ALENA, TIBA-TIBA?

24 10 0
                                    

Alen dan Citra baru saja sampai ke sekolah. Alen memarkirkan motor, lalu turun dan membantu Citra untuk melepaskan helmnya.

"Makasih, ya Alen udah mau bareng aku lagi ke sekolah." Citra menatap Alen dengan senyum cerianya.

Alen membalas senyuman itu. "Iya, aman aja, Cit," kata Alen sambil mengedipkan satu matanya.

"Hm, gue ngerasa dianak tirikan dalam persahabatan ini," sahut Chiko yang berada di dekat mereka. Chiko berangkat bersama kedua anak manusia itu. Namun halnya, Chiko membawa motornya sendiri dan memarkirkan tepat di samping motor Alen.

Citra membalikkan badannya menghadap Chiko. Lalu Citra tersenyum lagi. Kali ini deretan gigi putihnya terlihat. "Chiko gak boleh mikir jauh kek gitu. Chiko tetap sahabat kita, kok. Iya, kan Len?"

"Iya," jawab Alen seadanya. Pandangannya sedang fokus ke arah lain.

"Bisa aja lo," gemas Chiko pada Citra sambil mengacak-acak puncak kepala Citra.

"Ih, Chiko. Rambut aku, kan jadi berantakan," kesal Citra memukul bahu Chiko. Kemudian merapikan kembali rambutnya yang terhambur. Sementara Alen masih diam memandang seseorang dari jauh.

"Ya, udah. Skuylah ke kelas masing-masing," ajak Chiko untuk berjalan bersamaan.

Citra mengangguk menyetujui. "Ayo."

"Guys, kalian duluan, ya. Gue mau nyamperin Alena dulu," pamit Alen yang kemudian berlari pada Alena yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Cantik," sapa Alen memasang senyuman terbaiknya.

"Apa?" jawab Alena dengan judes.

Alen tanpa permisi langsung merebut ransel Alena dari punggung gadis itu. "Ke kelas bareng."

Alena tidak menjawab. Alena menghela napas dan membiarkan saja Alen berbuat sesukanya. Mereka berdua berjalan beriringan.

Chiko melirik Citra yang memasang tampang masam ketika Alen dan Alena melewati mereka begitu saja.

"Alen kayaknya udah kena sihirnya si Alena, gak, sih Chik? Alen jadi malah lebih perhatian ke Alena daripada ke aku sekarang. Aku gak suka itu."

Chiko terdiam sejenak, lalu mendete jidat Citra pelan.

"Aw, Chiko! Sakit tau!" protes Citra sebal sambil memegangi jidatnya yang sedikit terasa perih.

"Gak usah ngelantur lo. Ini masih pagi."

"Aku gak ngelantur, Chik. Aku gak suka aja liat Alen dekat-dekat ama Alena."

"Lo cemburu?"

Citra tertegun mendengar pertanyaan Chiko.

"Si-siapa yang ..." Citra bingung harus berbicara apa.

Chiko menghela napas lelah sembari memutar bola matanya malas. Kemudian Chiko merebut ransel Citra dari punggung gadis itu. "Udah. Gue nganterin lo sampai ke kelas lo sekarang," sambar Chiko yang kemudian mulai melangkah. Membiarkan Citra yang masih diam di tempat.

Citra yang sadar Chiko mulai menjauh langsung berlari memburu lelaki itu. "Ih, Chiko, tungguin aku!"

...

Alena berjalan melangkah menuju kelas seorang diri sambil menyeruput minumannya. Ketika tiba di kelas, Alena dikagetkan dengan keadaan ruang yang cukup riuh karena ada kegaduhan yang terjadi. Alena menatap semua orang yang ada di sana. Alena menemukan Alen sedang berdiri santai di pojok kelas menonton kegaduhan itu sambil bersandar di tembok.

Alena sekali lagi mengamati kegaduhan yang masih terjadi. Di sana terdapat dua siswa yang saling adu jontos dengan sangat hebat dan diantara mereka terdapat dua siswa yang coba melerai. Sisanya sama seperti Alen menjadi penonton.

Alena menghampiri Alen. Sejenak kemudian mereka berdua saling bertatap-tatapan.

"Itu kenapa?" tanya Alena sedikit penasaran dengan apa yang terjadi.

Alen tersenyum memandang wajah gadis yang dicintainya. "Coba tebak?"

Mendengar itu, Alena menghela napas panjang seraya memutar bola matanya malas. "Cepatan, itu kenapa?" paksa Alena mulai greget dengan tanggapan yang diberikan Alen.

"Ya udah tebak dulu." Kali ini nampaknya Alen tidak mau kalah.

"Karna bercanda berlebihan?" Alen menggeleng cepat.

Alena sedikit berpikir lagi. "Karna lagi rebutin seseorang?" Alen mengangguk mengiyakan.

Alena pun ikut mengangguk mengerti. Kemudian menoleh pada kedua siswa yang ternyata mulai bisa sedikit mengontrol emosi sebab ada salah satu siswa yang memberikan informasi bahwa salah satu guru mulai berjalan ke kelas mereka.

"Kok bisa ya ribut gitu hanya karna cewe," gumam Alena asal yang tak sengaja terdengar oleh Alen yang berada di belakangnya.

"Aku juga bakal kayak gitu kalau ada yang coba ngerebut kamu dari aku," kata Alen dengan begitu enteng membuat Alena untuk kali ini sedikit tersipu.

"Gak usah ngegombal. Gak ngaruh sama gue," titah Alena mencoba membuat Alen paham.

"Aku gak sedang ngegombal, tapi aku beneran bakal ngelakuin hal yang sama kalau ada yang coba ngerebut kamu dari aku."

"Nathan?" Alena asal berucap.

"Sepertinya kamu salah paham. Maksud aku itu, kalau kamu udah ngakuin aku sebagai pacar kamu, aku bakal seperti Falen yang kayak orang kesetanan itu."

Alena hanya terdiam. Alena enggan menjawab. Lalu, setelah guru itu membawa kedua siswa yang tadi bertengkar keluar dari kelas, Alena melangkahkan kakinya tanpa ragu menuju bangkunya.

Baru lima langkah, Alena memberhentikan tubuhnya. Alena menoleh pada Alen. "Pulang sekolah lo bisa antar gue balik?"

Mendengar itu, mata Alen langsung terbelalak kaget antara percaya tidak percaya. "Ka-kamu mau aku yang ngabonceng kamu pulang?"

Alena mendenguskan napasnya. "Niat gue, sih sebenernya mau balikin baju lo yang waktu itu. Gue lupa bawa terus soalnya. Tapi karna lo agak sedikit maksa buat ngebonceng gue, ya udah deh. Boleh." Tanpa sadar, Alena lupa kalau dirinya sudah terlalu banyak bicara dengan Alen.

I-ini bukan mimpi, kan?

...

Masih heran aing. Kenapa yang baca agak naik, ya? Seneng banget sebenarnya, tapi gak ada yang vote :'

Apa cerita aing gak bisa dapat feedback dari pembaca? :'

Kalau kalian ada kritik dan saran boleh komen aja atau DM akun Author, ya?

Makasih yang udah mau baca. Semoga kalian nyempetin waktu juga buat vote dan komen demi membangun cerita ini dan menjaga keberlangsungan mood Author yang lagi bagus-bagusnya.

See you, guys. Makasih banyak pokoknya 💖

PUTUS LIMA MENITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang