| CHAPTER 1 |

4 0 0
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.
.

Tangan Rhea meraih sebuah pena sembari mencurahkan hati ke setiap lembar. Namun pikirannya melayang dan akhirnya bus membawa Rhea pulang dari kantor yang telah ditinggalkan. Headset putih tergantung di kedua telinga, sekaligus sorot mata yang menikmati asrinya ibu kota.

Gedung-gedung pencakar langit memuaskan pandangan. Rhea berjalan menulusuri ibu kota dari negeri Ginseng itu hingga melalui taman yang menghadap pada sungai.

Kakinya menuruti insting untuk memandu menelusuri jembatan penyebrangan orang. Satu anak tangga telah ku lalui, rasanya tubuh ini lebih tinggi. Tangga ketiga, aku hampir menggapai awan. Dan tibalah tangga terakhir, mataku dapat memandang dengan luas kota kenangan ini.

Rhea terduduk pada turunan tangga sejenak. Pejamkan matanya wahai angin yang berlalu. Dan ketika membuka mata, semua kenangan tentang negeri ini terbayang kembali.

Rhea berjalan lagi namun melewati jembatan penyebrangan yang berbeda. Hanya Rhea kali ini pejalan kaki yang melalui penghubung antar jalan raya itu. Headset putih yang menyumbat kedua telinganya membawakan lagu Sempurna dari Andra And The back Bone  Lagu yang menggambarkan sosok dingin saat teringat seseorang kala dulu membuatnya terpesona.

Suasana lalu lalang kendaraan yang dinikmati ketika menundukkan kepala. Andaiku dapat membawa tuanku membelah angin di jalanan kota.

Aku menengadahkan pada langit dan mengangkat setinggi mungkin tanganku untuk meraih awan. Akankah tubuh ini dapat menyentuh awan memungkinkan untuk melihat tuanku dari atas?

Lucunya, lagi-lagi aku berbicara pada langit. Aku menikmati hari-hari dimana ingin bolos dari pekerjaan. Hehehe ternyata menyenangkan. Ini bukan terakhir, mungkin aku akan sering kabur dari kantor.

Saat lelah dan puas berkeliling Rhea berkunjung ke cafe untuk istirahat, yang berjarak cukup dekat dengan taman. Ini adalah kali pertama Rhea menapakkan kaki lagi di cafe ini setelah 2 tahun meninggalkan Korea. Cafe itu sudah berumur panjang seperti umur ayahnya, sangat lama bukan?

Bulan ini bertepatan dengan musim hujan. Pesanannya tiba bersamaan dengan hujan yang mulai bersuara lewat atap cafe. Di temani segelas hot coffee latte favoritnya, Rhea mengisi waktu dengan menulis naskah novel yang baru akan dimulai cerita baru. Itulah pekerjaan yang telah lama Rhea tekuni, bermula dari hobi.

Rhea sekarang hanya akan memulai dengan menulis biografi tentang dirinya.

Namaku adalah Evelyn Isabelle Anastasia. Nama itu pemberian dari ibuku yang berasal dari Indonesia. Ibuku sangat mengagumi kampung halaman ayah yang berada di London, jadi ibuku telah mempersiapkan nama asal negara Eropa itu lama sebelum aku lahir. Dari kecil aku tinggal di Indonesia bersama orang tuaku yang memutuskan tinggal maupun bekerja. Tapi percayalah, nama asliku adalah Area Rilea, bisa di panggil Rhea. Terdengar aneh bukan? Tapi seseorang memberiku nama itu agar berjodoh dengan anaknya kelak.

Di umur 22 tahun Rhea sukses menjadi penulis terkenal dan telah lama tinggal di Korea. Rhea adalah penulis novel fiksi. Di negara inilah ia mendapatkan banyak inspirasi, ide, ilmu dan wawasan yang baru.

Dan cafe inilah tempat dimana ceritaku dimulai. Ini tentang kisahku dan dia yang berawal dari hujan persis seperti sekarang ketika aku menuliskan halaman pertama.

Dia Tuanku.
Maksudku, Tuan pemilik sekaligus pemenang hati.

***

2 tahun yang lalu

"Aaishh kenapa tiba-tiba hujan," gumam Rhea.

Rhea berlari di bawah hujan dengan mengangkat ransel di atas kepala untuk melindungi separuh kepalanya. Rhea selalu lupa membawa payung, juga selalu kehujanan meski tau akan tiba musim hujan. Padahal di Korea bulan ini baru memasuki musim semi, namun siapa sangka hari ini akan hujan, bisa dibilang mustahil.

Dear RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang