❛after minute

89 21 6
                                    

Melangkah berdua, bersama-sama ke arah gerbang. Beriringan. Rasanya aneh. Malah, mereka tidak mengeluarkan sepatah katapun untuk mengacau mood masing-masing. Baik Haerin atau Maki sama-sama memiliki pemikiran tersendiri yang terlalu merengut perhatian mereka.

"Lo masih harus ngikutin gue sampe sini?" ujar Maki, duluan cari perkara. Nggak sih. Itu bentuk kesarkasan. Padahal, niat awal Haerin bukan seperti dugaannya.

"Apa? Ngapain?"

"Ngikutin gue," cowok itu melipat tangannya, satu sudut bibirnya naik. Memberi Haerin senyuman sinis."Takut gue kabur lagi?"

Haerin memperhatikan cowok itu. Lagi-lagi, terasa aneh. Netranya naik turun, memandang Maki dari atas ke bawah, dari bawah naik lagi ke atas."Lo sinis mulu seharian ini. Sensi banget. Datang bulan?"

"Enak aja! Lo pikir gue cowok apaan?!"

"Abisnya,"

Ikut-ikutan melipat kedua tangannya, Haerin membalas tatapan protes Maki dengan datar.

"Kayak cewek kalo lagi hari pertama."

"Oh, kayak lo maksudnya? Marah-marah mulu tiap hari?"

"Mana ada!!" kini balas Haerin yang protes. Menurut perasaannya, dia nggak sesering itu marah-marah. Kecuali sama Maki. Kan, itu Maki sendiri yang suka cari masalah."Gue nggak kayak gitu!"

"You can't deny it," Maki mengulas senyum, memandang remeh.

Cowok itu menaikkan satu alisnya, menuntut balasan dari Haerin. Yah, kali ini Haerin niatnya baik. Nggak mau cari masalah, cewek itu mengalah, mengiyakan apa adanya. Kadang dia sadar sih, pembawaannya memang galak, sudah diatur dari sananya.

"Terserah lo mau ngomong apa. Lagian, gue ngikutin lo gini tadinya mau minta maaf doang." aku Haerin.

Maki mengangguk-angguk, sebagian kalimat Haerin belum ia sadari sepenuhnya. Cowok itu tersenyum menang,"Tuh kan, lo emang ngikutin gue..." tapi cepat, dia mengulang kembali kalimat selanjutnya dalam memori otaknya."Apa..? Apa?! Lo mau MINTA MAAF?!"

"Nggak usah teriak-teriak!" balas Haerin sengak. Si cewek menutup kedua telinganya."Lo nggak lagi ada di kerumunan ibu-ibu ngejar diskon, sialan."

"Gue nggak salah denger?"

"Enggak. Gue mau minta maaf. Gue nggak salah sih, tapi—"

Maki langsung menyela."Gimana sih! Orang minta maaf pasti sadar ada salahnya. Mana ada orang minta maaf kayak gitu! Itu artinya, lo minta maaf nggak ikhlas. Maaf lo cuma buat formalitas." ocehnya.

"Tck.." Haerin memalingkan wajah ke arah lain, agak jengkel."Ada kok, gue sadar...cuma, dikit." jawab Haerin masih enggan mengakui yang sebenarnya. Lagian, dia nggak sepenuhnya salah. Seperti kata Gunwook.

"Sikap lo hari ini bikin gue nggak enak. Gue kira, gue salah disana. Gue selalu paksa lo buat ngikutin apa yang gue suruh. Tapi," Haerin menjeda sebentar. Memikirkan semuanya. Dia juga baru sadar akan hal ini."Sesuatu yang dipaksain...mungkin nggak selalu berakhir buruk. Cuma, prosesnya bisa aja salah."

Cewek itu mengingat kejadian kemarin. Mami, dan semua keinginannya. Bukannya, ini tak jauh berbeda dengan semua itu. Haerin tiba-tiba menunduk. Kepikiran. Selama ini, dia melakukan hal yang sama persis seperti yang Maminya lakukan. Memaksa orang lain dengan alasan demi kebaikan.

That's not nonsense, but on the other side it's not true either.

"Sorry," akhirnya permintaan maaf yang tulus datang."Mungkin, ini sebabnya kenapa gue sendiri nggak ngerasa nyaman buat bantu lo. Gue pakai cara yang belum tentu bisa lo terima meski alasannya buat kebaikan lo sendiri."

confidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang