7. KENAPA ADA DIA?

24K 1.6K 39
                                        

"Lo suka motret juga?"

Kalimat itu membuat Samudera memicing ke arah seorang lelaki yang lebih pendek darinya. Anak lelaki dengan seragam SMP itu tampak menatapi kamera-kamera yang tertata rapi di kamar Samudera.

Kiano, namanya. Lelaki itu pendiam dan lebih sering menyendiri. Bahkan di saat anak-anak berusia lima belas tahun seperti mereka mulai menjajal kenakalan ini dan itu, lelaki itu sama sekali tak terpengaruh.

Seharusnya, dengan kondisi dan sifatnya, akan banyak orang yang menjadikan lelaki itu sasaran empuk. Kalau saja, ia tak berteman dengan Daniel, salah satu pentolan tim futsal, Samudera yakin, Kiano sudah tak bertahan di sekolah ini.

Samudera berbalik. Hari ini, beberapa teman sekelasnya datang ke rumah. Mereka berencana untuk melakukan tugas kelompok yang sialnya ditentukan melalui undian.

"Lumayan," jawab Samudera akhirnya.

Kiano mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar. Matanya terpatri pada sebuah bingkai besar dengan foto bunga anggrek di sana.

"Jangan bilang, ini...  lo yang ngambil?" Kiano menunjuk foto itu dengan mata berbinar. Baru kali ini, ia bisa melihat binar dari mata lelaki yang selalu redup itu.

Samudera mengangguk cepat. Ia berharap teman yang lainnya segera datang.

"Kenapa nggak masuk klub fotografi aja, Sam?" tanya Kiano dengan polos.

Samudera memutar bola mata. "Cause it's lame." Ia berkata cepat tanpa ragu.

*

Danisa seakrang ingin memukul kepalanya. Ia berusaha keras untuk melupakan Kiano. Tetapi, sejauh apapun ia berusaha menghindari Kiano, ia selalu tertarik lagi dengan magnet lelaki itu.

Sekarang, apa lagi? Jadi tim publikasi dokumentasi? Danisa benar-benar bisa jadi gila. 

Rapat anggota panitia akan berlangsung dalam beberapa puluh menit lagi. Jadi, sebelum rapat besar berlangsung, Kiano bilang bahwa ia akan mengadakan rapat kecil-kecilan.

"Di ruang fotografi, jam tiga, habis selesai kelas ke situ dulu, ya? Rapat besarnya kan jam empat." Itu kurang lebih kata Kiano.

Jantung Danisa berdebar tak karuan. Rapat kecil-kecilan. Kenapa rasanya jadi seperti janji kencan.

Danisa menaiki tangga dan berjalan menuju ruang fotografi yang berada di ujung. Ia menarik napas panjang-panjang sebelum mempersiapkan diri untuk mengetuk pintu.

"Masuk aja, Sa!"

Suara Kiano membuat Danisa tersenyum lebar. Ia memutar knop pintu. Berjalan masuk melewati lemari yang pertama kali jadi penghalang pandangan. 

Tepat ketika melewati lemari itu, Danisa membulatkan mata. Semua orang bisa membaca wajah bahagia Danisa ketika bertemu Kiano.

Tetapi, kebahagiaan itu pudar seketika. Bukan tanpa sebab. Seseorang ikut masuk secara tiba-tiba ke dalam ruangan itu. 

Lelaki itu mengenakan jaket hitam bermerek mahal tetapi terlihat lusuh ketika ia pakai. Pandangannya tajam menyapu seisi ruangan yang hanya diisi Danisa dan Kiano. Tanpa banyak bicara, ia menyodorkan sebuah flashdisk warna hitam pada Kiano. "Ini," ucapnya.

"Ah, thanks, Sam." Kak Kiano buru-buru menerima benda hitam tersebut. "Lo udah makan?"

Lelaki itu mengangguk sambil kemudian mengambil tempat kosong. Aksi yang membuat Danisa menatapnya dengan bingung. Bagaimana tidak? Danisa dan Kiano akan mengadakan rapat tim Publikasi & Dokumentasi, jadi buat apa lelaki bernama Samudera itu di sini?

PERFREAKTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang