Ruangan di kelas 12 IPS2 sangat ramai. Para siswa tengah memukul meja dengan pulpen dan gagang sapu, sedangkan para siswi sibuk bergosip, duduk berkelompok secara melingkar. Ada yang menceritakan gosip tentang kakak kelas mereka, atau bercerita tentang drama Korea yang tayang semalam.
"Eh, woy! Bu Resti dateng. Psstt!!" Rohana, gadis tomboy yang merupakan ketua kelas menginterupsi para siswa. Dia yang baru saja kembali dari toilet melihat wali kelasnya tengah menuju kelasnya, berjalan bersisian dengan seorang siswi yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Bu Resti? Bukannya jam pertama kita sama Pak Tristan, ya? Ngapain Bu Resti ke sini. Matematika besok lusa, kan?" Aldo, wakil ketua yang sering jadi kaki-tangan Rohana turut menimpali.
"Bawa anak baru, sih, kayaknya." Rohana kembali menjawab, lalu menyuruh para siswa untuk duduk di kursi masing-masing.
"Selamat pagi, anak-anak ...." Bu Resti menyapa para siswa yang dipercayakan dalam bimbingannya setengah tahun belakangan.
"Pagi, Bu ...."
"Ibu bawa teman baru untuk kalian." Bu Resti mengamati para siswa, lalu beralih menatap Jovita. "Ayo, perkenalkan diri kamu."
"Hai. Namaku Jovita Ariani. Panggil saja Jovita. Salam kenal." Jovita berucap santai, tapi dengan raut wajah datar. Ia terus berharap, di sekolah ini tidak akan terlalu kesulitan dalam beradaptasi. Karena sejauh ini, baru pertama kalinya ia harus berada di tempat asing seorang diri. Tanpa Ibu, atau kak Damar.
"Salam kenal, Jovita ... semoga betah di sekolah ini, yaa." Johan, sang siswa terbadung menjawab, lalu disambut sorakan dari para siswa lainnya.
"Baik, Jovita. Kamu duduk di kursi—" Bu Resti melihat ke arah tempat duduk para siswa. Mencari kursi kosong untuk Jovita.
"Sini, Bu!" Rohana menunjukkan kursi kosong di sebelahnya. Di belakang Rohana, Aldo yang sebenernya menempati kursi tersebut bergumam kesal karena baru saja diusir secara tidak langsung.
"Oh, ya. Duduk di sana, Jovita. Ibu tinggal, ya. Semoga kamu nyaman di kelas ini." Bu Resti menepuk bahu Jovita yang dibalas dengan ucapan terima kasih.
"Ibu keluar dulu. Kalian jangan ribut. Tunggu guru mata pelajaran kalian masuk."
"Baik, Bu!" Kompak, para siswa menjawab.
Sepeninggal Bu Resti, Jovita duduk di kursi sebelah Rohana. Dengan antusias, remaja tomboy itu langsung menyapa Jovita. Lalu diikuti beberapa siswa lain yang turut mendekat.
"Hai. Gue Rohana. Ketua kelas di sini. Kalau ada yang macem-macem sama elo, laporin ke gue. Oh, ngomong-ngomong, dari sekolah mana?"
Jovita terdiam. Ia belum bisa menyesuaikan diri dengan teman barunya itu. Apalagi saat ini para siswa satu kelas menatap ke arahnya. Bahkan beberapa siswa lelaki ada yang terang-terangan tersenyum manis padanya.
"Rada culun, tapi cantik, sih," ucap seorang siswa lelaki yang duduk di depan Jovita dan Rohana. Ia duduk mengangkang dengan posisi punggung kursi di depan tubuhnya. Dia adalah orang yang sama dengan yang menyambut Jovita pertama kali. Johan.
"Heh! Johan! Jangan macem-macem, ya. Belum kapok dihukum sama guru BK gara-gara modusin anak baru kelas sebelah, lo? Mana pakai ngurung dia di gudang segala. Bikin malu anak kelas!" Cepat-cepat Rohana menghadang niat modus Johan, siswa terbadung di kelas 11 IPS2 ini.
"Njir! Aib gue disebarin."
"Lo, mah, emang banyak aibnya ketimbang prestasi. Gue juga bingung, hal baik apa dalam diri lo yang mau gue ceritain ke Jovita." Rohana tergelak.
"Bangke! Berisik bener." Johan melempar Rohana dengan pulpen yang sejak tadi ia kenakan untuk memukul meja sebelum Bu Resti datang.
"Nyebut, Nak Johan. Kalau ngomong yang sopan, ya. Nggak boleh, anak sekolahan ngomong kasar gitu." Abdul, teman sebangku Johan yang memiliki sifat kalem dan paling rajin di antara teman satu kelasnya itu menegur. Cowok berkaca mata itu memang paling waras di kelas tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Ayah
Fiksi RemajaTumbuh besar tanpa sosok seorang ayah sejak bayi, tak lantas membuat Jovita berkecil hati. Bersama sang ibu dan keluarga angkatnya, ia sudah merasa lengkap. Namun, ketika sang ibu meninggal dunia, Jovita diajak pindah ke kota oleh seorang lelaki ber...