian 5

697 90 15
                                    

Di parkiran sekolah, Marsha termangu memandang Christy dan Azizi yang berdiri di depan tubuh nya, saling berhadapan juga. Rasa bingung menyergap, mengapa ke dua orang ini berdiri menatap nya setelah ia mematikan mesin motor. Ada kah yang salah?

Tepat ketika ia akan membuka mulut--- Jessica Chandrawinata meneriakan nama nya di gerbang sana, mendekati dan langsung menyenggol badan nya "Kalian, kenapa?" berbisik.

Marsha menggeleng.

"Terima kasih karena sudah menolong adik ku empat hari yang lalu." Kata Azizi dengan bahasa isyarat yang langsung di terjemahkan oleh Christy.

"Terima kasih kembali." Kata nya, kali ini dengan gerak bibir santai.

Azizi menyipitkan mata setelah itu mengangguk dan menyunggingkan bibir "Nama ku, Azizi. Maaf tempo lalu tak mengerti ucapan perkenalan kamu."

Marsha mangut-mangut lagi walau tidak paham "Iya." Balas nya dan meraih jabatan tangan Azizi, walau tak lama menetap di sana karna tak lama ia lepaskan.

"Bunda pesan kalau kamu enggak keberatan, pulang sekolah Bunda mau ajak kamu makan siang di rumah."

"Apa Crish?"

Christy kembali menerjemahkan.

Marsha geming mendengar nya, bukan ingin menolak rejeki hanya saja jika hari ini terus-menerus makan-makanan berat gagal sudah diet sehat nya.

"Bunda bingung harus berterima kasih kaya gimana lagi buat membalas kebaikan Kakak waktu aku pingsan. Kalau kakak nggak bisa, enggak apa-apa."

Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ

"Ayo Ashel, Marsha di makan. Jangan malu-malu..."

Marsha dan Ashel tersenyum canggung pada Ibu Azizi dan Christy yang nampak awet muda. Di depan mereka sudah tersaji banyak hidangan-hidangan rumahan yang sangat menggiurkan. Sampai sampai aroma dari masing-masing masakan mengudara membuat cacing-cacing di perut menggeliat keroncongan. Mereka--- lebih tepatnya Marsha, di jamu dengan sangat baik oleh keluarga Harland.

Ya... Ia bisa mematrikan nama belakang itu sebagai pengingat bahwa keluarga Azizi dan Diri nya sama-sama memakai nama Ayah di nama masing-masing. Ia juga baru tadi berkenalan dengan si sulung dari Harland bersaudara ini.

Nama nya Aran Prawira Harland nama yang pas untuk lelaki yang menempati bangku ujung. Badan nya yang gagah semu berotot, kulit putih, mata sipit, wajah perpaduan antara Bunda-Papa, dan tinggi badan yang hampir menyamai Azizi cukup mendeskripsikan bahwa nama Prawira tidak buruk untuk di sematkan.

Sementara itu Marsha juga baru mengetahui nama panjang Azizi dari Bunda yang tadi secara langsung mengenalkan anak tengahnya pada Ashel dan Marsha. Azizi duduk di samping Bunda, tepat nya di depan Christy yang duduk di bangku jajaran Marsha dan Ashel.

Azizi Pragipta Harland, nama lengkap lelaki yang tiga bulan ini selalu Marsha balas lambaian tangannya tanpa alasan yang jelas. Serta selalu membuat ia penasaran akibat ke spesialan yang lelaki itu punya. Hidung Azizi itu mancung melejit seperti perosotan, Tone kulit nya pun sangat-sangat berbeda, Azizi seperti nya jadi kaum minoritas di keluarga nya sendiri. Sebab yang lain putih bersih dia malah sawo matang. Dan mata Azizi, tak sipit-sipit amat seperti Aran, namun tajam dan sayu seperti Papa Harland.

Terakhir si bungsu Harland atau Angelina Christy Harland Wajah imut nan berseri-seri membuat Marsha yakin mustahil tak ada lelaki yang terpikat dengan tampang Christy. Lugu dan polos adalah daya tarik Christy di mata Marsha yang awam. Nah, Jika Aran perpaduan Bunda-Papa, sedangkan Azizi Papa banget. Christy ini tak perlu di ragukan lagi, wajah yang imut ada aura anggun di sana, bibir yang merah jambu, dan tubuh yang bak model pasti di dapatkan dari Bunda.

Intinya itu, Christy imut BEGETE!

Marsha dapat menjamin keluarga ini keluarga yang di dalam nya Visual semua.

"Marsha, kok bengong?"

Sang empu terperanjat melihat kanan-kiri, membenarkan rambut nya canggung, lalu menaruh tangan di atas paha sambil memamerkan senyum dan gigi gingsul nya.

"Ada apa kok malah bengong? Yang lain sudah makan." Suara Papa yang sangat berat namun sangat lembut membuat nya mengalihkan pandangan.

"Aku tadi--" menginjak kaki Ashel meminta pertolongan saat sahabat nya yang tiba-tiba menclok di tengah-tengah mereka menyuap dengan canggung makanan kemulut.

Ashel menelan bulat-bulat makanan, tahu Marsha kehilangan alasan untuk berdalih "mikirin PR kan, Sha?"

"Ah- iya bener, aku tadi mikir PR Om Harland, Tante Shani."

Papa-Bunda hanya menarik bibir tersenyum manis. Mereka percaya-percaya saja dengan yang di katakan Marsha.

"Papa kamu siapa nama nya? Siapa tahu Om kenal." Tanya Papa tiba-tiba.

"Rimba, Om."

"Rimba?"

Marsha mangut-mangut karna mulut sedang sibuk mengunyah.

"Rimba aja?"

"Cornelio Rimbawan."

Papa tampak mengeryit tak lama berkata, "Om nggak tahu. Tapi kalau Abi Ashel, Om kenal betul!"

"Bagaimana bisa tahu, kita masyarakat baru, pindahan baru. Aneh rasa nya kalau Papa langsung tahu siapa Papa Marsha. Kalau sama Abi Ashel nggak aneh... kita tetangga depan rumah, Papa ini ada-ada saja." Sanggah Bunda dengan nada jenaka yang membuat Marsha terperangah melihat nya. Apa lagi Papa malah tertawa menanggapi nya.

"Ashel ini jarang keluar dari rumah, ya? Terakhir kali Tante lihat kamu lagi cat pintu, itu pun entah sebulan yang lalu atau kurang." Ujar Bunda.

Ashel yang di tanya pun melihat Bunda "Iya, males kalau keluar-keluar rumah, Tante."

"Sesekali bergaul---"

"Hus! Kamu ini. Jangan dengerin Ko Aran. Anak gadis di rumah itu lebih baik, nggak bikin was-was orang tua." Potong Bunda.

Marsha memandang lurus teman nya, pencitraan macam apa ini? Ashel sering berkata persis seperti yang Bunda katakan jika ia nongkrong dengan lelaki "Tapi Tante, sekali nya Ashel keluar dari rumah bisa 3 hari 2 malam nggak pulang." Ingin menjatuhkan. Anggap saja ini pembelaan diri agar nanti pulang dari sini Ashel tak menceramahi.

"Itu sih gue ginep di rumah Lo, sama rumah Muthe. Abi juga bolehin, asal dengan catatan: Di Larang Dengan Cowo!" Memutar mata jengah. Ia tahu Marsha ingin mencari pembelaan.

"Kak Zi sering bilang gitu sama aku. Main boleh-boleh aja asalkan harus tahu batasan, iya nggak kak Zi?" Christy berkata sambil menggerakkan tangan sehingga membuat Azizi paham.

"Iya, hati-hati bergaul sama siapapun itu. Tanya sama Bunda."

"Bergaul boleh, asal kan teman nya udah kita pastiin layak buat di ajak main dan nggak aneh-aneh." Sahut Aran sama seperti Christy menggerakkan tangan, berbicara bahasa isyarat dengan Azizi sambil berucap agar dua orang yang tak tahu masih bisa nyambung dalam obrolan. Dan itu membuat Marsha setuju sampai-sampai menggerakkan alis nya pada Ashel mengejek.

Azizi menegakan tubuh dan melihat Sang Koko "Zaman sekarang manusia itu nggak bisa di tebak. Harus tahu batasan, itu sedikit pesan ku sama Christy"

"Ya... pesan itu memang enggak salah. Cuma... Ya menurut koko jalan pikiran nya. Sejati nya manusia itu entah berapa persen, koko lupa lagi, kendali nya di otak. Kalau Otak kita mancing, emosi kita masuk, ego kita di mainin jadi lah banyak kejadian kaya gitu. Coba kalau otak nya adem ayem." Balas Aran lagi.

"Bukan karna nafsu?"

Dentingan garpu dan sendok yang sengaja di bunyikan cukup keras oleh papa membuat tiga anak nya meringsut dalam sekejap dan kembali menikmati makanan "Ayo, tambah lagi makan nya."








_______

Hum... Apa nih🗿








DIA, SIAPA? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang