EVENT OLAHRAGA

22 10 0
                                    

Entah kenapa akhir-akhir ini Yuna jadi sering main atau mencoba memperbanyak komunikasi dengan Alena. Alena tidak masalah, sih. Hanya saja Alena agak merasa sedikit aneh. Soalnya selama hidupnya, Alena jarang sekali berbicara banyak dengan orang lain, kecuali keluarganya dan juga Alen yang selalu mepet pengen dekat.

Jadi gini, ya rasanya punya teman cewek.

"Na, lo tau gak hari ini ada event olahraga antarsekolah?" Yuna bertanya sembari memakan keripik pedasnya. Yuna duduk tepat di samping Alena yang lagi mencoba menyelesaikan soal matematika.

"Kagak," balas Alena sekenanya. Alena masih memfokuskan pikirannya pada soal di depannya. Otaknya masih menghitung-hitung angka yang akan dirinya tulis.

Yuna kemudian diam dengan mengamati langit-langit kelas sambil terus mengunyah keripik yang telah masuk ke dalam rongga mulutnya. Sesekali Yuna menengok ponselnya. Memastikan, siapa tau ada yang mengirimkannya pesan singkat.

Beberapa menit pun berlalu, Alena seketika membaringkan kepalanya di atas meja dengan begitu frustasi. Yuna yang melihat itu, seketika bersuara.

"Kenapa, Na?"

Alena menghela napas berat. Kemudian kembali duduk ke posisi semula. Alena meniup poninya dengan frustasi. "Gue masih belum nemuin jawabannya," ucap Alena dengan hati yang gundah.

Yuna diam sebentar. Kemudian Yuna berdiri dengan penuh semangat. Tangannya menarik pergelangan Alena untuk ikut berdiri.

"Itu tandanya lo harus ngengademin juga otak lo. Skuylah, kita liat cogan dari sekolah lain, mumpung lagi event olahraga antarsekolah gini. Sia-sia banget anugerah Tuhan kalau kita gak nikmatin. Jarang-jarang juga, kan mereka datang ke sini?"

Alena berdiri dan diam di tempat. Raut wajah Alena seolah mengatakan, gak usah, deh. Buang-buang waktu aja. Sementara itu, Yuna yang melihat ekspresi Alena langsung menghela napas bersamaan memutar bola matanya malas.

"Gue pernah baca artikel. Katanya, kalo kita perbanyak liat cogan, otak kita itu bisa langsung fresh. Kinerja otak kita itu jadi dia kali lipat dalam bekerja. Cocok banget untuk lo yang mau pake belajar," ucap Yuna dengan spekulasi yang dibuat-buat.

Alena menyipitkan matanya menatap Yuna curiga. Alis Alena juga hampir saling bertautan. "Beneran?" Nada bicara Alena terdengar was-was.

Yuna mendenguskan napasnya berat. "Iya, Alena," gemas Yuna kemudian menarik pergelangan Alena lagi untuk melangkah keluar dari kelas.

"Eh-eh, tapi, kita singgah ke kantin dulu, ya Yun? Gue mau beli minum."

***

Setelah dari kantin membeli minuman, Alena dan Yuna berjalan beriringan menuju lapangan basket. Sebenarnya Alena ingin balik saja ke kelas, tapi Yuna terus memaksanya untuk ikut. Kata-kata Yuna yang menyentuh hati Alena itu pas di kantin tadi. Lo juga perlu istirahat cuy. Gak usah maksain diri. Ntar lo sakit gue ikut kepikiran. Alena merasakan kehangatan. Dirinya jadi merasa bakal bersahabat dengan Yuna. Padahal baru beberapa bulan mereka saling kenal. Namun, Alena yakin kalau Yuna adalah teman yang baik.

"Na, lo dekat, ya sama Nathan?" Yuna membuka dialog dalam masa-masa menuju lapangan basket.

"Em ... Lumayan. Gak dekat-dekat amat."

"Masa, sih? Tapi gue liat-liat, kayaknya dia suka sama lo gak, sih?

Alena tertawa kecil. "Ada-ada aja lo, Yun. Dia itu emang baik sama gue. Maybe, karna orang tua kita saling kenal."

Yuna mengangguk-angguk ringan. "Benar juga, sih. Eh, tapi, akhir-akhir ini gue liat lo jarang sama dia. Kalian marahan?"

Alena tertawa lagi dengan pertanyaan konyol dari Yuna. "Nggak. Emang sekarang jaman apaan, sih masih main marah-marahan kayak bocah? Dia emang lagi sibuk aja ngajarin anak-anak yang mau olimpiade."

"Ouh, gitu toh. Kirain gara-gara Alen, kalian dua jadi berjarak."

"Huft, ya kali."

Tanpa terasa kedua gadis ini sudah berada di dekat lapang basket. Baru saja mereka ingin mengambil posisi untuk nonton, tiba-tiba dari arah atas, bola basket mengudara dan akan mengenai kepala Alena.

Sontak, Alena langsung memejamkan matanya kuat-kuat dengan kedua tangannya menutupi kepalanya. Salah satu tangannya tengah menggenggam minumannya.

Ini malapetaka macam apa, sih? Baru juga nyampe.

Alena terus menunggu bola itu mengenai dirinya. Namun, tunggu punya tunggu, bola itu tak sampai-sampai juga. Alena pun akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri membuka matanya dan menurunkan tangannya. Ternyata, di depannya sudah ada cowok dari sekolah lain yang menangkap bola itu. Kini, keduanya menjadi tontonan orang-orang sekitar.

"Lo gapapa," tanya cowok itu tersenyum manis.

Alena merasa lega bola basket itu tidak menimpanya. Alena mengangkat sedikit wajahnya untuk melihat cowok di hadapannya. "Iya, makasih, ya?"

Cowok itu mengedipkan matanya. "Oke."

Sementara Alen yang melihat itu dari lapangan langsung menghampiri Alena dengan buru-buru.

Alen melirik sejenak cowok itu tidak suka. Kemudian beralih pandang ke Alena.

"Sayang, kamu gapapa?" tanya Alen dengan napas ngos-ngosan. Pelipisnya bercucuran keringat. Alen menelan salivanya, lalu tersenyum menatap Alena.

Alena membeku di tempat. Alena bingung harus menjawab apa. Alena tidak ingin membuat Alen malu di depan semua orang, tapi Alena juga lagi tidak ingin menjadi topik perbincangan lagi sekarang.

Sebab Alena masih diam di tempat, Alen mengambil minuman dari tangan Alena. Kemudian meneguknya banyak-banyak. Alen tidak peduli harus meminum bekas dari bibir Alena dan kelakuan Alen ini membuat orang-orang di sana sedikit syok dan tidak percaya.

Setelahnya, Alen mengelus lembut rambut Alena. "Kita publish aja hubungan kita sekarang, biar orang di samping aku ini gak macam-macam mau dekatin kamu."

Plakkk!!!

...

Hallo, guys 👋 (Nyapa aja, barang kali dibalas di kolam komentar, hehehe ngarep banget aing).

Gimana menurut kalian, apa cerita ini membosankan, lumayan membosankan, atau mungkin menarik?

Wkwkwk, aku pede aja, sih nanya walau sebenarnya bakal jarang ada yang balas atau mungkin gak dibaca cuap-cuap Author nya.

Kalau ada yang lagi baca cerita ini sampai di Capther sini, aku ucapin, makasih banyak!!!

Apresiasi aku dengan vote dan komen kalian. Makasihhhhhh, bye-bye.

PUTUS LIMA MENITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang