❛a gift

76 18 6
                                    

Kejutaaan, hihihi double up!!!
(Nebus dosa karena puluhan hari gak pernah up wkwkwk)

.  ..  .

Soobin menghela nafas. Tuh kan, jauh dari keluarganya benar-benar suatu masalah. Dia beruntung Lia masih mau mengabarinya soal keadaan Haerin. Dia langsung membereskan pekerjaannya dan bergegas secepat yang dia bisa ke rumah Lia.

Sesampainya disana, Lia menyambutnya tanpa banyak kata. Rumah itu sebelumnya sudah pernah ia huni, tidak banyak yang berubah. Kecuali, foto keluarga mereka yang hampir sudah tidak dipajang lagi di dinding.

"Dari kapan sakitnya?"

"Ada kali lima hari sama ini," Lia memijat dahinya,"Agak susah disuruh minum obat kalo sama aku. Coba kamu bujuk, dia juga belum makan apa-apa lagi sejak makan siang."

Soobin mengangguk. Berjalan cepat menaiki tangga menuju kamar Haerin. Ketuk pintu dulu beberapa kali, baru masuk dan menemukan putrinya bergelung dua selimut tebal dengan motif boneka beruang madu kuning.

Soobin langsung menghampirinya dan duduk di tepi kasur. Lagi-lagi menghela nafas. Laki-laki itu mencoba mengecek suhu tubuh Haerin dengan punggung tangannya dan menyadari demamnya masih tinggi.

"Rin," panggil Soobin pelan. Haerin langsung membuka mata."Papii.."

Haerin berusaha untuk duduk agar bisa memeluk papinya, tapi Soobin menahan. Dia mengalah dengan berbaring di tempat tidur dan memberi Haerin pelukan hangat."Anak papi yang paling kuat kok bisa demam?"

"Minum es, jajan nggak sehat." Lia menyahut di ambang pintu. Dia mendekati anak dan mantan suaminya. Lia masih tidak menyangka sampai saat ini, dia memanggil Soobin mantan suami.

Haerin merengek, meminta untuk tidak dipojokkan. Cewek itu merengut ke dalam pelukan Soobin dan menyembunyikan wajahnya yang bengap penuh rona merah di dada sang ayah.

"Minum obat dulu,"

Haerin mengintip maminya yang sudah berada di belakang Soobin, berkacak pinggang."Emang udah jam berapa?"

"Hampir jam lima sore. Tadi siang langsung tidur kamu nya belum minum obat."

Soobin mengusap kepala Haerin lembut. Dia berusaha melepaskan pelukan Haerin dan membantu Lia untuk membujuk anak itu.

"Minum obat dulu ya? Kalo udah sembuh nanti, Papi ajak jalan-jalan."

"Sama Mami?"

"Iya sama Mami,"

"Heh!" Lia melotot karena tidak sempat berkomentar."Emang kamu nggak mau? Sekali-kali lah Li."

Barulah Haerin mau bangun, dia langsung menjadi anak baik dan meminta sang mami memberinya makan. Disuapi Papi, Haerin makan cukup banyak. Haerin hanya tidak bilang, bahwa sebenarnya dia senang dengan keadaan seperti ini.

Ya udah nggak papa dia gagal mengikuti event lomba sekolah. Yang penting, dia bisa lihat Mami dan Papinya kembali dalam satu frame meski ini hanya berlaku selama beberapa saat, tidak abadi.

.  ..  .

"Kamu nggak nginep aja?"

"Nginep. Aku mau ambil laptop bentar di mobil,"

Soobin menggulung lengan kemejanya sampai siku, diperhatikan Lia yang berada di ujung tangga mengekorinya. Agak-agak salting gimana gitu. Soalnya, sudah lama nggak lihat tatapan Lia seintens itu.

"Kamu masih-"

Lia berhenti bicara. Begitu pintu rumah dibuka, mereka malah mendapati seorang laki-laki berdiri membelakangi pagar rumah.

confidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang