Prolog

218 7 1
                                    

"Sayang, kenalin ini Ana." Nada antusias Nala tidak mampu ia sembunyikan. Senyumnya merekah begitu lebar. Berbanding terbalik dengan sang putra yang hanya bergeming di tempatnya. Netra kelam itu terpaku pada senyum cerah ibunya yang begitu lebar. Baru kali ini ia melihatnya. Tapi—

"Dia akan jadi adik kamu mulai sekaranggg!."

Adik?. Apakah Ibunya tengah bercanda. Kepalanya mulai bising dengan pertanyaan yang tidak mampu ia utarakan.

"Jadi, kamu panggil anak yang duduk di sana itu... Abang Arga," ujar Nala, menujuk semangat putranya yang duduk di sebrang mereka.

Gadis kecil yang katanya bernama Ana itu mengikuti arah jari Nala. Lalu netra itu terpaku dengan manik kelam yang tengah menghunus tajam ke arahnya. Persekian detik tatap kedunya terkunci, dan Ana menjadi yang pertama memutus kontak mata itu. Karena tatapan itu membuatnya tidak nyaman.

Arga diwantara. Anak itu masih tidak mampu mengelurkan sepatah kata. Siapa gadis itu?. Dan kenapa sampai mengangkatnya menjadi anak?. Apa dirirnya saja tidak cukup?. Setidak penting itu dirinya hingga tidak ada yang memberitahunya.?
Sudut bibirnya terangkat, terseyum getir. Apa yang dia harapkan dari kedua orang tuanya. Mereka jarang bersama. Tidak ada pelukan hangat seperti ibunya memeluk gadis itu. Tidak ada senyum selebar itu di wajah orang tuanya saat bersamanya. Apa karena ia laki-laki?. Mungkin saja.

Dan kenapa ia harus sesakit ini melihat pemandangan di depannya. Bukankah sudah biasa. Jadi, untuk apa dia merasa sedih. Dan mengapa melihat seluruh perhatian ibunya ke gadis itu ada gejolak amarah di dadanya?. Hingga rasanya begitu sesak. Ia ingin teriak. Tapi tidak bisa. Buku tangannya mengepal. Karena sungguh. Ia tidak bisa membohongi hati terdalamnya jika dirinya juga menginginkan perhatin itu.






Hai...
Stay healthy guys.
Selamat membaca. 🐰💜...

THIS IS LOVE [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang