COKLAT

265 12 3
                                    

Sudah sebulan lebih sejak Alena pindah dari kelas unggulan, Alen yang berstatus sebagai teman kelas barunya, terus saja mengusiknya tanpa henti. Alen selalu berusaha untuk mencari perhatian Alena.

"Woi, kalian jangan ribut! Pacar gue lagi belajar buat ulangan bentar!" peringat Alen kepada teman sekelasnya. Sontak, sejenak mereka terdiam dan langsung menatap Alen dengan aneh. Kemudian mereka kembali ke aktivitas masing-masing dan akhirnya kelas kembali ricuh.

Sementara Alena yang lagi membaca materi untuk persiapan ulangan, mengacuhkan Alen yang bertingkah kekanak-kanakan. Semua teman sekelas tau, kalau Alen itu asal mengklaim Alena sebagai pacarnya.

Alen menatap punggung Alena sambil tersenyum. Yap, posisi duduk Alen berada tepat di belakang bangku Alena.

Alen dengan usil mencolek punggung Alena menggunakan ujung pulpennya membuat Alena hanya mendengus kesal dan mengabaikan gangguan dari cowok aneh di belakangnya.

Tidak putus asa, Alen mencolek punggung Alena lagi. "Cantik," panggil Alen.

Alena kembali mendengus kesal. Alena kemudian dengan malas-malasan membalikkan tubuhnya menghadap Alen. Alena diam menatap tajam Alen dengan ekspresi datar.

Alen tersenyum senang, lalu mengangkat kedua tangannya di udara membentuk love. "Semangat, aku yakin kamu bisa," ucap Alen sembari memaju mundurkan tangannya yang masih berbentuk love.

Alena tetap diam tanpa ekspresi. Kemudian kembali membalikkan badannya untuk belajar.

"Alena, diam aja kamu cantik. Apalagi kalau kamu senyum untuk aku, bisa duarrr ... Gak kuat akang," puji Alen sepenuh hati untuk menyemangati Alena. Namun, tampak gadis itu tidak berkutik sama sekali dengan gombalan Alen.

***

"Kalau orang stres karena belajar, paling betul nenangin otak dengan makan yang manis-manis." Alen tengah membaca komentar-komentar netizen dari video penjelasan materi matematika.

Alen mematikan ponselnya dan meletakkannya di atas meja. Ia memegang dagunya sambil berpikir.

Apa jangan-jangan, Alena jarang ngejawab omongan gue karna dia lagi stres aja abis belajar, ya?

Alen kemudian memandang gadis di depannya yang masih sibuk berkutik dengan buku-buku. Dapat, Alen melihat Alena memijat kepalanya.

Dia beneran lagi stres. Alen lalu berdiri dari duduknya menghampiri Alena.

"Cantik, kamu suka gula-gula apa?"

Alena menghela napas seraya menutup buku pelajarannya. "Gue lebih suka coklat dibanding permen," jawab Alena sekenanya dengan tidak peduli. Alena berdiri dari duduknya dan melangkahkan kakinya melewati Alen. Alena rasa dirinya perlu menghirup udara segar di luar kelas.

***

"Gimana kelas baru lo?" tanya Nathan-teman kelas Alena yang lama. Kini keduanya tengah berada di gazebo depan kantor guru.

"Ya, gitu-gitu aja," jawab Alena simpel. Matanya memandang anak-anak laki-laki yang tengah bermain basket di lapangan.

"Benaran nih lo gak mau balik ke kelas unggulan? Gue bisa minta ke kepsek buat mindahin lo balik ke kelas unggulan," tawar Nathan yang entah sudah ke berapa kalinya dalam minggu ini. Disclaimer, Nathan adalah anak pemilik sekolah ini.

"Thanks, gak usah. Gue bisa usaha sendiri kok biar bisa balik ke kelas unggulan."

"Cantik," sapa Alen yang tiba-tiba datang.

***

Sedari kantin, Alen dan Chiko berjalan berdampingan untuk mencari keberadaan Alena.

"Nah, itu Alena," tunjuk Chiko. Lantas, Alen mengarahkan matanya pada arahan Chiko.

"Len, lo yakin mau samperin Alena?" tanya Chiko. Pasalnya, kini Alena tidak sendirian. Cewek itu lagi bersama dengan Nathan.

"Iya, kenapa emang?"

"Lo taukan kalo Nathan itu anak pemilik sekolah?"

"Terus?"

"Lo gak min ... der bersaing ama anak pemilik sekolah?" Chiko mencoba berkata dengan sangat hati-hati. Chiko hanya tidak mau Alen sampai dibuat malu oleh anak-anak orang kaya dari kelas unggulan.

"Gak usah khawatir, Bro. Gue yakin Alena bukan cewek yang mandang harta."

Setelah mengatakan itu, Alen berlari meninggalkan Chiko dan menghampiri Alena dan Nathan di gazebo.

"Cantik," panggil Alen. Alen kemudian duduk di tengah diantara Nathan dan Alena.

Nathan menatap Alen tidak suka. Selalu saja cowok itu mengganggu dirinya yang lagi bersama Alena. Sementara Alena hanya menghela napas berat harus berhadapan lagi dengan tingkah konyol dari Alen.

Tak berselang lama kemudian, bunyi bel masuk berdering. Nathan berdiri terlebih dahulu dari duduknya. Lalu mengeluarkan sebatang coklat silverqueen dari balik saku celananya.

"Nih untuk lo, Na. Santai aja belajarnya, gak usah terlalu diforsir," pesan Natah sembari memberikan Alena coklat.

"Makasih," balas Alena. Kemudian, Nathan pergi melangkahkan kakinya ke kelas.

Beberapa detik kemudian, Alena ikut berdiri. Siap-siap untuk balik ke kelas.

"Alena," panggil Alen pelan.

Alena cuma diam di tempat menunggu apa yang akan dikatakan oleh Alen sambil menatap cowok itu dengan datar.

Alen berdiri dengan memandang gadis yang hanya setinggi dagunya. Alen mengeluarkan beberapa coklat-coklat kecil sebesar biji kelereng.

"Buat Alena." Alena tanpa berkata apa-apa langsung menerima coklat-coklat kecil itu.

"Cantik, kalau kamu gak suka dengan coklat yang aku kasih, kamu boleh buang, kok." Setelah itu Alen cengi-ngiran tidak jelas sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Kemudian Alen berlari terlebih dahulu menuju kelas meninggalkan Alena.

...

Nanti, kan kisah Alen dan Alena di chapter selanjutnya.

Jangan lupa vote dan komennya dalam membangun cerita ini.

PUTUS LIMA MENITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang