"Minta tolong anterin ini di meja 08." pinta Eros kepada Hujan lantaran waitres lain sibuk melayani pelanggan.
Hujan mengangguk kemudian mengambil nampan berisi segelas orange float, cemilan roti, dan dua gelas jus jambu.
"Permisi," sahut Hujan mengulas senyum ramah sembari menaruh pesanan pelanggan di atas meja.
"Loh, Hujan."
Senyum yang sedari tadi terpatri di bibirnya, seketika menghilang dan berganti menjadi raut terkejut.
Ternyata, salah satu pelanggan cafe tempatnya bekerja adalah mantan mertuanya. Pertemuan yang tidak Hujan harapkan, terlebih melihat anak Awan bersama mereka.
"Apa kabar tante, om." sapanya sembari memasang senyum tipis.
"Ama!" seruan Glen mengejutkan dua mantan mertuanya. Lain halnya Hujan yang tertawa kecil sebagai respon.
"E-Eh, iya. Baik." sahut Dya usai tersadar dari keterpakuannya.
"Lama loh gak liat kamu. Ternyata kerja di sini. Eh duduk dulu." ajak Dya yang dibalas gelengan pelan Hujan.
"Duh maaf. Cafe lagi rame."
"Yaah, kalo gitu kapan-kapan jalan ke rumah. Habis cerai kamu udah gak ke sana lagi." sahut Dya dengan nada sedih.
Hujan lagi-lagi hanya tersenyum, haruskah Hujan ingatkan saat ibunya meninggal, tak satupun dari mereka datang karena waktu itu kehadiran serta kehamilan Kia sudah diketahui.
Menundukkan badannya, Hujan pamit pergi membantu yang lain.
Kepergiannya tak luput dari perhatian dua orang yang sudah di makan usia.
"Hujan kelihatan jauh lebih baik ketimbang dua tahun lalu." gumam Dya yang masih sanggup didengar sang suami-Adijaya.
"Papa masih malu untuk membuat interaksi dengannya." balas Adijaya mengundang Dya menatapnya.
Ketegangan di antara mereka terurai kala Glen mengoceh.
"Ama!"
Dya dan Adijaya saling melirik.
"Pah, kalo kita jadiin Hujan sebagai ibu pengganti Glen, gimana?"
"Jangan gila kamu. Melihat Hujan jauh lebih baik sejak perceraiannya, itu menandakan dia sudah bernapas bebas dari segala tuntutan."
Malam harinya, Hujan baru saja meregangkan badan setelah selesai merekap seluruh pengeluaran sekaligus penghasilan hari ini.
Matanya melirik jam, sudah pukul 11. Cafe tutup sejak 30 menit lalu.
Eros sudah pulang duluan lantaran pria itu mendapat kabar bahwa ada keluarga yang datang berkunjung.
Baru saja beranjak, perhatian Hujan teralih oleh suara pintu cafe yang dibuka. Sosok sang pemilik tempat muncul di barengi cengiran khas-nya.
"Bang Katu!" pekik Hujan. Dia lebih terkejut melihat penampilan pria itu yang jauh dari kata baik.
Wajah yang memar di beberapa bagian, serta jaket kulit yang sobek di bagian lengan.
"Bang Katu habis di jambret, ya? Di jalan mana?" Hujan bertanya di sela dia menuntun Khatulistiwa duduk. Segera saja dia berlari mencari kotak pertolongan yang jika tidak salah ingat ada di bawah tangga.
"Bukan jambret kok. Abang hanya iseng-iseng cari ribut. Seru, bisa alihin pikiran mumet." seloroh Khatulistiwa saat Hujan masih sibuk mencari kotak P3K.
"Bang Katu yang serius. Habis di keroyok sama siapa?" tanya Hujan kembali, di tangannya sudah ada benda yang dia cari.
Tanpa di perintah, Khatulistiwa membuka jaket kulitnya dan menyisakan kaus oblong warna merah.
"Hih. Darahnya banyak." Hujan bergidik lantaran Khatulistiwa memiliki luka cukup dalam. Hujan bergerak cepat membersihkan darah Khatulistiwa.
"Tadi ada orang tidak dikenal hadang motor Abang. Ya, jadinya gini." jawab Khatulistiwa menatap siluet wajah manis Hujan dari samping.
"Pasti ulah anak-anak remaja jaman sekarang. Duh, bahaya banget ini. Untung aja tempat tinggal aku gak jauh dari sini." sahut Hujan setelah selesai memberikan alkohol pada lukanya.
Khatulistiwa hanya mengangkat bahunya acuh, di banding lukanya, mengamati wajah serius Hujan adalah kesenangannya.
Keduanya diselimuti keheningan cukup panjang, sampai tiba saatnya Hujan berpindah pada bagian wajah Khatulistiwa.
"Besok gimana ya, tanggapan anak-anak liat kondisi Bang Katu." tutur Hujan pelan. Sesaat pandangan mereka bertemu, Hujan mengerjap ketika Khatulistiwa menahan tangannya yang masih memegang kapas.
"Tau gak, kenapa Abang bisa luka-luka gini?"
Hujan memberikan gelengan pertanda tidak tau.
"Abang hanya ingin mencari pengalihan,"
"Dengan melukai diri sendiri?" sela Hujan sedikit gemas akan pikiran tak masuk akal Khatulistiwa.
"Yaa, tapi Abang juga bersyukur dengan adanya luka ini." ujar Khatulistiwa mengulas senyum tipis. Hujan menyerngit, baru ingin melepaskan tangannya, Khatulistiwa menahannya.
"Setidaknya, Abang bisa rasain perhatian kamu. Abang merasa, diinginkan." tukas Khatulistiwa.
Hujan termangu mendengarnya, bila sebelumnya Khatulistiwa yang memegang tangannya, maka gantian Hujan yang melakukannya.
"Bang Katu yang aku kenal gak gini. Bang Katu yang aku tau tuh, dia ceria, gak mudah putus asa, dan memiliki semangat hidup tinggi. Gak kayak gini." Hujan menangkup wajah Khatulistiwa lalu memberikan senyum manisnya.
"Tolong kembaliin Bang Katu-nya Rain, ya. Kasih tau, Rain-nya rindu."
Sesaat Khatulistiwa terdiam kaku, 5 detik berikutnya pria itu tertawa. "Boleh peluk gak sih?" tanyanya dengan niat bercanda.
Namun siapa sangka Hujan malah menganggapnya serius. Wanita itu memeluknya meski tidak erat mengingat kondisinya.
"Sini sini, aku kasih pelukan. Bang Katu boleh peluk sepuasnya." kali ini Hujan yang tertawa kecil. Tak lama kedua lengan kekar Khatulistiwa melingkari pinggangnya dan semakin membawa tubuh Hujan kepadanya.
"Makasih. Abang setidaknya masih memiliki harapan. Yaitu kamu."
Mendengar ucapan ganjil Khatulistiwa, Hujan meleraikan pelukannya meski tak sepenuhnya.
"Kok jadi aku, Bang?" Hujan menunjuk dirinya sendiri. Maksud Hujan, apakah Khatulistiwa tidak memiliki keluarga? Dan kata Eros, Khatulistiwa sedang menyukai seseorang.
"Ya kalo bukan kamu siapa lagi?"
"Gadis yang Bang Katu suka lah. Minta gih energi positifnya sama dia. Pasti hari Bang Katu tambah oke." celetuk Hujan yang segera membuat Khatulistiwa memeluknya erat. Bahkan Hujan merasa sesak.
"Duh duh, Bang. Jangan lupa, Bang Katu lagi luka."
"Gak papa kok. Abang lagi ngisi energi positif kamu. Dan benar, Abang jadi semangat lagi."
"Iya tapi maksud aku, sama perempuan yang Abang suka itu."
"Lah, terus ngapain Abang peluk kamu, minta energi positif sama kamu kalo Abang gak suka."
Kali ini Hujan melepas pelukan Khatulistiwa secara paksa dan menatap pria itu terkejut.
"Bang...."
Yang dipanggil hanya tersenyum. "Mau jadi bagian dari hidup Abang, gak?"
💍💍💍
Diterima kagak nih kira2
Yg senyum2 sama part ini coba angkat tangan.
Gak tanggungjawab akuh kalo gusi kalian kering.
Next cepat?
Beri dukungan kalian dengan cara votmen.
Sampai jumpa di part selanjutnya.
Sayang ReLuvi banyak2😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
(,) sebelum (.)
ChickLitKoma sebelum Titik. "Tau gak Mas, soal dua tanda baca ini?" Hujan menatap pria itu lalu melanjutkan kalimatnya. "Koma itu ibarat aku yang selalu menunggu balasan. Sedangkan Kia adalah titik yang menjadi akhir di mana hatimu berlabuh tanpa membuatnya...