Biasanya, satu part itu cuma 1000-1200. Alasannya karena menurut riset, membaca tanpa jeda lebih dari 1500 kata itu bikin mumet dan biasanya satu bab di novel nggak akan lebih dari 1500.
Part ini bakalan berisi total 2000 words. Aku sengaja nggak bagi dua. Soalnya nggak bisa dibagi dua.
Mungkin part ini terlihat nggak penting juga selama kalian membaca. Tapi, percaya deh, part ini adalah titik balik dari hubungan Samudera & Danisa.
Jadi, selamat menikmati.
///
Samudera menghisap sebatang rokok sambil duduk di sebuah area outdoor kafe bernuansa hijau pagi ini. Ini hari Sabtu dan masih jam delapan. Seharusnya, buat sebagian besar orang, mereka akan memilih tidur-tiduran dan bangun lebih siang. Tetapi, Samudera sedang punya janji temu khusus setengah jam setelah ini.
Kafe yang terletak di salah satu kawasan apartemen itu sangat sepi. Lingkungannya pun benar-benar tak ramai. Samudera mengerti kenapa Gwen memilih tempat ini. Sebagai figur publik seperti Gwen, tempat ini sepertinya dirasa cukup aman.
Melongok dari balkon, terdapat taman dan lapangan yang bisa dipakai oleh penghuni. Dari arah pandang Samudera, ia bisa menangkap anak-anak kecil yang berolahraga dengan bermain sepeda roda empat, orangtua yang duduk menemani dan anak-anak remaja yang tengah men-dribble bola basket.
Samudera menghela asap rokok sekencang-kencangnya namun membeku tiba-tiba saat seorang perempuan menyilangkan tangannya sambil berjalan ke arahnya. Samudera mengerjapkan mata, melirik ke arah jam di ponsel. Ini masih jam delapan, bukan setengah sembilan. Kenapa perempuan itu berjalan cepat ke sini?
"Ngerokok lo?" teriaknya keras.
Samudera membelalak. Sial!
Perempuan itu berjalan cepat. Mengambil rokok yang dipegang Samudera dengan sekali sentak. "Sejak kapan lo ngerokok? Di Amrik ngerokok juga? Katanya atlet kok ngerokok!" Ia nyerocos panjang lebar.
"Gwen..."
Gwen memutar bola matanya. Bukannya berhenti, ia malah mengambil seluruh kotak rokok bahkan lighter yang ada di meja.
"Gwen! Balikin!" Samudera mencoba meraih kotak rokok yang diambil.
Gwen yang bertubuh cukup tinggi mampu menghindar dari Samudera. Ia mundur lalu dengan cepat membuat semua batang rokok itu ke tong sampah yang bersandar di dekat pilar.
Samudera menggerutu kesal. Kakinya yang belum bisa berjalan membuat ia tak bisa mengambil kotak itu dengan cepat. "Gue udah bukan atlet lagi!" Samudera mendecih. "Udah cacat! Mau jadi apa?"
"Terus, mau ngerusak diri lo sendiri, gitu?" Gwen membalas kesal. "Jangan macam-macam, Samudera."
Samudera mendesis kecil. Sejak kecil, Gwen sudah menganggap dirinya pemimpin kelompok karena perempuan satu-satunya di antara dia dan Khafa. Lalu, ia semakin menggila saat berpacaran dengan Khafa. Bertindak selayaknya kakak perempuan untuk Samudera. Menceramahi dan menasehati tanpa henti.
Awalnya, terasa menyebalkan. Tetapi, sejujurnya, Samudera lambat laun merasa nyaman dengan perhatian-perhatian Gwen. Seolah, Gwen menjadi pengganti sosok ibu untuknya.
Samudera mendecih. Ia menyandarkan tubuhnya di bangku lalu mengambil gelas kopi yang ia pesan untuk diteguk. "Ngapain lo ke sini? Sepagi ini, pula!"
"Gue kan tepat waktu," jawab Gwen ringan. "Menghargai lo juga yang udah susah payah datang ke sini."
"Nggak ada orang Indonesia yang tepat waktu," sindir Samudera sinis.
Gwen mendesis. Ia membanting diri untuk duduk di hadapan Samudera. Perempuan itu sudah cantik dengan gaun kasual bercorak warna merah muda lembut. Samudera taruhan, Gwen akan pergi brunch dengan seseorang setelah pertemuan mereka selesai.

KAMU SEDANG MEMBACA
PERFREAKTION
Novela JuvenilBagaimana rasanya kalau tiba-tiba satu proyek dengan orang yang disukai? Melayang? Kurang lebih, itu yang dirasakan Danisa ketika Kiano mengajaknya bergabung dalam tim Publikasi-Dokumentasi Festival Sekolah. Walaupun Samudera-si anak kepala yayasan...