LUKA

53 9 0
                                    

Yuna berdiri tepat di samping Alena. Seperti biasa gadis itu masih berkutik dengan buku-buku soal di mejanya. Sementara Alen yang tengah duduk di bangkunya mulai pura-pura asik bercerita dengan teman-teman yang lainnya. Padahal Alen sudah memasang telinga untuk mendengar percakapan Yuna dan Alena.

Yuna berdehem pelan membuat Alena berhenti mencakar jawaban di kertas. Alena mengangkat wajahnya melihat Yuna. "Kenapa, Yun? Ada yang perlu gue bantu?"

Yuna menelan salivanya susah payah. Yuna menguncir kuda rambutnya ke belakang. Sesekali ekor matanya melihat Alen. Sebenarnya, Yuna juga agak segan untuk mengajak ngobrol Alena. Pasalnya gadis di hadapannya sekarang ini lebih banyak diam dan tidak bertingkah di kelas.

"Na, gue boleh nanya sesuatu gak, sih?"

Alena diam sejenak sambil berpikir dengan meneliti tiap gerakan dari manik coklat milik Yuna. "Em, boleh aja, sih. Selagi gue bisa jawab."

"Tipe ideal cowok lo kayak gimana? Kalau boleh tau." Akhirnya Yuna berhasil menanyakan inti sari dari kedatangannya menghampiri Alena.

Alena mengangkat satu alisnya bingung sembari tersenyum tipis ingin tertawa. Pertanyaan macam apa ini? "Tipe cowok ideal gue?" Yuna mengangguk cepat.

"Em, kayak gimana, ya?" Alena pura-pura berpikir. Alena yakin, Yuna bertanya begini pasti disuruh oleh Alen. Praduga Alena tidak sekedar asal, ini berdasar dari bola mata Yuna yang tidak bisa diajak berbohong. Yuna kadang dengan tidak sengaja melirik Alen ketika lagi tidak berkontakkan mata dengan Alena dan Alena sempat memergokinya.

"Intinya, sih cowok idaman gue yang gak kayak Alen. Itu aja, sih," kata Alena tanpa ragu.

Lima detik setelah pernyataan Alena barusan, guru prakarya tiba-tiba masuk ke kelas.

"Ouh, oke. Makasih ya, Na." Yuna lalu membalikkan badannya bergegas ke bangkunya. Sedangkan Alen langsung membaringkan tubuhnya yang lemas di atas meja. Alen sudah tidak tertarik untuk mengikuti pelajaran hari ini.

Gini amat suka ama cewek mahal.

***

Alen dan Alena berada di perpustakaan. Tadi ketika guru prakarya masuk, guru itu memberikan tugas perkelompok karena hari ini guru tersebut memiliki urusan lain di luar sekolah. Di mana tiap kelompok diurut berdasarkan nomor absen. Kebetulan, Alen nomor satu di absen dan Alena nomor dua di absen.

Jadi, untuk apa Alen dan Alena berada di perpustakaan? Kedua remaja ini sedang mencari referensi proyek prakarya mereka di buku-buku karya seni. Kata guru prakarya tadi, proyek yang mereka buat nanti bakal dipresentasikan depan teman-teman sekelas. Semacam mempromosikan proyek yang mereka buat.

Alen membenamkan wajah bagian kiri pada lipatan tangannya di atas meja sambil menikmati kecantikan Alena di sebelah kanannya yang masih fokus mengeledah isi buku karya seni. Alen menghela napas berat, Alen sudah benar-benar bosan mencari referensi proyek di buku-buku yang telah mereka ambil dari rak tadi.

"Cantik, kita ke kantin aja, skuy. Kamu gak capek apa berkutik sama buku mulu?"

Seperti biasa, Alena tidak menjawab. Alena masih berusaha mencari proyek yang akan mereka pilih. Sudah ada, sih sebenarnya beberapa yang Alena dapat, tapi itu Alena masih menjadikan list. Niatnya, di perjalanan sepulang sekolah nanti, Alena akan memutuskan yang mana bakal ia pilih.

Alen memanyunkan bibirnya ke depan sambil membuang napas. Padahal sudah biasa diabaikan Alena, tapi hati kecil Alen tetap saja sedikit kecewa. Alen akhirnya menenggelamkan seluruh wajahnya ke lipatan tangannya. Alen menggoyang-goyangkan kepalanya kiri-kanan hingga tak sengaja kepalanya menyentuh pergelangan kiri Alena.

"Aw," rintih Alena menahan kesakitan.

Sontak, itu membuat Alen terbangun dengan kaget campur cemas. Alen mencoba untuk memegang pergelangan Alena yang ia senggol, tapi sayangnya gadis itu malah menepisnya kasar.

Dari raut mukanya, Alena sedang menahan rasa perih. Alena menurunkan lengan bajunya secara hati-hati. Lalu pelan-pelan Alena kembali menaruhnya di atas meja.

"Cantik, tangan kamu ..." Mata Alen terbelalak kaget ketika ada darah segar yang menembus kain seragam Alena di bagian pergelangannya. Alen berdiri dari kursinya.

"Kita ke UKS sekarang."

"Gak usah," tolak Alena mentah-mentah kemudian memejamkan matanya sambil menarik oksigen dalam-dalam. Alena mencoba menenangkan dirinya, lalu kembali berkutik pada buku karya seni. Pikir Alena, ia tidak boleh membuang-buang waktu sekarang.

Alen memang selalu menuruti setiap permintaan Alena, selain ketika gadis itu memintanya untuk menjauhinya. Tapi untuk kali ini, sepertinya Alen harus membantah juga. Alen kemudian tanpa aba-aba langsung menggendong Alena untuk keluar dari perpustakaan.

"Kali ini aku gak nerima penolakan," tegas Alen yang terus melangkah.

Tentu saja tindakan Alen ini diberontak oleh Alena. Namun sayangnya, tenaga Alen lebih besar dari tenaga Alena.

"Alen! Turunin gue, gak?" Alen tetap diam tidak menghiraukan permintaan Alena.

"Alen! Lo gak nurunin, gue bakal marah sama lo!"

Alen menurunkan pandangannya menatap sendu Alena di gedongannya. "Lebih baik lo marah sama gue daripada lo ngebiarin luka lo ini gak diobatin." Dan untuk pertama kalinya, Alen menggunakan lo-gue kepada Alena.

...

Hari ini cuma satu chapter :'
Semoga semangat aing bisa balik biar bisa up ugal-ugalan.

Kalau ada yang baca, aing cuma mau ngucapin, Hallo 👋

PUTUS LIMA MENITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang