5. Pulang

18 0 0
                                    

Audriss pulang dengan membawa begitu banyak belanjaan. Nyaris empat kantong besar dengan masing-masing berisikan daging, buah, sayur, makanan kering, dan camilan. Perutnya yang tiba-tiba perih membuat jalannya menjadi tersendat-sendat, bahkan rasanya sangat mual sekali. Ia pun baru sadar jika sejak kemarin ia tidak mendapatkan asupan dengan layak.

Pagi hari ia makan di pesawat, siang harinya sesampainya mereka di Penthouse ia hanya membuatkan dan melihati Garvi memakan ramen, dan semalam dengan perasaannya yang tidak nyaman di rumah keluarga Garvi. Dan puncaknya lagi, pagi ini ia sama sekali belum terisi oleh apapun termasuk minum.

Dengan bantuan pihak keamanan swalayan besar yang disambanginya itu, Audriss memanggil sebuah taksi dengan dipapah masuk kedalam taksinya. Audriss mengira tempatnya berada dekat dengan Penthousenya, sekitar sepuluh menitan.

"Komplek Dreamsville, Pak," kata Audriss memberitahukan tujuannya pada Sopir taksi yang sedang ia tumpangi. Sang Sopir pun segera melajukan taksinya menuju tempat yang disebutkan penumpangnya tadi, tapi ia sesekali melirik penumpangnya itu dengan khawatir kewat kaca tengah taksinya.

"Anda baik-baik saja?" tanyanya dengan perhatian.

"Aku baik, bawalah taksi ini dengan cepat aku harus cepat sampai," rintihnya menahan rasa sakit ayang begitu menyiksa.

**

Audriss berbaring di ranjangnya yang hangat beberapa hari belakangan tidak ditempatinya. Danish, Ibu dan Ayahnya berkumpul di kamarnya dan merawatnya. Gadis mereka sedang pucat, selalu begitu saat ia sedang sakit perut. Ia akan membuat heboh dan ketiga anggota keluarganya itu harus menemaninya. Ia akan terus memanggil Ayahnya, jika Ayahnya tidak ada. Begitu juga kepada Ibunya, ia akan terus merengek jika tak mendapati Ibunya ada disisinya, dan apalagi dengan Kakaknya bisa pertanda kiamat.

Meskipun Danish tidak melakukan apapun, tapi sudah menjadi kewajibannya untuk selalu ada disisi Adiknya saat dia sedang sakit. Ia akan tidur dan menunggui sang adik hingga hari berganti. Kalau sudah kambuh sakit perutnya begini, Ayahnya bertugas mengelus perut sang Putri, Ibunya akan mendapatkan bagian menyupi makanan dan memberikan minuman, sedangkan tugas Danish hanya berbaring di samping sang Adik. Itu yang terpenting, karena tangannya akan menjadi pelampiasan bagi Audriss saat kembali merasakan sakit, dengan cara meremasnya atau dicubit.

Semua orang akan mengatakan bahwa Danish sangat menyayangi Adik perempuannya ini. Biasanya para Kakak akan merasa terganggu ketika diganggu oleh Adiknya, tidak dengan Danish ia akan menciumi hingga memeluk Adiknya meskipun kondisi sang Adik sedang tertidur pulas. Wajar kan jika hubungan mereka sedekat itu.

"Ayah.." ringisnya dengan wajahnya yang semakin pucat pasi juga dihiasi keringat dingin di dahinya.

"Tenanglah, Ayah disisimu," jawab Ayahnya sambil terus mengelus perut anak gadis kesayangannya itu.

"Kau bahkan masih mengingat jalan pulang ketika sedang sakit," kata Danish dengan usilnya.

"Auhhh.. Sakit sekali, diamlah," rengeknya manja sambil menggeliat tak karuan.

"Kau telat makan atau tidak makan?" tanya Ibu dengan perasaan yang sangat khawatir.

"Aku terlalu sibuk dan terhanyut dengan keadaanku sekarang, Bu," jawabnya sebisa mungkin sambil menyindir semua orang yang ada di dalam kamarnya.

"Menderita bagaimana? Kau bahkan sehabis berbelanja sebanyak itu, pasti kau akan segera merasa gembira setelah mendapatkan kartu kredit baru dari suamimu," Danish berkata asal-asalan, tidak juga sih, ia sangat mengenal Adiknya seperti apa. Gadis itu memang hanya membutuhkan kartu berwarna Gold atau Black itu untuk bahagia.

"Ini semua gara-gara kau, asal kau tahu saja. Coba kau karungi wanita itu sejak awal dengan benar, pasti nasibku saat ini akan lebih baik dari ini," Audriss merutuk kesialannya sambil terus meringis karena perutnya terasa semakin perih.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang