vier

419 46 0
                                    

📍Bandung, 2015

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

📍Bandung, 2015

"Gue ke kelas dulu ya, nanti jam istirahat gue susulin ke kelas. Kalau ada yang ngomong hal gak baik tentang lo, seperti biasa pake airpods atau earphone gue yang ada di tas lo. Jangan narikin kulit disekitaran kuku lagi, Awan. Jangan nyakitin diri lo sendiri. Ganti jadi corat-coret atau sobek-sobek in kertas. Ngerti?" Ucap Langit, Awan mendongakkan kepalanya sedikit kemudian mengangguk.

"Iya, Langit." Langit tersenyum tipis mendengar jawaban Awannya. Kemudian mengusap surai hitam legam milik Awan dan menitahnya untuk segera masuk kedalam kelas.

"Gih, sana masuk." Ucap Langit. Lagi-lagi Awan mengangguk dan segera masuk kedalam kelas. Setelah melihat Awannya duduk di kursi yang biasa ia tempati, Langit segera melangkahkan kakinya menuju kelasnya sendiri.

 Setelah melihat Awannya duduk di kursi yang biasa ia tempati, Langit segera melangkahkan kakinya menuju kelasnya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Loh Langit? Lo ngapain disini? Mau nyariin Shabina ya? Shabina nya ada tuhh masih ngerjain tugas matematika tadi. Tolong ajak ke kantin ya, dia gak mau ke kantin kesian banget belum sarapan juga dia." Ucap salah satu siswi yang berada satu kelas bersama Awan. Langit menggeleng.

"Gue nyari Awan. Awan nya ada?"

"Oh, Awan mah izin pulang dia tadi dijemput supir nya. Katanya Mamanya kecelakaan tunggal."

Tanpa mengatakan apapun, Langit segera melangkahkan kakinya menuju parkiran. Menelpon supir pribadi keluarga Awan dan menanyakan dimana keberadaan gadisnya itu. Sebab saat menelepon ke nomor Awan, gadis itu sama sekali tidak mengangkat panggilannya.

Setelah mengetahui rumah sakit dimana Mama Awan dirawat, Langit segera melajukan motornya menuju rumah sakit tersebut.

.

.

.

.

Setelah menanyakan dimana ruang rawat Mama Awan berada, Langit segera mempercepat langkahnya menuju tujuannya saat ini.

Dan ketika melihat gadisnya tengah membenturkan kepala belakangnya ke tembok dengan tempo agak cepat, Langit segera berlari dan menaruh telapak tangannya di belakang kepala Awan.

Awan menoleh dan terkejut dengan kehadiran Langitnya.

"Langi-"

"Gue udah bilang untuk gak nyakitin diri lo sendiri kan, Awan. Kenapa malah benturin kepalanya ke tembok?"

"Aku gak tau. Kepalaku, kepalaku berisik suruh aku begitu. Aku gak bisa nahannya, Langit." Ucap Awan dengan nada putus asa nya.

Nada itu, Langit lebih baik mendengar tangisan gadisnya, daripada mendengar nada putus asa itu.

"How strong you are, Ocean. If I were you I'm not sure I could get through it all. Thank you for always surviving and sorry because I haven't been able to take you away completely from your pain." Langit mengucap dalam hati. Sebelum kemudian membawa Awan kedalam dekapannya.

 Sebelum kemudian membawa Awan kedalam dekapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Semua Aku Dirayakan - SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang