1. PAGI YANG RIBUT

38 12 2
                                    

Hay iii

Iya cerita baru.

Baru publish.


















"Pagi semuaa yuhuu... " Teriak gadis berseragam putih abu seraya meluncurkan dirinya di tangga.

"Astagfirullah Zia! Masih pagi, ada aja ulah kamu. Sini duduk." pagi yang cerah sang Mamah sudah di buat kesal.

"Tau lo Dek. Kalo jatoh nyusahin."

"Astagfirullah Mamah, Abang, pagi pagi udah naikin darah. Bukannya happy kayak Zia," omelnya menghampiri keduanya.

"Kayak Cila juga! Yu──"

"Cila! Turun tangga biasa aja apa Mama gaplok pake panci Mama?" ancam Mama pada bocah berseragam merah putih yang hendak melancarkan aksinya seperti sang Kakak.

"Iya. Cila turun tanggaa─" mendengarnya Mamapun menuju dapur untuk menyimpan panci. Tapii,

_shiuutt_

"Kayak Ziaa," lanjutnya setelah menyelesaikan aksinya.

"Astagfirullah. Dasar bocah Sd," rutuk seseorang di ujung tangga dengan dasi dan topi merah yang di tentengnya, lalu turun dengan kecew.

"Ga sopan lo sama Kakak. Tapi karna kita lagi happy Kak Zia maapin."

"Happy happy tai ucing," celetuk si penenteng dasi dan topi merah, yang telah turun tangga.

"Happy lah, kan masuk sekolah baru hhh," teriak Zia dan Cila bersamaan.

"Bang, pakein Ciko dasi," pintanya menyerahkan dasinya dan menaruh topinya di atas meja.

"Ciko sok keras lo. Lo juga bocah Sd. Cila denger ya tadi," protes Cila pada Abang kecilnya itu.

"Tau lo cil sok keras," panas Zia.

"Cal, cil, cal, cil. Ciko bukan bocil lagi yah, sorry sorry udah kelas enam Sd. Kakak kelas harus dewasa," protesnya yang telah dipasangkan dasi itu.

"Bagus Koh. Kita sebagai Kakel di sekolah harus dewasa," dukung sang Abang, Zeano. Yang memang kelas tiga SMA. Tapi, lain di mulut lain di hati. Tangannya yang sudah memasangkan dasi memukulkan topi ke kepala, hingga menutupi wajah Ciko. Meledek, dengan menahan tawa tanpa suara.

"Halah, sekarang aja kelas enam tahun depan mah kelas satu. Kalau kita kelas dua. Ya gak Cil," kompor Zia.

"Iya yah," setuju bocah kelas satu SD itu lalu tertawa.

"Iih ish," sebal Ciko membenarkan topinya lalu duduk di samping Cila.

"Ziana, Kayzheela, udah ketawanya. Sekarang sarapan," perintah Mamah yang baru kembali dengan membawa empat gelas susu dan dua teh di nampan.

"Lain kali happy nya jangan over," ingat Mamah sembari membagikan anak anaknya gelas masing masing.

"Harus lah, kan hari pertama masuk SMA," sungut Zia.

"Harus lah, kan hari pertama masuk SD." copy Cila tak kalah semangat lalu keduanya bertos ria.

"Kalau di ulangi lagi kayaknya mending bantu bibi beresin rumah aja deh yah," ancam Mamah.

"Ya jangan dong mah."

"Ih Mamah Cila gamauu."

"Kenapa ini?" tanya Papa yang baru datang dengan menggendong si kembar di kanan kirinya.

"Ini Pa. Zia sama Cila mulai lagi. Meluncur dari tangga itu mereka. Untung lagi aja ini, kalau buntung udah koit kali," adu Mamah, kesal. Bahasa kolotnyapun keluar.

"Kalian ini nurut lah. Kasian Emak kalian yang cantik ini marah marah aja," bujuk Papah.

"Susah Pah. Kayak papa mama bikin anak mau lagi dan lagi," sahut Zia.

"Eh." Mama garuk garuk nampan, salting.

"Padahal Mama belom masuk tua tap─"

"Ziaaa..."

"Iya Papaaa..."

"Ini beda. Kalau papa sama mama udahnya dapat pahala. Kalian buat orang tua kesel. Dosa, mau?"

"Iya pa, nggak. Nggak janji, " jawab Zia dengan mengecilkan kalimat terakhir.

"Mama Papa bikin anak di tangga, sampe lagi dan lagi?" celetuk Cila.

"Cila apasih," kikuk mamah.

"Tadi katanyaa iihhh.. Cila ga paham," kesal Cila.

"Lo sih kalau ngomong nggak mikir dulu," sewot Zeano melemparkan sobekan roti ke Zia.

"Bukan salah gue, salah Papa yah. Wle!"

"Udah, jangan Cila pikirin. Cepet sarapan, kan hari pertama masuk sekolah. Jangan terlambat," ingat Mama.

"Iya. Cila berangkat sama Ciko ya mah?"

"Enggak," sela Ciko cepat.

"Ko enggak? Papaa.. Ciko gamau bareng Cila liatt," rengek Cila mengadu.

"Cikoo..."

"Nggak pa! Cila nggak sopan sama Abang," tolaknya lagi membuat yang lain paham lalu menahan tawa, kecuali Cila dan si Kembar.

"Cikoo... Mau yah berangkat bareng Cila?" pinta Cila lembut.

"Nggak!"

"Kok nggak lagi sih?! Cila kan udah baik baik mintanya!" kesal Cila prustasi.

"Abang Ciko, bocil! A-Bang!" ujar Ciko yang kembali membuat mereka menahan tawanya.

"Ih, iyahh! Abang Cikoo... Berangkat sama Adek Cila yaa..." ucap Cila lembut dan saangat terpaksa.

"Ehem. Iya Dek," jawab Ciko sok cool lalu melahap rotinya.

"Hhhhh." Tawapun pecah karenanya.

"Cilaa bocil ngelunjak emang."

"Cikoo bocil sok keras dasar."

"Hhhh."

"Ha hah hih he." Tawa si Kembar karena melihat orang orang tertawa.















Butuh sartik bgt.

Trs lnjt biar g pamali.

Voment jg, ehe.

180823

Ma LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang