|CHAPTER 2|

2 0 0
                                    

"Hallo?"

"Selama malam."

"Atas nama Arhea Rilea?"

"Iya saya sendiri."

"Selamat anda di terima kerja dan mulai hari ini bisa wawancara."

"Terimakasih pak, saya akan datang."

"Temui direktur saya jam 7 pagi."

Kabar gembira itu sampai ke telinganya lalu segera melompat dari kasur.

Penantian selama 3 bulan akhirnya datang. Rhea mendambakan sebuah pekerjaan untuk mencukupi kebutuhannya, meski menjadi penulis adalah pekerjaan namun itu belum cukup. Ia pun segera bersiap.

***

Dinding di ruang kosong saling bertukar cerita. Malam yang sunyi menyuarakan keheningan. Namun di tengah gelapnya malam ada seorang gadis yang menari di bawah sorot lampu jalanan kota.

"Anehnya dia terlihat begitu senang," gumam Reydan.

Kenapa?

Kenapa Reydan merasa terhibur menikmati pertunjukan malam di panggung yang disinari tiang lampu jalanan. Dari balik dinding bening cafe Reydan menerawang gadis itu sambil menyeruput coffee latte yang hangat.

Gadis itu sesaat kemudian pergi bersama dengan hentakan heels. Reydan lalu menghampiri tempat gadis berbaju merah tadi berdiri. Ia menemukan setangkai mawar merah di pinggir jalan dan sebuah surat

"Rasakan bebasnya menari ke mimpiku" tertulis di kertas itu

***

Di tengah lalu lintas penyebrangan pejalan kaki yang akan menuju ke seberang jalan, Reydan mengikuti arus di kerumunan orang. Lalu tanpa sengaja...

Bruk

Seorang gadis menabraknya di tengah keramaian. Reydan mengelus bahunya dan tersadar bahwa yang menabrak adalah orang yang meninggalkan bunga mawar malam itu. Namanya "Arhea Rilea" di name tag yang ia kalungkan.

"Maaf saya buru-buru," ujar Rhea lalu bergegas pergi.

Reydan terkesiap ingin menahan dan mengejarnya di antara sekian banyak orang. Namun terlambat, Reydan hanya bisa melihat rambut yang terikat pita merah Rhea perlahan lenyap dari pandangannya.

***

"Maaf pak saya terlambat." Rhea terengah-engah sambil mendatangi sebuah rumah.

"Anda siapa?" Tanya satpam yang menjaga gerbang.

"Saya pegawai baru, hari ini wawancara saya. Saya disuruh datang kesini." Rhea menegakkan tubuhnya dan berbicara sesopan mungkin.

"Ohh, anda Bu Rhea ya?" Satpam tersebut barulah ingat dan membukakan pagar. "Silakan masuk."

Rhea mendelik ketika mendengar kata "Bu" padahal umurnya barulah 20 tahun, "aku tua banget ya," gumamnya.

Rhea masuk melewati halaman depan sambil menggerutu, "pasti karna jasku kebesaran."

Namun detik berikutnya Rhea dibuat takjub dengan pemandangan yang menghias mata. Ia dihadapkan halaman yang luas beserta taman dengan air mancur yang indah. Bangunan yang bisa disebut rumah itu terbilang megah karena menjulang tinggi hingga 3 tingkat.

Dear RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang