➳ bagian tiga ➳

2.6K 305 9
                                    

Akhirnya, waktu yang Revian tunggu telah tiba. Senyuman tidak sabar terus tergambar sembari menemani sang mentari pulang ke singgasana nya, sebentar lagi pintu akan terbuka, itu berarti sebentar lagi ia akan menyaksikan kehidupan lain di luar kamar dingin ini.

Pintu terbuka, tepat setelahnya Revian menolehkan kepala, mendapati Jemius yang sedikit kaget melihat tuan nya sangat bersemangat hari ini.

"Apakah anda sudah bersiap?" tanya Jemius sebagai formalitas, karena bagaimanapun semua orang pasti akan tahu jika sang pangeran sudah sangat siap dan menggebu-gebu.

Anggukan Revian berikan. " Iya gue udah siap banget." balasnya bersemangat.

"Baiklah. Di tempat latihan nanti, kemungkinan Raja Ignatius akan datang, saya harap anda tau ingin bersikap bagaimana."

Lagi-lagi Revian hanya mengangguk malas, ternyata Jemius ini orangnya lumayan cerewet, hanya tertutup dengan pemilihan kata yang ia gunakan.

Sekarang, senyuman kembali muncul. Seiring langkah kaki mendekati pintu, apalagi saat Jemius menarik gagang pintu untuk terbuka. Tapi, senyuman perlahan luntur saat mata melihat hal di balik pintu, tidak ada apa-apa, hanya ada lorong gelap dan sunyi. Di mana sebenarnya kamar pangeran malang ini berada, separah itukah.

Dengan diam kaki melangkah mengikuti Jemius. Suara derap kaki begitu terdengar jelas di dalam lorong sunyi yang begitu panjang ini, entah kapan ujungnya.

Lumayan lama berjalan, akhirnya sampai pada ujung lorong, Revian dibuat bungkam lagi ketika mendapati tangga putar yang sempit, ingin protes pada Jemius pun sudah tidak bisa, karena terlalu terkejut.

Setelah memilih tetap bungkam, langkah kaki akhirnya sampai pada sebuah ruang, terlihat lebih manusiawi, semacam tempat pertemuan banyak orang yang sudah terbengkalai, terlihat dari kehadiran meja panjang dan banyak kursi di tengah ruangan, Hiasan kristal dan bebatuan indah yang begitu besar tergantung dengan begitu kokoh pada langit-langit jauh di atas sana, pemilihan warna maroon berpadukan emas berikan kesan angkuh yang begitu kental.

Revian masih ingin berlama-lama di sana sebenarnya, tapi ternyata Jemius masih belum juga menghentikan langkah, sungguh tempat latihan ke kamar terpencil sang pangeran berjarak sangat jauh.

"Sudah sampai pangeran."

Kalimat yang ditunggu-tunggu Revian akhirnya terucap dari bibir Jemius. Halaman yang begitu luas menjadi pemandangan, ada cahaya remang-remang berasal dari pelita di setiap sudut sebagai pencahayaan. Seperti biasa, sepi. Sepertinya ini juga khusus dibuat untuk pangeran, sengaja dibuat jauh di belakang istana, agar tidak ada yang menghampiri.

"Sebenarnya untuk apa latihan sebegini kerasnya. Padahal gue juga ngga dibiarin berinteraksi." Pertanyaan dalam kepala keluar melalui kata, membuat Revian menanti jawaban dari Jemius, sangat tidak masuk akal pikirnya.

Jemius tidak menghiraukan, pria itu terus melangkah mendekati dua kuda gagah yang hanya berjarak beberapa meter di sebelah mereka. Karena jujur sebenarnya Jemius juga kurang mengerti, tapi menurut tebakannya, ini adalah permintaan sang ratu, satu-satunya orang yang masih memiliki kasih sayang kepada pangeran.

"Sekarang lo juga dilarang interaksi dengan gue gitu? Sumpah, hidup pangeran konyol ini membosankan banget, bahkan di setiap umurnya dia cuman bisa berinteraksi dengan lo." Sarkas Revian berhasil mengambil atensi Jemius.

"Latihan saja pangeran, anda masih payah dalam berkuda."

Kesal tentu saja, tapi malas rasanya harus berdebat, karena Jemius itu tipe manusia mengesalkan yang bisa menguras tenaga.

Akhirnya, latihan terus berjalan. Revian tidak menyangka bahwa ia bisa menunggangi kuda dengan cukup baik, padahal sebelumnya ia belum pernah menyentuh hewan itu sekalipun. Mungkin bakat pangeran sebelumnya masih tertinggal pada raga ini.

𝑬 𝑹 𝑶 𝑺 [𝒉𝒚𝒖𝒄𝒌𝒓𝒆𝒏] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang