11. Kambuh

47 2 0
                                    

Plakkk!!...

Vanya mendongak dengan memegangi pipinya yang terasa perih,
Dan terkejut melihat siapa pelaku yang berani menampar dirinya....

"Lo ngapain Dateng Dateng nampar gue"

"Gue udah peringati Lo jangan macem-macem sama temen gue"

"Gue macem macem apa sama temen Lo, hah! Jawab Dev!". Ya.. Devan yang datang tiba tiba datang menampar Vanya.

"Gara gara Lo Elvan jatuh waktu balapan, dan gara gara Lo Elvan berantem sama Aldo"  Devan marah dan mendorong bahu Vanya

Vanya tersenyum getir "Lo nggak khawatir sama gue? Lo nggak tanya gimana perasaan gue? Lo nggak tanya apa gue baik baik saja? Kenapa Dev? kenapa cuman Elvan yang Lo khawatirin, sedangkan gue enggak".
Tanya Vanya dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

"KARENA GUE BENCI SAMA LO!!, DAN
KARENA LO PEMBAWA SIAL VANYA". Bentak Devan.

"Jadi.. mulai sekarang Lo jauhin Elvan, jangan sampai Elvan bernasib sama kayak mama, kerena gue nggak rela kehilangan sahabat gua". Lanjutnya dan berlalu pergi dari apartemen Vanya.

Hiks... Hiks... Hiks...

Terdengar suara tangisan Vanya setelah kepergian Devan, tubuh Vanya lemas dan terduduk di lantai seakan tak sanggup menahan beban tubuhnya yang lemah, setelah mendengar kata-kata dari Devan yang menganggap dirinya pembawa sial.

Vanya berjalan masuk ke kamarnya dan kembali menangis, setelah hampir satu jam Vanya menangis dan akhirnya ia tertidur.

_____☘️☘️_____

Di pagi hari yang cerah ini Vanya terbanggun setelah mendengar suara
Bel apartemennya, entah siapa lagi yang datang kali ini. Karena memang Hari ini hari Minggu jadi vanya Bangun pagi

Vanya berjalan menuju pintu dengan wajah bantalnya dan mengucel matanya beberapa kali, karena jujur ia masih mengantuk.

Ceklek

"Papa". lirih Vanya dengan raut wajah
Bingung, ada apa papanya kesini.

"Saya mau bicara sama kamu, boleh saya masuk". Tanya papanya.

"Boleh" singkat Vanya dan menyusul papanya yang lebih dulu masuk.

"Kamu kemana dan ngapain aja semalam?".

Vanya hanya diam, karena bingung baru kali ini papanya menanyakan sesuatu kepadanya.

"JAWAB DEVANYA" bentak papanya dengan menggebrak meja "APA YANG KAMU LAKUKAN SAMPAI MEMBUAT ANAK ORANG KRITIS, JAWAB!".

Terjawab sudah kebingungan Vanya, kenapa papanya menemuinya di apartemennya.

"Aku cuma membela diri aja pah". Jawab Vanya dengan suara pelan.

"Membela diri yang bagaimana kamu maksud, dengan hampir menghabisi nyawa orang".

"Dia pantas mendapatkan itu"

"Asal kamu tau, gara gara Kamu saya harus berurusan dengan pihak berwajib dan harus menyelesaikan semua permasalahan yang kamu buat".

"Kan memang itu tugas papa untuk melindungi dan membela anaknya". jawab Vanya dengan berani menatap lekat papanya.

"Kalau bukan perintah dari Opa mu, saya tidak akan pernah mau melakukan ini"

"Kalau gitu jangan lakukan pah, biarkan aku di bawa sama polisi". Jawab Vanya dengan air mata yang mulai menetes di pipinya.

Alih alih kasihan atau tersentuh melihat putri kecilnya menangis, papanya justru acuh melihat Vanya.

"Jika saya tidak melakukannya, maka akan membuat perusahaan yang saya bangun dengan susah payah, harus saya relakan bangkrut karena ulah Opa mu yang lebih berkuasa dari saya, yang mana dia tidak terima cucu kesayangannya mendapatkan masalah".

Devanya Alyssandra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang