Chapter 3 - Tim 16

3 1 0
                                    

"Hoi-hoi, berhenti mengusiknya!"

"Ah, tapi wajahnya sangat imut~, aku tidak bisa berhenti menyentuhnya!"

"Hei, gara-gara kau, m-makananku, arghhh!!"

"Dasar bodoh."

Berbagai suara keributan terdengar dari ruangan itu. Saking ributnya, bahkan para patrol knights yang berpatroli di luar segera mempercepat langkah mereka. Tidak hanya mereka, namun kegaduhan itu membuat seorang anak berambut biru terbangun.

Kelopak matanya terbuka, dan sebuah mata biru yang indah bagai kristal mulai memantulkan cahaya. Bulu matanya yang lentik bergoyang-goyang selagi ia berkedip, kemudian ia mulai bangkit dari posisi tidur.

"Ah?" Bocah itu mengeluarkan desahan pelan.

Semua mata yang ada di ruangan itu langsung tertuju pada sang bocah yang baru saja terbangun, yang meletakkan tangan di dahinya dan tampak sedikit linglung.

"Kau sudah bangun rupanya." Pria kekar dengan bekas luka jahitan di wajahnya atau Leon, langsung membuka suara. "Pertama-tama, kami—"

"Kyaa, untung anak ini masih hidup, senangnya~!"

Tetapi kalimat yang barusan langsung dipotong oleh suara seorang gadis dengan rambut pirang dikuncir dua dan wajah cantik. Tanpa rasa bersalah, ia langsung menyerbu bocah itu dan memeluknya, membuat wajah Leon yang tadinya serius berkedut.

"Hei, Julia, jaga sikapmu. Apa kau tidak malu?" Seru Alex.

"Cih, aku hanya senang karena dia sudah bangun." Julia akhirnya berjalan mundur, namun sebelum itu ia mengedipkan sebelah matanya pada bocah itu, membuatnya yang sudah bingung kian kebingungan.

"Sudah-sudah." Leon menghela nafas sebelum melanjutkan. "Ini berita bagus, akhirnya kau bangun juga, sepertinya anggota timku yang berisik ini membuatmu cepat terbangun. Maaf sebelumnya, aku Leon, Squad Leader dari tim 16."

Anak itu melihat ke sekelilingnya dengan wajah penuh tanda tanya, ia melihat wajah-wajah dari anggota tim 16 serta ruangan serba putih melingkar yang mengelilinginya.

"Kau berada di markas kami, Estelda. Jangan khawatir, tempat ini aman dari serangan chaos." Alex menyentuh pundak bocah itu.

"Chaos?"

"Hmm.. kau tidak tahu apa itu Chaos?" Alex memiringkan kepalanya sebelum melihat ke wajah anggota timnya yang lain, menerima tanggapan yang sama. "Oke lupakan itu sejenak, boleh aku tahu siapa namamu?"

Anak itu terdiam sesaat sebelum menjawab. Semua orang yang ada di ruangan itu memperhatikan dengan serius.

"A-aku tidak ingat"

***

"Begitu ya, dia sepertinya hilang ingatan."

Leon duduk sigap sambil melipat kedua tangannya, kedua alisnya bertaut dan wajahnya sedikit kecewa namun juga prihatin. Setelah melakukan tes kesehatan dan menanyakan beberapa pertanyaan simpel, anak itu tampak tak mengingat apapun baik dari nama maupun asal-usulnya.

Jika sampai jatuh di tangan patrol knights yang lain, maka anak ini akan menjadi sasaran percobaan di lab dan menjalani hari-hari yang mengerikan. Leon telah melihat hal itu dengan kedua matanya.

"Hoi hoi hoi jangan cemberut begitu pak tua." Suara agak serak tiba-tiba menyahut dari samping dan merangkulnya, dia adalah seorang pemuda tinggi berambut merah dan gigi taring yang cukup panjang. "Aku punya ide, bagaimana kalau kita merawatnya"

"Glenn? Apa kau serius?"

"Hei, selama ini aku memang suka bercanda, tetapi jika menyangkut nyawa seorang bocah aku tidak akan tinggal diam. Lagian dulu kau juga pernah menyelamatkanku. Tidak, bahkan kami semua pernah ditolong olehmu."

Paradox Ultimatum: The LiberationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang