Tidak ada kata yang bisa mendefinisikan keadaan Danisa saat ini selain 'terjebak'. Danisa awalnya masuk ke dalam tim Kiaano semata-mata karena tidak enak menolak, juga karena ia berpikir, bisa sedikit saja lebih dekat dengan Kiano.
Walaupun ia tahu itu terlarang. Juga, biarpun dirinya sadar, Kiano sudah punya pacar. Danisa hanya ingin sedikit saja kembali merasakan kedekatan seperti ketika masih masa kanak-kanak dulu.
Tetapi yang kini terjadi berada di luar dugaannya. Kiano tidak sepenuhnya berada dalam tim ini. Dan jika itu belum cukup, ia harus bekerja sama dengan Samudera.
Tak hanya sampai di situ, Danisa juga harus terlibat dengan orang-orang lain. Tim publikasi dokumentasi berada pada lingkaran pertama, tim panitia besaran berada pada lingkaran kedua.
Bahkan, Danisa masih bisa mengingat Daniel yang hampir menyemburkan air minumnya ketika mereka bertemu di ruang rapat besaran panitia tim festival sekolah. Menyebalkan!
"Jadi, Samudera? Kiano?" tanya Daniel berulang-ulang bahkan hingga pagi tadi.
Danisa butuh kesabaran ekstra untuk tidak menghajar Daniel setiap kali kalimat itu diluncurkan. Kakaknya benar-benar gila. Kalau saja bel pagi tidak berdentang, rasanya, Danisa bisa ikut tidak waras.
Gadis itu memisahkan diri dengan sang kakak lalu berjalan ke kelasnya. Baru saja masuk, ia sudah melihat papan yang tulis ramai dengan cukup banyak murid. Tanpa melihat pun, Danisa sudah tahu apa yang ada di papan itu. Pendaftaran kelompok untuk pelajaran Bahasa Inggris.
Setiap tahun, setiap guru bahasa Inggris punya satu program yang sama: membuat laporan satu novel untuk dikumpulkan di akhir semester dalam kelompok yang berisikan dua anggota. Para murid sudah berbaris untuk menentukan kelompok.
Danisa tak perlu pusing. Ia sudah biasa mengerjakannya sendiri. Gadis itu ikut mengantri setelah meletakan tasnya. Ia menatap kertas formulir di depan yang berisikan tabel lalu menulis namanya begitu saja.
Kakinya berbalik untuk kembali ke kursi. Namun, "Danisa!" Sebuah panggilan membuatnya berhenti.
"Sorry, ini kayaknya, lo nggak bisa sendiri lagi, deh."
Danisa memutar tubuh. Matanya memicing memandang seorang lelaki yang berdiri di samping formulir.
"Kenapa, Rick?" tanya Danisa bingung.
Lelaki itu bernama Ricky. Richard, sebenarnya. Ketua kelas di kelasnya. Ia tak terlalu banyak bicara, sama seperti Danisa. Tetapi, ia cukup aktif di kelas, juga terkenal pintar. Setidaknya, itu membuat Ricky tak harus berada dalam rantai makanan paling bawah kehidupan SMA.
"Kelas kita sekarang genap. Jadi, lo harus berdua sama orang lain." Ricky menarik napas panjang. "Dan melihat dari siswa yang tersisa, kayaknya, lo harus sekelompok sama... Samudera."
Danisa menganga. Ia menengok ke arah Samudera yang sedari tadi sudah datang dan duduk di pojokan kelas. Lelaki itu bahkan sama sekali tidak menggubris apapun. Ia juga tidak repot-repot menuliskan namanya di formulir.
Gadis itu menggeram. Apakah ada yang lebih menyebalkan dari ini? Ia benar-benar berharap menikmati tahun keduanya dengan kesendirian. Buatnya, lebih baik ia bekerja sendiri daripada terlibat dengan begitu banyak orang.
Tetapi, ketika dunia mengharuskannya terlibat, kenapa ia malah terlibat terus menerus dengan Samudera? Kebetulan yang menyebalkan.
Danisa tak mau ambil pusing dengan keberadaan Samudera. Minggu depan, ia harus melaporkan judul apa yang akan dirinya pakai untuk tugas. Jadi, pada jam istirahat, ia memilih pergi ke perpustakaan setelah menuntaskan makan siangnya secara cepat.

KAMU SEDANG MEMBACA
PERFREAKTION
Novela JuvenilBagaimana rasanya kalau tiba-tiba satu proyek dengan orang yang disukai? Melayang? Kurang lebih, itu yang dirasakan Danisa ketika Kiano mengajaknya bergabung dalam tim Publikasi-Dokumentasi Festival Sekolah. Walaupun Samudera-si anak kepala yayasan...