17

47 3 0
                                    


"Gimana ini Yah? Kondisinya makin kritis!" Perempuan dewasa itu menangis tersedu di pelukan suaminya. Merasakan harapannya semakin menjauh.

"Dia akan baik-baik saja." Semoga.cLaki-laki itu menghela napas, hanya bisa membisikkan kata penuh semangat untuk istrinya. Mereka cuma bisa berdoa untuk saat ini. Semoga sang pemilik nyawa mengkasihani dan mengabulkan doa mereka.


•••••••

Ana yang masih berbaring di ranjang UKS bangkit saat mendegar pintu ruangan itu terbuka.

"Lo lama banget sih g—loh! Bang Arga? Gea mana?."

Arga menaruh kantung pelastik itu di atas nakas samping ranjang. "Kenapa bangun? Tidur lagi sana."

"Gea mana, bang? Harusnya dia yang ke sini bukan bang Arga." Ana mulai kesal karena Arga belum menjawab pertanyaannya

"Lo nggak suka gue di sini?"

"Bukann! Maksud aku bukan gituu!." Ana mendengus, emosinya mudah sekali meledak saat ini. Salahkan saja tamu bulannya yang tiba-tiba datang. Ini hari pertamanya, lengkap sudah penderitaannya.

"Gea di kantin." Arga menarik kursi lalu duduk di samping ranjang. Matanya menatap lekat Ana yang menghindari tatapannya. "Sakit apa? Tadi pagi baik-baik aja."

"Siapa yang sakit. Aku nggak sakit kok"

"Terus kenapa di sini?" Perasaanya saja kalau Ana sekarang lebih ketus saat berbicara padanya. Atau bagaimana?.

"Bang Arga pergi aja deh. Aku ngantuk mau tidur."

Dahi Arga berkerut. Benar kan?. "Lo kelihatan kayak orang nggak sakit."

"Lagian siapa yang sakit sihhhh!." Ana meringis saat merasakan perutnya sakit luar biasa. Tuh kan!.

"Kenapa?." Wajah Arga berubah panik saat melihat Ana mencengkram kuat perutnya. "Perut lo sakit?."

Namun Ana tidak menjawab dan memilih berbaring membelakangi Arga. Sumpah kenapa harus sesakit ini sih!. Matanya terbuka saat mendengar bangku yang terseret lalu menemukan Arga duduk di depannya. Tangannya bergerak lembut menyingkirkan anak rambut Ana yang menutupi wajahnya. "Apanya yang sakit? Gue bisa bantu apa?"

Mata Ana terpejam menikmati usapan lembut di kepalanya. "Bang Arga jangan pergi. Temenin aku di sini." Tampar saja dia sekarang!. Tadi  ngusir sekarang malah ngerengek minta di temenin.

Arga hanya diam, terus mengusap lembut kepala Ana. Gadis ini kenapa?. Ana tidur meringkuk seperti bayi dan memeluk erat perutnya. Terlihat sekali menahan sakit. Arga menghela napas, apa yang harus ia lakukan untuk bisa mengurangi rasa sakitnya?.

•••••••••

"Bang Arga diem aja di sini, jangan ikut masuk."

Satu alis Arga terangkat, "Kenapa? Gue juga mau beli sesuatu."

Ana berdecak tinggal iyain aja, susah banget sih!. "Terserah bang Arga. Awas aja kalau bang Arga ngikutin aku."

Ana melangkah lebih dulu memasuki mini market tempat ia menyuruh Arga berhenti. Ada sesuatu yang harus dia beli dan Arga tidak boleh melihatnya. Soalnya ini privasi perempuan!.

Coklat, beragam ciki, mi instan, jangan lupakan es krim semua itu sudah memenuhi keranjang Ana. Kebiasaan ngemil manis dan pedas saat tamu bulanannya datang emang paling bagus balikin moodnya. Nanti dia bikin seblak aja di rumah. Membayangkannya saja sudah membuat Ana ngiler. Astaga! Kayak orang ngidam aja!.

Ana memastikan Arga tidak ada di depan kasir baru ia melangkah mendekat. Ia terseyum menaruh semua belanjaanya.

"Totalnya jadi enam ratus ribu, kak."  Pramuniaga itu terseyum menyerahkan kantung belanjaanya.

THIS IS LOVE [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang