UKS BAGIAN DUA

36 5 0
                                    

Alen dan Citra berada di depan pintu UKS. Citra memegangi pipinya yang masih terasa perih akibat tamparan keras dari Yuna. Citra mengerutuki dirinya sedari tadi yang tidak menampar Yuna balik.

Anjing, bet tu cewek! Citra cuma bisa kesal dalam hati.

"Tunggu apa lagi, sih Len?" tanya Citra mendesak karena sudah hampir semenit mereka hanya berdiri diam di depan pintu.

Alen tidak menjawab lalu menghela napas berat. Alen tau, di dalam UKS pasti ada Alena dan Yuna. Kemudian Alen dengan sangat terpaksa mulai mendekatkan tangannya dengan kenop pintu. Alen tiba-tiba mengurungkan niatnya. Alen menoleh pada Citra.

"Gimana kalau kita kompresnya di kantin aja? Nanti gue yang beliin deh es batunya." Alen mencari jalan alternatif untuk menghindari perjumpaan Citra dengan Alena dan Yuna.

Citra menolak tawaran Alen dengan menggeleng kepalanya cepat. "Gak mau. Aku mau pakai kompres yang ada di UKS aja. Lagi pula kalau di kantin, kamu harus buang-buang uang untuk beli es batunya lagi."

"Gapapa, ayo." Alen meraih pergelangan Citra untuk segera pergi dari tempat itu. Namun, gadis itu sedikit batu dikasih tau.

Citra melepaskan genggaman Alen. "Gak, Len. Kompres di UKS lebih higenis." Kemudian Citra langsung memegangi ganggang pintu.

"Kalau kamu gak mau buka, biar aku aja yang buka." Citra lalu memutar kenop pintu tanpa ada ragu sedikit pun. Pintu UKS sukses terbuka lebar. Citra melangkah masuk.

Alen yang melihat itu menghela napas berat. Alen mau tidak mau akhirnya menyusul Citra yang telah masuk ke dalam UKS. Satu hal yang baru Alen sadari kembali kalau sifat Citra memang sangat manja dan sulit ditantang.

"Cit, tungguin gue."

***

Di UKS, Alena menggerai gorden sebagai pembatas antara ranjang yang dikenakan Yuna dan Citra. Alena teliti dan rapi meliliti pergelangan Yuna menggunakan kasa.

"Yun, pinggang lo masih sakit, gak?" tanya Alena khawatir. Pasalnya Alena tau kalau area itu sangat sensitif. Bisa-bisa orang sulit berjalan jika pinggangnya memiliki masalah.

Yuna menggeleng. "Udah nggak kok, Na. Makasih ya karna udah ngerepotin lo."

"Mana ada ngerepotin. Santai aja."

Selama masa-masa bincang-bincang diantara Alena dan Yuna, tiba-tiba Alen mengibas tirai pembatas ke ujung membuat mereka berempat bisa saling bertatap-tatapan satu sama lain.

"Yun, maafin Chiko, ya? Dia bukan orang kek gitu, kok sebenarnya. Terus sekarang dia lagi nyerahin diri ke BK," papar Alen memberi sedikit penjelasan.

Yuna dan Alena cuma diam. Enggan untuk menjawab. Bagi mereka berdua, kelakuan Chiko sudah tidak bisa ditolerir lagi. Namun, tidak dengan Citra. Citra melepaskan kopresannya terlebih dahulu. Citra memandang kesal Alen sambil menarik pelan seragam cowok itu agar iris coklat elegannya beralih melihatnya.

Ketika saling memandang, Citra memasang wajah cemberutnya. "Ngapain minta maaf, sih? Kan dia yang mulai cari gara-gara nampar si Chiko."

Alen membisu. Bingung harus menjawab apa.

"Pokoknya, kita gak usah minta maaf. Seharusnya dia tu yang minta maaf. Jadi cewek, kok hobinya nyari sensasi. Bilang aja kalau niatnya mau dapat perhatian dari anak basket sekolah sebelah." Citra memutar bola matanya malas.

Citra yang tadi duduk di ujung ranjang langsung membaringkan tubuhnya untuk segera beristirahat.

Mendengar perkataan Citra yang menyayat tanpa belas kasih, kuping Yuna serasa panas. Yuna ingin sekali beranjak dari kasurnya menjambak habis rambut cewek sok imut itu. Yuna benar-benar kesal melihat tingkah Citra yang sok tau segalanya.

Yuna menghela napas sekali lagi dengan gusar. "Cerewet banget, gak sih, Na? Pantas aja banyak cewek di sekolah yang ngebilangin dia pick me girl. Ternyata emang, isi mulutnya kayak anjing yang menggonggong kosong," sindir Yuna tak kalah sarkas.

Alena hanya tertawa kecil menanggapinya. Setelah Alena pikir, perkataan Yuna barusan ada benarnya juga. Entah kenapa, akhir-akhir ini Alena cukup risih dengan Citra. Padahal selama sekelas dulu, Alena pikir Citra itu cewek paling pendiam dan polos.

Citra yang mendengar itu cuma diam di tempat seolah menelan mentah-mentah semua kalimat yang diluncurkan Yuna untuknya. Sementara, Alen yang melihat keadaan Citra, menoleh pada Alena dengan tatapan sendu.

Jujur, Alen tidak tau harus berpihak kepada siapa sekarang. Alen juga tidak habis pikir kalau Alena bisa sesarkas ini. "Na, tolong jangan gitu dan untuk lo, Yun. Lo boleh ngehina gue dan Chiko apa aja. Tapi gak usah ngehina Citra sampai segitunya." Pada akhirnya, Alen harus membela Citra kali ini.

"Kenapa? Lo gak suka gue kayak gini? Bagus deh. Kalau tau, gue bakal kek gini aja dari dulu biar lo bisa ngejauhin gue," kesal Alena. Padahal dirinya sama sekali tidak berbicara apa-apa. Ia cuma tertawa menanggapi perkataan Yuna.

"Na, bukan gitu maksud aku ..."

"Len, jadi manusia itu gak usah goblok-goblok banget, ya? Kita sekelas,  seharusnya lo tau, sih kalau gue gak mungkin asal nampar orang. Dan seharusnya lo nanya dulu tu ke teman lo. Kenapa gue bisa sampai nampar dia. Bukannya malah asal ngejugde gue sembarangan." Yuna membela diri.

Alen hanya bisa diam saja.

"Pulang barengnya, kita batalin, ya?"

Lantas, itu membuat kelopak mata Alen terbelalak kaget memandang Alena.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PUTUS LIMA MENITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang