Makan malam telah siap, menunggu Khanindra keluar menemui mereka, Nara dan ibunya pun mengobrol tentang design pesanan gaun pengantin dari costumer mereka.
"Tante, Rara." Khan menyapa.
Netra Nara tak berkedip, fokus pada objek di depannya yaitu, Khan. Pemuda itu terlihat menawan dengan baju koko serta sarung yang baru saja selesai ia gunakan untuk sholat Isya'.
"Tangan kamu masih sakit, Nak?" Lidya menyapa.
"Sedikit, Tante. Rara kan udah rawat aku, jadi yaa alhamdulilah udah mendingan."
Nara tersipu mendengar pujian Khan, pandangan yang sedari tadi fokus kini teralih pada piring Khanindra yang secepatnya ia isi dengan nasi dan juga lauk pauk.
"Duh, vibesnya kayak pengantin baru." Celetuk Lidya.
Nara tersedak minuman yang baru saja hendak masuk ke kerongkongannya.
"Rara, hati-hati." Khan terlihat panik.
Lidya menutup mulut untuk meredam tawanya. Sementara Nara cuma bisa pasrah dan melotot tajam mendengar godaan ibunya yang tiba-tiba.
"Mama apa sih."
"Ya sudah, kalian makan ya. Mama mau ke kamar."
"Mama nggak makan?"
"Sudah, Sayang. Jangan lupa bantu Khanindra."
Nara mengangguk pelan. Sesaat setelah ibunya pergi, Nara pun mengambil piring Khan dan menyuapi sahabatnya itu.
"Kamu udah nggak apa-apa?" Khan bertanya khawatir.
"Enggak kok, sekarang makan ya." Khan mengangguk patuh dan menerima suapan demi suapan dari Nara.
Dengan telaten, Nara menyuapkan makanan Khan. Hati pemuda itu berbunga-bunga diperlakukan begitu manis oleh Nara.
Tak dipungkiri, bahkan jantungnya pun berdetak kencang saat ini. Terlebih saat mengingat obrolan Nara dan ibunya sore tadi.
"Habis minum obat, kamu istirahat ya."
"Masih sore, Ra."
"Oh iya, aku mau pergi dulu habis ini."
"Ke mana? Aku antar ya."
"Nggak usah, tangan kamu kan sakit. Aku udah di antar Daafi kok."
Seketika raut wajah Khan berubah kesal. Mengabaikan Nara yang menyodorkan makanan ke mulutnya.
"Kha, kamu kenapa?" Nara terlihat heran.
"Nggak apa-apa."
Nara semakin dibuat heran lantaran Khan yang tiba-tiba cemberut dan sesekali menggerutu pelan tanpa bisa ia tangkap ucapannya.
"Aku cuma sebentar, Kha. Cuma cari manik-manik gaun."
"Iya, oke." Khan mengangguk pasrah seraya tersenyum kecut.
Nara mengerutkan kening pertanda makin tak mengerti mendengar jawaban Khan yang baginya aneh.
Tin-tin.
Klakson mobil terdengar nyaring. Khan memutar bola matanya pertanda kesal makin menguasai.
"Itu Daafi udah datang, kamu minum obat dulu ya."
"Nggak usah, aku bisa sendiri." Khan menjawab kesal.
"Beneran?"
"Udah pergi aja. Keburu ditungguin Mas Daafi nya."
"Ya sudah, aku berangkat dulu ya."
Khan hanya menanggapi dengan anggukan. Karena terburu-buru, ponsel Nara pun tertinggal di meja makan.
![](https://img.wattpad.com/cover/347081236-288-k679592.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA KHANINDRA
RomanceMeninggalkanmu untuk mempersiapkan diri menjadi pantas bagimu bukan perkara mudah. Tapi, akankah semesta berpihak pada cinta terpendamku sementara kau menganggapku hanya seorang SAHABAT. Khanindra Maulana Siddiq Rasanya, ingin sekali meneriakkan kal...