2 | Ge, Nikah Sama Saya

4 0 0
                                    


2 | Ge, Nikah Sama Saya

Aku melupakan fakta kalau tubuhku gak berlabel tahan banting. Kubanting tubuhku hingga terjerembab menghantam bed di dormku yang syukurnya agak empuk.

Aku menangis tanpa suara. Astaga! Aku benar-benar capek. Kuraih smartphoneku hanya untuk melihat jam berapa sekarang ini. Air mata sialan! Aku gak bisa melihat pasti layar smartphone dengan mata sembab semacam ini.

Lama hanyut dalam crying of tired, kududukkan diri di tengah bed memijat pelan kepalaku yang pening. Aku berhenti menangis tapi tidak dengan sesakku.

Deadline sialan!

Ini juga kepala! I mean segala pake acara pening setiap sudah nangis! Gak bisa apa be fine aja gitu biar aku yang cengeng gini gak mesti kesusahan gini? Alamat pil obat sakit kepala kembali kutelan nih.

Alih-alih meraih botol pil yang sering kukomsumsi jika sakit kepala, tanganku malah terjurus meraih smartphoneku yang teronggok di lantai.

Nomor yang sama dari penelpon yang sama.

"Iya, Mas?" tanyaku langsung setelah menerima panggilan juga membuat suaraku baik-baik saja.

"Gue ganggu gak?" Mas Delna terdengar meringis dan gak enak.

"Gak kok, gue juga baru sampai nih. Baru aja lepas sepatu. Kenapa Mas? gue perlu revisian yah?" berusaha menguatkan diri, ku gigit bibirku sedikit keras. Sepertinya aku memang dipanggil lembur hari ini.

"Gak sih, design lo bagus, keren malah. Langsung sreg sama gue. Tapi kita butuh pamflet nih, upnya mentok jam 11. Lo sanggup kan?"

Kutahan diriku untuk menghela nafas agar Mas Delna tidak tersinggung dan merasa gak enak. "Sanggup, sanggup. Kualitas apa nih?" kulirik jam digital untuk melihat jam sekarang. "Gue bisa high quality sih, yep, 2 jam bisa lah."

Mas Delna terkekeh membuat hatiku menghangat. "Biasa aja, udah. Jangan dipaksakan. Gue tahu lo juga capek. Lo kerjanya di tempat lo aja, kalau terkendala jaringan Wi-Fi berkabar, biar besok gue ganti paketan lo."

"Siap, siap."

Jangan berpikir aku menyukai Mas Delna! Mas Delna udah beristri yah! Udah ada anak 4 tahun yang gak mau diem. Aku gak bohong kalau kekehan Mas Delna bisa membuat hatiku menghangat. Tapi di lain konsep.

Mas Delna itu atasanku. Aku kerja freelance di salah satu perusahaan makeup bagian pemasaran sebagai designer graphic. Aku gak tahu dan gak mau tahu apa jabatan Mas Delna. Yang ku tahu dia atasanku, jabatannya yang paling tinggi di bagian itu.

Aku tahu Mas Delna capek. Lebih capek malah. Dia bahkan masih di kantor, mungkin lembur. Dan disaat capek-capeknya gitu rindu anak dan istri, malah bisa merasa gak enak dan terkekeh menenangkan saat meminta waktu ke aku yang hanya anak freelance gini. Gimana gak langsung menghangat nih hati! Mas Delna memanusiakan sih.

Gak seperti Si Mas Tampan yang gak pernah bisa nunggu.

Baru saja kusampirkan bokongku menduduki kursi kebesaranku 3 tahun akhir ini smartphoneku kembali berbunyi. Kuterima panggilan dari nomor gak dikenal itu sembari menyalakan layar komputer dan juga laptopku.

"Ya? Halo? Gelbika agen freelance dari bagian pemasaran di tempat," kataku cepat sebagaimana yang sering kukatakan setiap menerima panggilan gak dikenal - takutnya sih klien - tanpa memperbaiki suaraku yang serak sehabis menangis. Persetan kan. Mana tahu Si Penelpon kalau aku habis nangis kan.

"Kamu habis nangis."

Aku melototkan mata kaget. Astaga, klien kali ini cenayang yah?

Aku terkekeh kecil mengurangi kecanggunganku. "Ah, iya Pak? Ada yang bisa saya bantu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sure To Count On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang